Setiap manusia mungkin diciptakan berbeda. Namun dalam setiap perbedaan itu, Tuhan pasti menyelipkan suatu rencana
***********Sudah seminggu Vanya bekerja sebagai sekertaris seorang Malvin Hugo, namun sepertinya dia masih belum begitu banyak mengetahui tentang kehidupan bosnya itu. Tapi dia juga tak berniat untuk mencari tahu. Baginya, sosok seorang Malvin Hugo adalah sesosok priya angkuh dan sombong. Tatapan dinginnya kepada setiap orang, sudah jelas menggambarkan bagaimana watak aslinya.
Pagi ini seperti biasa Vanya sedang berada diruangan bosnya, dia tengah membacakan beberapa jadwal bosnya hari ini. Rutinitas seperti ini sudah menjadi kebiasa barunya saat bekerja. Malvin sudah menjelaskan setiap tugas Vanya ketika dia pertama kali bekerja, dan ini adalah salah satu tugasnya.
Setiap pagi dia harus menjelaskan secara rincih jadwal pekerjaan bosnya itu. Selebihnya dia hanya menunggu perintah, entah itu membantu mengurus berkas atau pun menemani bosnya untuk menghadiri sebuah pertemuan dengan klien.
Vanya masih mematung ditempatnya setelah selesai membacakan jadwal seperti biasa. Dia masih menunggu perintah lain dari bosnya itu.
"Sudah, kamu boleh pergi! Dan... jangan biarkan siapa pun memasuki ruangan saya! Saya sedang sibuk dan tidak ingin diganggu" jelasnya dengan ekspresi datar yang kemudian kembali fokus pada laptopnya.
"Baik Tuan, kalau begitu saya permisi" balas Vanya yang kemudian meninggalkan ruangan tersebut.
Vanya keluar seperti biasanya, dengan gerutuan tentang sikap dingin bosnya itu.
"Setiap hari sikap dinginnya bukan mencair malam semakin membeku. Dia itu manusia atau robot?" gerutu Vanya dalam hati.Vanya kembali duduk dimeja kerjanya. Mengechek beberapa berkas yang kemarin diberikan oleh bosnya.
Beberapa menit kemudian saat Vanya masih fokus pada berkasanya, datang lah seorang priya yang kira-kira usianya sudah setengah abad. Lelaki itu hendak berjalan memasuki ruangan Malvin, namun berhenti sejenak didepan meja Vanya untuk bertanya.
"Apakah Malvin ada didalam?" tanya priya tersebut sopan dan terukir senyum dibibirnya.
"Ada Tuan. Tapi maaf, Tuan Malvin bilang beliau sedang tidak ingin diganggu" jelas Vanya ramah dengan membalas senyum priya dihadapannya.
"Apakah dia bilang begitu?" tanyanya lagi yang dibalas anggukan oleh Vanya.
"Anak itu masih saja tidak berubah! Sudah biarkan saja, saya akan tetap menemuinya" jelasnya lagi."Tapi Tuan...".
"Apakah saya tidak boleh menemui cucu saya sendiri?".
"Anda, Tuan... Marlo Hugo?" tanya Vanya terbata karena takut akan kena marah oleh Kakek Malvin yang merupakan pemilik 'Hugo Entertaiment'.
"Maafkan saya Tuan, saya ti....." ucapan Vanya terpotong oleh kalimat Kakek Marlo."Tidak apa-apa. Saya tau kamu masih baru disini. Siapa nama kamu?".
"Saya Vanya Tuan. Sekali lagi saya minta maaf" ucap Vanya yang kemudian menundukkan kepala karena merasa bersalah
"Sudah-sudah jangan minta maaf terus, saya mengerti kamu hanya menjalankan tugas" balasnya ramah yang membuat Vanya kembali mengangkat kepala dan tersenyum kearahnya.
"Kalau begitu, apa sekarang saya boleh masuk Nona Vanya?" tanyannya lagi yang membuat Vanya membulatkan mata, karena mendapat panggilan Nona dari pemilik perusahaan tempatnya bekerja."Panggil saya Vanya saja, Tuan" balas Vanya.
"Kalau begitu kamu juga panggil saya Kakek saja! Bagaimana, setuju?".
"Tapi Tu...".
"Kakek! Tidak ada bantahan! Kamu mengerti?" ucapnya tegas namun dengan raut yang bersahabat.
"Baiklah Tu.. ahh maaf, Kakek. Mari saya antarkan keruangan Tuan Malvin" balas Vanya mempersilakan Kakek Marlo untuk berjalan terlebih dahulu keruangan Malvin.
Selama berjalan bersama menuju ruangan Malvin, Vanya terlihat beberapa kali tersenyum bahkan tertawa mendengar carita Kakek Marol tentang masa mudanya. Bahkan Kakek itu juga menceritakan bagaimana sikap cucunya Malvin saat pertama kali terjun sebagai CEO 'Hugo Entertaiment'.
Vanya tertawa mendengar cerita itu. Kakek Marlo bilang jika awalnya Malvin sangat tidak menyukai pekerjaan ini, bahkan dia selalu tertidur saat sedang meeting bersama kliennya. Vanya tak menyangka jika sosok yang dingin seperti bosnya itu, ternyata memiliki sisi lain juga.
Entah kenapa Vanya merasa senang mendengar setiap carita Kakek Marlo. Sungguh sifat Kakek ini berbeda sekali dengan sifat cucunya. Kakek Marlo sangatlah hangat dan bersahabat kepada setiap pegawainya, berbeda dengan Cucunya yang memiliki sifat dingin dan terkesan kejam.
Saat berada didepan pintu ruangan Malvin, Vanya membukakan pintu kaca tersebut untuk Kakek Marlo. Namun keduanya dikagetkan dengan betakan Malvin yang mendengar suara pintu ruangannya terbuka.
"Bukankah saya su..." ucapan Malvin berhenti saat melihat sosok Kakeknya yang berdiri disamping Vanya.
"Kakek? Kenapa tidak bilang jika akan datang kemari?" suara kerasnya kini berubah melembut ketika berhadapan dengan Kakeknya."Kakek hanya berkunjung, dan ingin bernostalgia dengan kantor ini" jelas Kakeknya.
"Lagi pula, kenapa kamu begitu galak saat bekerja? Kakek tidak pernah mengajarkanmu untuk bersikap seperti itu ya!" lanjutnya dengan tatapan mengintimidasi pada cucunya.Vanya yang merasa gugup dengan keadaan itu, langsung berpamitan untuk keluar ruangan agar tak larut dalam ketengangan.
"Maaf Tuan, saya permisi untuk melanjutkan pekerjaan saya" ucap Vanya yang kemudian keluar dari ruangan bosnya itu.🍃🍃🍃🍃🍃
"Sekarang katakan, apa yang membuat Kakek datang kemari?" tanya Malvin to the point yang kini sudah duduk disoffa bersama Kakeknya.
"Bukannya tadi pertanyaanmu itu sudah Kakek jawab" balas sang Kakek.
"Ayolah Kek, aku tau bukan hanya hal itu yang membawa Kakek kemari".
"Sekertarismu itu cantik. Apakah kamu tidak tertarik padanya?" goda sang Kakek pada cucunya.
"Jangan mengalihkan pembicaraan Kakek! Lagi pula kenapa Kakek membicarakan dia? Atau Kakek berniat menjadikannya Nenek baruku?" tanya Malvin mengintimidasi dengan mata yang membulat sempurna.
"Jangan kurang ajar kamu!" ucap Kakeknya yang kemudian memukul pelan pelipis cucunya itu.
"Memang kamu pikir Kakek ini lelaki yang bagaimana? Kakek hanya mencintai Nenekmu, tidak ada yang lain!" jelas Kakeknya lagi."Lalu, kenapa Kakek ingin membicarakan dia?".
"Kakek hanya ingin mencarikan jodoh untukmu. Dan Kakek rasa, Vanya seorang wanita yang baik".
"No. Kakek tentu tau apa jawaban aku!".
"Ayolah Malvin! Mau sampai kapan kamu bersikap seperti ini? Kamu juga harus memiliki keluarga dan hidup bahagia. Lagi pula, 'Hugo Entertaiment' juga membutuhkan penerusnya" jelas Kakek Marlo yang kini sudah menyentuh bahu cucunya.
"Kalau kamu tidak tertarik dengannya, bagaimana kalau Kakek carikan gadis yang lain?" tawar sang Kakek lagi dengan menunjukkan wajah menggodanya.To Be Continue...
jangan lupa ⭐ ya 😊
KAMU SEDANG MEMBACA
Look At Me!
FanfictionWAJIB FOLLOW SEBELUM BACA! COMPLETE ✅ HR #72 in Fanfiction 17/05/2018 Ketidak tahuanya akan maksud buruk dari lelaki yang menikahinya, membuatnya harus terjerumus dalam hidup yang penuh drama. Berpura-pura saling mencintai, dan hidup bersama layakny...