Patah Hati

28 9 0
                                    

Sudah dua hari semenjak kejadian saat Tania yang menangis histeris dengan memeluk seseorang yang sangat ia kenal sebagai biang onar. Ia tak ingat apapun setelah ia menangis di perpustakaan, dan saat pagi menyambut dirinya, Tania tengah tertidur nyenyak dikasur kesayangannya itu. Dengan cuek ia mungkin hanya bermimpi tadi malam, namun Willy yang mengetahui kejadian dimana Fajar yang mengantar Tania dengan menggendongnya ala bridal style dan terlihat Tania sangat tenang saat digendongannya. Willy sempat mengernyit heran, tapi ia membiarkan Fajar untuk membawa Tania ke kamarnya dan setelah itu ia langsung pamit. Willy tak mengucapkan kata apapun selain tatapan tajam yang ia berikan sebagai respon untuk Fajar agar tidak melakukan hal bodoh yang dapat memancing singa lapar tersebut.

Sudah dua hari ini juga Tania merasakan sepi dan tidak bersemangat untuk ke sekolah, ia merasa ada yang aneh dalam dirinya saat tak ada seseorang yang menggganggunya setiap saat. Kini tak lagi ada untuk sekedar menyapa atau menggoda saat jam pelajaran berlangsung.

Dengan seragam sekolah yang melekat ditubuhnya yang mungil, rambut hitam  yang sudah melewati bahunya ia gerai begitu saja, tas punggungnya berwarna ungu tersampir rapi digendongnya.

"Tumben, Lo gak makan roti bakar Lo?" tanya Willy saat melihat adiknya hanya memakan buah apel yang telah dikupasnya sendiri.

"Gak enak." cuek Tania dengan mengayunkan tangannya yang sedang memegang buah apel ke arah mulutnya.

"Jahat banget, padahal tiap hari gue bikin, gak pernah Lo protes." ucap Willy miris, ia menghela napas pelan dan bangkit dari kursinya, dan menuju arah dapur berniat untuk menaruh piring kotor yang telah dipakainya tadi saat memakan roti bakar buatannya.

Tania hanya cuek dan kembali memakan buah apelnya yang tersisa sedikit. Dimeja makan ini memang tersedia banyak macam buah, roti isi maupun roti tawar dan berbagai selai roti, tapi kali ini Tania hanya sedang ingin memakan buah apel kesukaannya dan susu coklat dingin yang dibuatkan oleh Willy untuknya.

"Tan, ayo berangkat!" kalau saja Tania sedang memegang pisau, mungkin ia akan segera mengarahkan pisau tersebut kepada orang yang sudah mengagetkannya dari arah belakang saat ini.

"Bego!"

"Lagian gue panggilin, Lo nya gak nyahut."

"Berisik elah."

"Ya udah gue minta maaf deh ya, udah dong senyum, gue kan jadi ikut sedih liatnya Lo kayak gini."

"perasaan, gue B aja tuh."

"Ya udah ayo! Ntar kesiangan gue kan yang disalahin." ucap Willy sambil menarik lengan Tania pelan.

"Tunggu!" jeda Tania yang tadinya lengan kirinya ditarik Willy, kini terlepas karena seruan Tania. Mereka berhenti pas didepan pintu masuk rumah. "Kenapa Lo gak pake baju seragam?" tanya Tania yang baru sadar bahwa kakaknya tidak memakai seragam sekolahnya.

"E—eh? G—gue kan sekolah abis nganterin Lo dulu." balas Willy terbata, Tania makin merasa ada yang disembunyikan oleh kakaknya ini.

"Bohong! Lo pasti mau bolos kan?!" tuduh Tania.

"Enggak sayangku.." ucap Willy sambil mengelus kepala adiknya sayang.

"Najis." kejam memang. Tapi Willy sudah hapal betul bagaimana watak adiknya.

_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

Dia memang masih ada dikelas saat jam pelajaran, masih menampakkan diri jika datang terlambat, masih melakukan biang onarnya kepada teman-teman, masih berisik kala tak ada guru dikelas saat jam pelajaran masih berlangsung, dia juga selalu ada dipojok kantin yang ramai dengan teman-teman nya yang sama biang kerok nya, tapi Tania merasa ada yang beda saat Fajar tidak lagi menggganggunya seperti biasanya.

BULLSHIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang