Tak ada yg harus dipertahankan toh dari awal saya tidak menggenggamnya. Bahkan tidak dapat di genggam. Pria itu terlalu dingin untuk di genggam. Meskipun ia mencair dalam genggaman saya toh pada akhirnya manusia tidak sanggup menggenggam air. Air itu akan jatuh dan mengalir untuk menemui muaranya. #Wattpad Dokter Kutub. Nona Hujan.
***
“Tania, please forgive me.” Kali ini Tania tak kuasa tuk menahan tangisnya dihadapan Daniel. Ia sudah begitu kesal, marah, kecewa semua campur aduk. Yang ia rasakan sangat perih, ia tak mengira akan mendengar langsung dari mulutnya betapa menderita Daniel selama ini dan betapa jahat Tania kepadanya selama ini.“Beritahu aku. Semua yang kamu bilang bohong, kan?” cicit Tania setelah dirasa tak kuasa menahan gejolak sakit di tenggorokannya yang tercekat.
“CUKUP TINGGALIN AKU SAAT KEMARIN! TAPI JANGAN PERNAH KAMU TINGGALIN AKU SELAMANYA!” Tania menjerit dalam tangisan.
Daniel merasa tersayat melihat tangisan memilukan dari Tania. Betapa bodohnya ia selama ini menyia-nyiakanTania yang sampai sekarang pun masih sangat mencintainya. Begitupun dirinya yang sangat mencintai Tania.
“Kenapa? Kenapa diam Daniel? Bilang sesuatu bahwa itu hanya bulshit! Lihat aku Daniel.” Daniel mendongak setelah merasa Tania menunggunya, Daniel merasa sangat bersalah setelah melihat betapa buruknya sekarang wajah Tania yang dibanjiri air mata.
Daniel melangkah mendekat hingga tak ada jarak diantara mereka, Daniel mencoba meraih lengan Tania yang awalnya menolak beberapa kali hingga Tania berakhir dalam pelukan hangat Daniel.
Sungguh ia menyesal harus menyatakan hal tersebut yang membuat keduanya merasakan perih yang amat dalam.
Flashback
Daniel membuat kejutan untuk datang ke rumah Tania pada sore hari. Kebetulan saat itu Tania sedang berada di halaman rumahnya bersama Willy sang kakak. Ia meminta izin terlebih dahulu kepada Willy sebelum mengajak Tania ke taman dekat rumahnya. Sesekali Daniel bertanya namun, hanya suara helaan napas yang keluar dari mulut Tania.
Wajar saja jika Tania muak dengannya, itu semua memang salahnya. Ia dapat menerima ini.
Sesampainya di taman, Daniel sesekali mengajak lawan bicaranya ingin menatapnya sejenak untuk sekedar menganggapnya ada.“Mungkin, ini pertemuan yang buruk.” Kalimat itu ia ajukan untuk Tania yang memilih menaiki ayunan besi seolah dia mengingat masa lalunya.
“Mungkin ini juga sebagai pertemuan terakhir kita yang singkat.” Daniel mencoba menahan perkataannya. Ia tak sanggup jika harus meninggalkan Tania.
“Kamu tuh, mau ngomongin apa, sih? Dari tadi gak jelas.” Tania yang mulanya sabar menuggu perkataan Daniel, kini merasa khawatir dengan arah pembicaraannya.
“Aku mau ke Swiss dua bulan kedepan. Aku harus─”
“Bukannya tahun kemarin kamu juga ninggalin aku karena harus syuting di Swiss, tanpa repot-repot kasih kabar ke aku? Dan kenapa sekarang harus bilang ke aku kalau emang kamu mau pergi lagi? Belum puas nyakitin aku? Masih mau lihat aku menderita karena selama itu kamu pergi hilang tanpa kabar dan gak pernah mikirin perasaan aku gimana?” Tania mengeluarkan semua kekesalan dan kecewa dalam dirinya sehingga memotong ucapan tidak bermutu dari seorang Daniel, menurutnya.
“Gak pernah ada kata cukup untuk kamu menghasilkan uang? Orang tua kamu itu mampu dengan segala failitas, kenapa kamu meilih lajur ini walaupun kamu enggan dalam kegiatan syuting, kan? Kamu gak pernah memikirkan perasaan diri sendiri, apalagi aku yang sebagai pacar kamu, dulu.”
“Dulu dan sampai sekarang kamu adalah pacar aku. Dan aku gak akan pernah terima kata putus.” Sebelum Tania kembali berbicara, kini Daniel menyela untuk membenarkan.
“Orang tuaku sudah lelah dengan biaya untukku. Mereka memilih membiarkanku kerja untuk keperluanku sendiri. Dan tanpa kamu tahu, aku─”
“Yang aku gak tahu soal kamu, apa? Kamu pergi dengan sesuka kamu. Aku datang ke rumahmu, dan orang tuamu bilang kamu pergi ke Swiss untuk menghasilkan uang disana. Awalnya aku bangga, namun temanku membicarakan kamu yang sedang menempuh karir sebagai actor. Dari sana kamu gak ada kabar, gak ada niat buat tanya aku ke orang tua kamu. Pergi sesuka hati, permainkan hati aku tanpa perasaan! Tega kamu!”
“Aku disana sedang pengobatan!!” tiba-tiba Daniel berteriak marah, ia tak terima disalahkan terus menerus. Perasannya pun tak main-main terhadap Tania. Ia hanya ingin Tania dapat melihatnya dengan bangga dan saat ia kembali penyakitnya dapat sembuh walau uangya hasil ia bekerja.
“Aku tidak main-main soal persaan aku, please kamu percaya sama aku. Aku sangat menderita setiap pengobatan disana tapi tidak ada perubahan sama sekali.” Tidak disangka Daniel menangis tergugu dan itu membuat Tania memandangnya merasa bersalah. Ia pun kaget melihat laki-laki yang terlihat tegar dan lembut itu ternyata rapuh dengan sebuah perasaannya yang ia pendam selama ini.
Tania menundukkan kepalanya memikirkan perkataan Daniel soal pengobatan yang tidak ada perubahan. Memang separah apa penyakitnya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BULLSHIT
RomanceSelama dua tahun Tania menderita karena harus menunggu sang kekasih kembali, namun nyatanya Tania harus mengubur dalam-dalam kepercayaannya itu. Cinta lama yang datang kembali membuat Ristania merasakan sakit yang sama saat dirinya ditinggal pergi...