Cara pertama telah gagal dilakukan Alya untuk keluar dari pesantren tersbut. Namun ia tidak pernah berputus akal, bukan Alya jika tidak memiliki berjuta ide. Sambil memperhatikan ustadz Fajri menjelaskan pelajaran yang baru pertama kali ia temui selama duduk dibangku sekolah, Alhadits namanya. Alya memikirkan ide baru yang akan diaksikan nantinya.
"Alya, coba kamu jelaskan apa yang saya jelaskan tadi!" titah Fajri, seketika membuat Alya kebingungan.
"Makanya kalo ustadz Fajri jelaskan itu diperhatiin, jangan sibuk melamun gak jelas," nyinyir Salwa.
Alya memutar bola mata malas ke arah Salwa. "Eh maaf ustadz tolong jelaskan sekali lagi," pinta Alya.
Fajri mengulas senyum sembari menjelaskan materi kembali apa yang sudah dijelaskannya tadi.
"Seorang sahabat nabi bertanya kepada nabi siapa orang yang pertama kali harus kita hormati, lalu apa kata nabi? Ia menjawab ibu, ibu, ibu kemudian baru ayahmu. Ayyuhattholibaat jadi derajat ibu itu tiga kali lebih tinggi dibanding ayah akan tetapi kita juga harus menghormati ayah."
Alya yang sekarang sudah memfokuskan perhatiannya pada Fajri pun mengangguk mengerti hingga penjelasan sang ustadz tersebut berakhir setelah bel berbunyi.
"Alya kamu mau kemana?" tanya Nuri ketika berpapasan dengan Alya dipintu kelas.
Sementara Alya hanya menggeleng dan melanjutkan aksinya yang baru saja ia dapati. Diketuknya pintu ruang yang diatasnya bertuliskan Basecamp pamong. Setelah mendapat izin barulah Alya memasuki ruang tersebut.
"Kenapa Alya?" tanya perempuan yang tengah sibuk memainkan benda canggih berukuran sedang dan berbentuk segi empat.
"Mau pinjam handpone," kata Alya tanpa basa-basi.
"Oh, buat apa?"
"Nelponlah."
"Iya ustadzah tau, maksudnya mau telpon siapa?"
Alya menghembus nafas kasar berkali-kali, pikirnya sungguh rumit untuk sekedar meminjam handpone.
"Temen."
"Ayo ikut ustadzah!" titah Aisyah -orang yang pertama kali Alya temui ketika masuk ke pesantren ini- sembari berjalan menuju ruang khusus telpon diiringi Alya.
"Silahkan telpon temanmu!" ucap Aisyah sambil menunjuk beberapa deretan telepon yang dilengkapi dengan bangku tinggi.
Dengan cepat Alya mengetik tombol yang tertera ditelepon lalu menempelkan benda tersebut pada telinganya, menunggu suara Pricilla mewarnai gendang telinga. Begitu dengan Aisyah yang juga menunggu Alya menghubungi temannya. Sudah peraturan, setiap santri yang menggunakan telepon harus dalam pengawasan.
"Hallo ini siapa ya?" tepat setelah suara itu terdengar Alya langsung tersenyum sumringah.
"Cil gue kangen!"
Pricilla yang mendengar itu pun masih mengingat jelas pemilik suara tersebut. "Alya ini lo? astaga, Al, lo kemana aja? gue juga kangen banget tau, Aldo juga apalagi Farel," ucap Pricilla menyembur.
"Gue di pesantren, Cil. Masa lo gak tau."
"Nyokap lo maren bilang gitu, tapi gue mau mastikan lagi."
"Cil, gue mau minta tolong ni," pinta Alya sambil melihat ke arah Aisyah yang masih setia menunggu dirinya.
"Apa?"
Alya berdiam, ia tak berani mengatakan permohonannya ini. Takutnya Aisyah akan memberi tahu pada Jani dan Alya bisa-bisa mendapatkan hukuman kembali.
"Al?" panggil Pricilla.
"Hmm iya?"
"Mau gue tolongin apa?"
Hah gue tau harus apa, ucap Alya membatin.
"Ustadzah istirahat aja ke basecamp, gue gak usah ditungguin," ujar Alya menyeleweng ditengah obrolannya.
"Oh jadi ada guru lo, Al?"
"Iya cil," jawab Alya bahagia karena Pricilla berhasil menerka seperempat keinginannya.
"Terus kenapa? guru loh gak boleh tau gitu?" tebak Pricilla.
"Nah bener banget tu, Cil. Jadi lo tau kan maksud gue apa, tolongin ya!"
Aisyah yang mulai menaruh curiga pada Alya pun memerintahkan santrinya itu untuk melanjutkan telepon dilain waktu.
"Alya waktumu sudah habis."
Alya mengangguk.
"Cil, udah dulu ya. Bye muah!" ujar Alya sembari menutup telepon.
Aisyah menggeleng-geleng melihat tingkah Alya yang terjerat kelakuan remaja sekarang. "Alya kalau memulai dan menutup telepon itu ucapkan salam, jangan muah-muahan gitu," nasihat Aisyah.
"Gue udah biasa kek gitu."
Aisyah mengusap dadanya perlahan, menyabarkan diri dalam menghadapi Alya.
"Satu lagi, kamu gak boleh nyebut dirimu dengan sebutan gue kepada orang yang lebih tua." Sambil menatap Alya tegas.
"Kamu bisa sebut dirimu dengan nama atau dalam bahasa arab ana," lanjut Aisyah.
Yang diberi nasihat hanya mengangguk namun tidak begitu memikirkannya. Alya berjalan memasuki kelasnya sambil berekspetasi. Ia berharap sehabis pelajaran berakhir teman-temannya datang menjemput untuk pulang.
"Dari mana?" tanya Salwa yang terlihat penasaran.
Alya memicingkan matanya. "Gak ada urusan sama lo!" cetus Alya tak suka.
"Ana itu nanya karena anti tadi dicari sama ustadzah Meli," kata Salwa berucap benar sambil mengkepoi urusan Alya.
"Iya Alya tadi ustadzah Meli nyariin karena tadi kan jam pelajarannya dia," sambung Nuri.
"Dia guru apa?" tanya Alya yang mulai ingin menanggapi empati Nuri.
"Guru seni, tenang aja kamu gak alpa kok," kata Nuri lagi.
***
Ayyuha attholibaat = baiklah siswi² sekalian.
Kalo ada yang pengen ditanya lagi comment aja ya!Happy reading, dont forget to vote, tq.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajadah Cinta [SUDAH TERBIT]
Espiritual[SUDAH TERBIT] untuk pemesanan link di bio. Wahai lelaki yang suatu saat nanti sajadahku berada tepat dibelakangmu, bimbinglah aku agar menjadi makmummu yang selalu bertaqwa pada Allah. Aku tak perduli betapa banyak kekurangan atau pun kelebihan dal...