PdA 7: SEBUAH KEBETULAN?

1.5K 196 21
                                    

Author pov.

Hari senin yang melelahkan bagi kelima sahabat yang sedang mendengarkan pelajaran Fisika dari Bu Saktia.

"... Ya jadi secara garis besar, pemuaian itu dibagi menjadi tiga. Ada pemuaian panjang, pemuaian luas, dan pemuaian volume. Nah, sekarang kalian catat dulu rumus yang sudah Ibu tulis dipapan. Nanti Ibu akan kasih contoh soal." Penjelasan panjang kali lebar dari bu Saktia. Para siswa pun mencatat, entah benar-benar mencatat atau mencoret abstrak buku mereka.

Seperti yang dilakukan Jeje sekarang, dia sangat bosan dengan pelajaran ini. Segala hal yang diterangkan bu Saktia seolah angin lalu baginya. Dia malah menggambar angry bird di lembar buku catatan paling belakang.

"Fisika ohh fisika, besi muai pakek dihitung segala. Mau muai kek, kisut kek, patah kek, bodo amat! Dah puyeng gue.. Udah tadi pagi kena Kimia, sekarang ditambah elu lagi.." Gerutu Jeje yang hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.

Tepat pukul satu siang bel pulang sekolah berbunyi. Kinal mengajak keempat sahabatnya ke Rumah Sakit untuk menjenguk Shani. Mereka harus kesana sebelum Shani minum obat agar bisa ngobrol, karena setelah minum obat pasti Shani akan tidur.

Sebelumnya Kinal dan Desy telah menceritakan apa yang mereka dengar kepada Veranda, Lidya dan Jeje. Mereka terkejut mendengar cerita Kinal dan Desy tentang percakapan Vino dan Gracia. Apalagi Lidya, dia yang sangat emosional ini sudah sangat geram dengan kelakuan Vino. Untung saja tadi Lidya tidak ikut menguping, kalau saja dia ikut pasti perpus sudah heboh akibat ulah Lidya yang ingin menghajar Vino.

...

Cklek..

"Ehh.. Ada temen-temennya non Shani ya? Silahkan masuk.." Kata seorang wanita yang sedang duduk di sebelah tempat Shani.

"Silahkan.. saya tinggal dulu ya. Mari non.." Pamit wanita itu sopan.

"Hai Shan. Hehe.." Sapa Desy cengengesan.

"Hai." Shani tersenyum.

"Gimana kabar kamu Shan?" Tanya Veranda.

"Seperti yang kalian liat." Jawab Shani singkat.

"Eumm.. Sebenernya gue bingung gimana ngomongnya, tapi..." Ujar Desy menggantung kalimatnya.

"Aku baik-baik aja kok, dan mungkin akan lebih baik kalau kemarin kalian ngga datang." Shani memotong kalimat Desy tanpa ekspresi. Kelima sahabat itu hanya saling lirik bingung harus bagaimana.

"Shan, kami ngga ada maksud buat ikut campur masalah kamu. Tapi cara kamu itu salah. Ngga seharusnya kamu-"

"Tau apa kalian tentang hidup aku?" Shani memotong kalimat Veranda. Dia memandang lurus ke depan, menghela nafas berkali-kali.

"Tolong jangan ikut campur lagi." Lanjut Shani sambil menutup matanya, menenangkan emosinya.

Kinal dan kawan-kawannya pun terdiam. Benar-benar takut salah bicara, mengingat kondisi psikis Shani yang belum stabil.

"Ni anak ngeselin ya!, udah ditolongin, ngga makasih malah kayak gini!" Batin Jeje.

"Ngomong-ngomong lo cerdas juga ya. Milih lantai enam buat bunuh diri. Tau aja lo kalo tuh lantai sepi banget." Ucap Jeje tiba-tiba yang membuat sahabatnya menoleh padanya dengan ekspresi kaget setengah bingung.

"Ni anak oon apa bego sih? Sekalinya ngomong langsung begitu omongannya!" Batin Kinal.

"Kalian lebih cerdas, buktinya kalian bisa nemuin aku kan?" Kata Shani sambil tersenyum kecut.

"Iya juga sih, kalo dipikir-pikir mana ada orang cerdas milih mati konyol ditoilet." Ucap Jeje dengan tatapan sinis.

Suasana mulai memanas, karena Jeje sudah tidak tahan melihat tingkah Shani yang seolah-olah hanya dia yang punya masalah didunia ini.

Putih dan Abu-abuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang