Walau terlihat sederhana, namun perubahan itu tetaplah berharga.
******Hari ini adalah hari kepulangan Malvin dan Vanya ke Jakarta. Keduanya kini sudah berada didalam pesawat, setelah tadi Alif dan Bastian mengantarkan keberangkatan mereka ke bandara.
Alif dan Bastian memang masih harus tinggal disana untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Mungkin besok atau lusa, mereka akan menyusul Malvin untuk kembali ke Jakarta. Oleh-oleh yang sengaja Vanya pilihkan untuk mereka juga sudah dia berikan, tadi saat mereka hendak meninggalkan bandara. Dan mereka tampak antusias untuk menerimanya. Walau pun mereka sendiri juga bisa membelinya, karena saat ini mereka sedang berada di Bali.
Vanya tampak senang saat tadi melihat Alif dan Bastian menerima oleh-olehnya dengan tangan terbuka. Kedua sahabat suaminya itu memang tahu bagaimana cara membalas kebaikan seseorang. Tidak seperti suaminya yang lebih sering diam dengan ekspresi didatarnya. Suaminya itu benar-benar sedingin es. Dia hanya akan mencari untuk beberapa saat saja, lalu kemudian kembali beku seperti biasa. Namun beberapa hari ini dia terlihat berbeda, dia lebih sering patuh dan menuruti setiap keinginan Vanya. Mungkin dia memang sudah berubah, dan Vanya akan sangat senang jika perubahan itu berlangsung seterusnya.
Malvin mengerutkan keningnya, saat menatap kearah Vanya yang tampak sedang tersenyum tanpa alasan. Sepertinya istrinya itu sedang melamunkan sesuatu. Dan Malvin yang memang acuh, berusaha untuk tidak perduli dengan itu.
Tanpa terasa pesawat mereka kini sudah mendarat tepat di Jakarta. Mereka berjalan dari arah pintu kedatangan dengan menarik koper bawaannya. Mereka berangkat dengan membawa satu koper, dan kembali dengan menambah jumlah kopernya menjadi tiga. Vanya benar-benar sudah menguras kantong Malvin selama liburan bulan madunya. Hampir setiap hari dia mengajak suaminya itu untuk berkeliling dan berbelanja oleh-oleh. Dan Malvin yang merasa tidak memiliki pekerjaan lain disana, hanya bisa menurut dan mengikuti setiap langkah istrinya.
Kakek Marlo sudah berdiri diujung saja, untuk menyambut kedatangan kedua Cucu tersayangnya. Dia tampak bahagia dengan terus mengukir senyum pada wajah keriputnya. Dengan mengenakan kemeja polos berwarna biru muda yang dipadukan dengan celana bahan berwarna hitamnya, dia tampak gagah berdiri dengan memegang tongkat andalannya. Sebenarnya tongkat itu hanya pelengkap saja. Dia masih bisa berjalan dengan tegap, meskipun tanpa bantuan sebuah tongkat.
Vanya berlali menghampiri Kakek Marlo yang tampak sedang merentangkan kedua tangannya, lalu berhambur kedalam pelukan Kakek tersayangnya itu. Dia sudah sangat merindukan Kakeknya itu, hingga tanpa sadar membiarkan suaminya tertinggal dibelakang sana.
"Vanya merindukan Kakek. Bagaimana keadaan Kakek selama kami tinggalkan? Apakah Kakek makan dan meminum vitamin secara teratur?" Tanya Vanya bertubi-tubi saat sudah mengurai pelukannya.
"Kakek juga merindukan kalian. Tentun saja keadaan Kakek sangat baik, kau tidak melihat tubuhku ini sangat segar bugar." Jelas Kakek Marlo setelah sekilas menatap Cucunya yang terlihat lebih lesuh dari biasanya. "Ada apa dengan suamimu? Apakah dia kelelahan karena terlalu bersemangat untuk memenuhi keinginan Kakek?" Lanjutnya yang kemudian tertawa.
Vanya merona mendengar ucapa Kakek Marlo yang sepertinya benar adanya. Suaminya itu tampak kusut seperti kemeja yang berhari-hari tidak disetrika. Mungkin dia sedang lelah, karena hampir setiap malam mereka melakukannya untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Semoga mereka akan segera mendapatkan kabar baiknya.
Mereka berjalan kearah mobil, lalu sang supir menjalankan mobilnya untuk menuju apartement tempat tinggalnya. Setibanya disana, Kakek Marlo langsung berpamitan untuk kembali ke kantor karena ada beberapa pekerjaan yang harus diurusnya. Malvin hanya menganggukan kepala, karena dia sudah benar-benar lelah dan ingin segera berbaring diranjangnya. Sedangkan Vanya tersenyum sambil memperingatkan Kakeknya, agar tidak terlalu bekerja dengan keras hingga mengganggu kesehatan Kakeknya.
🍃🍃🍃🍃🍃
Malvin bangun dari tidurnya, saat mendengar kebisingan dari arah luar kamarnya. Dia menurunkan kakinya, lalu berjalan keluar untuk memastikan keadaan disana. Malvin menajamkan pengelihatannya, saat melihat sosok Vanya yang sedang berkutat dengan beberapa alat masak didapurnya. Ternyata segala kebisingan yang sudah menganggu tidur nyenyaknya adalah ulah Vanya. Gadis itu tampak sedang menyalakan mixer dan mengaduk bahan-bahan yang entah sejak kapan sudah dia campurkan kedalamnya.
"Apa yang sedang kau lakukan, Vanya?" Tanya Malvin yang kini sudah berdiri tepat disamping Vanya.
Vanya menoleh dengan wajah yang sudah tercoreng dengan beberapa adonan tepung. Dia tersenyum dengan menampakkan deretan gigi putihnya, lalu berucap menggunakan nada lembutnya "aku sedang membuat adonan kue brownis. Aku melihatnya tadi ditevisi, dan tiba-tiba saja ingin membuatnya."
Malvin menggelengkan kepalanya, lalu menatap adonan yang entah sejak kapan sudah dituangkan Vanya kedalam loyang pemanggangnya.
"Sudah. Kini tinggal menunggu kuenya matang." Ucap Vanya senang dan mulai melepaskan sarung tangan juga celemek yang membalut tubuhnya.
Vanya merasa kesulitan saat hendak melepaskan ikatan celemek dibelakang tubuhnya. Malvin yang mengetahi itu pun, segera membatu istrinya untuk melepaskan ikatan celemeknya.
"Terimakasih." Ucap Vanya dengan wajah meronanya. Dia benar-benar tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya itu. Suaminya kini sudah mulai berubah, dia mulai mau untuk menunjukkan perhatiannya kepada Vanya. Meskipun hanya sebagian kecil saja, namun dia tetap merasa bahagia.
TO BE CONTINUED.
Jangan lupa vote dan komentnya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!
FanfictionWAJIB FOLLOW SEBELUM BACA! COMPLETE ✅ HR #72 in Fanfiction 17/05/2018 Ketidak tahuanya akan maksud buruk dari lelaki yang menikahinya, membuatnya harus terjerumus dalam hidup yang penuh drama. Berpura-pura saling mencintai, dan hidup bersama layakny...