Part 14

21.3K 1K 2
                                    

Matahari yang setia menerangi bumi telah berpamitan, Bintang-bintang yang tadinya menemani langit pun kini sudah terlelap. Hanya saja dirinya yang belum masuk ke alam mimpi. Alya berjalan dengan hati-hati, meraih gagang pintu asrama sangat teliti, dibukanya pelan-pelan hingga ditutupnya kembali selepas ia melangkahkan kaki. Tekadnya sudah bulat. Tengah malam begini Alya sudah meluncurkan aksinya tanpa membawa barang apa pun selain yang ia kenakan agar tidak memberatkan nantinya.

Celinga-celingu Alya memperhatikan suasana pondok. Saat ia rasa sudah aman Alya mulai bergegas menuju gerbang pesantren. Namun ia lupa bahwa pesantren ini mempunyai keamanan yang cukup ketat. Tampak dua orang laki-laki sedang duduk sambil membaca Al-qur'an di pos ronda pondok. Melewati gerbang merupakan jalan satu-satunya, sebab tidak mungkin kalau dirinya melompati tembok belakang pesantren karena tembok tersebut bukanlah berukuran minim seperti tembok di belakang sekolahnya dulu.

Tidak ada pilihan lain. Terpaksa ia menghadapi dua orang laki-laki yang sedang bertugas malam tersebut. "Assalamu'alaikum ukhti mau kemana?" tanya salah seorang dari mereka.

Alya berhenti kemudian ia meliriknya. Itukan cowok yang ketemu ditempat wudhu, batinnya.

Mendadak Alya mempercepat langkahnya. Tidak bukan mempercepat, namun ia berlari.

"Masya Allah, riq cepetan kamu panggil ustadz," ucap teman Fariq kaget.

"Gak, kamu aja yang panggil. Biar aku yang kejar," bantah Fariq kemudian dengan cepat ia mengejar Alya.

Sekitar kompleks pesantren sangat sepi, apalagi jalanan. Ini sudah larut malam. Fariq takut perempuan yang ia kejar sekarang akan mengalami hal yang buruk, sebab di pengkolan saat keluar perkomplekan disana tempat biasa para banci berkumpul.

"Ukhti tolong berhenti!" teriak Fariq yang pastinya masih terdengar oleh Alya namun tak digubris.

"Aduh, itu cowok ngapain lagi ngejar gue," celoteh Alya sambil melirik ke belakang sekilas.

Bug.

Fariq lega namun kasihan melihat Alya yang tengah merintih kesakitan akibat jatuh tersandung batu. Dengan cepat Fariq menghampiri Alya, takut perempuan itu kabur kembali.

"Ngapain sih malam-malam gini olahraga?" sindir Fariq yang sekarang berdiri dihadapan Alya.

"Berisik lo! bantuin kek."

Fariq terkekeh.

"Afwan kita bukan mahrom," tolak Fariq lembut.

"Jadi kalo gue mati disini lo lebih mentingin kata-kata mahrom lo dibanding nolongin gue?!" ucap Alya jengkel.

Fariq menyimak dan memperhatikan setiap kata dan tingkah Alya, gemas batinnya.

"Tu ada ustadzah dia yang bakal nolongin kamu," ujar Fariq setelah melihat Jani dan Haikal datang menghampiri.

***

Sudah rutinitas setiap jum'at pagi para santri bergotong royong membersihkan lingkungan pesantren namun terkhusus jum'at ini Alya lah yang akan bergotong royong sendiri sebagai hukuman karena mencoba untuk melarikan diri. Setelah kurang lebih satu jam membersihkan sekitar pesantren akhirnya Alya memutuskan untuk beristirahat, duduk dikursi taman sambil membujurkan kakinya.


"Sial amat dah gua, biar gimana pun pokoknya gue harus keluar dari sangkar penjara ini," gerutu Alya.

"Fariq kamu tolong bilang sama pak kiai kalau dokternya sudah datang," ujar Haikal memberi perintah.

"Baik ustadz."

Pemilik nama lengkap Alfariq Althaf Ghifari tersebut berjalan dengan senang hati menuju rumah pak kiai sang pemilik pondok pesantren. Dokter yang sengaja didatangkan itupun atas perintah pak kiai untuk ditugaskan memeriksa kesehatan para santri. Saat melewati taman, Fariq menemukan Alya duduk selonjoran sambil berkipas menggunakan sepotong kardus yang didapatinya saat menyapu halaman.


Fariq melihat tidak ada siapa-siapa melainkan Alya. Ia ingin menghampiri Alya untuk sekedar bertanya perihal kejadian semalam. Tapi takut maksudnya itu disangka buruk oleh orang yang melihat. Dari kejauhan Alya melihat seorang lelaki berdiri ditengah lapangan. Alya belum mengenal nama lelaki tersebut, tapi Alya sangat mengenali wajahnya.


"Hei cowok ngapain jemuran disono, bosan putih apa?" teriak Alya.

Keinginan Fariq untuk bertanya perihal semalam tampaknya didukung kondisi.

"Assalamu'alaikum," ucap Fariq yang telah dihadapan Alya sembari menunduk.

"Ngapain lo disini?! gue gak nyuruh lo kesini! tau gak gara-gara lo gue gak jadi keluar dari tempat ini dan gara-gara lo juga gue dapet hukuman kek gini," celoteh Alya semangat empat lima.

Fariq tersenyum namun masih menunduk.

"Hoi gue lagi ngomong ni, malah nunduk lagi," ucap Alya kesal seraya memegang dagu Fariq dan mendorongnya ke atas sehingga mata Fariq pun sekarang menyoroti matanya.

"Astaghfirullah." Sontak Fariq langsung mundur dua langkah.

Dan Alya semakin kesal.

"Sok banget sih lo!"

"Maaf, sebaiknya kamu harus bisa bersikap lebih sopan dan tolong jangan gunakan anggota tubuhmu yang mana pun untuk menyentuh yang bukan mahrommu."

Jleb.

Tepat setelah kata itu dilontarkan Fariq, Alya langsung merasakan nyeri seperti ada benda yang menusuk hatinya. Alya terduduk lemas, ia terdiam. Kata-kata Fariq masih membayang jelas dibenaknya. Seberapa banyaknya laki-laki yang mengenalinya atau dikenalinya Alya tak pernah mendapatkan kata-kata sesarkatis itu. 


***

Assalamu'alaikum readers. Selamat membaca, jangan lupa vote n comment!

Sajadah Cinta [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang