Sesampai di sekolah gerbang sudah tak mempunyai wewenang untuk membiarkan Alya masuk. Sekarang pukul 07.56 WIB, empat menit lagi tepat jam delapan. Kalau pun Alya memelas kepada Pak satpam untuk membukakan gerbang, semua akan sia-sia.
Pak satpam sudah tidak berani lagi untuk menyelematkan Alya dari hukuman, Meski akan disuap dengan dua bungkus rokok lagi, bahkan satu kardus sekalipun ia tetap bersikukuh. Kali ini pekerjaannya sebagai taruhan jika ia membiarkan Alya tetap masuk.
Namun, Alya masih punya cara kedua agar dirinya tetap bisa masuk, melompat di belakang gedung sekolah tempat langganannya bolos. Ya, cara ini paling efektif, ia masuk dengan sangat mudah. Tapi sayangnya ia terciduk oleh salah seorang guru bernama Malik, tanpa alasan lagi Alya harus mengikuti Pak Malik ke ruang bimbingan konseling.
"Kamu Alya kan? Murid yang sering terlambat dan suka bolos?" tanya Pak Malik dengan menyebutkan semua keburukan Alya.
Alya menyengir bak tanpa beban, menciptakan lekungan bibir yang sempurna. Hampir saja Pak Malik terlena apalagi ia masih berstatus lajang. Ia sangat mewanti-wanti jatuh cinta kepada siswi semacam Alya, bisa gagal harapannya mendapat warisan tujuh turunan jika tidak mendapatkan seorang istri dokter.
"Hei saya itu bertanya, kenapa kamu malah tersenyum?"
"Kok Bapak bisa tau nama saya, Bapak stalking saya ya," canda Alya yang sangat pandai menggoda insan, tak peduli perempuan atau laki-laki, teman ataupun guru.
"Saya tidak main-main! Kamu mau saya laporkan ke kepsek," sergah Malik menetralisirkan keadaan.
Mendengar kata-kata Kepala sekolah Alya langsung menumbuhkan tiga puluh persen keseriusan dari seratus persen sifatnya yang suka bercanda. Siapa yang tidak mengeri jika mendengar nama Kepala sekolah. Bapak berpostur tinggi nan besar, berkumis tebal, berkulit putih dan berperut buncit. Tidak, bukan posturnya yang ditakuti oleh para murid namun sikapnya yang tegas. Alya serta sahabat-sahabatnya Pricilla dan Aldo pun pernah dilecut hingga tiga puluh kali, push up dua ratus kali hanya karena ketahuan makan di kantin saat jam pelajaran. Yakinlah, jika Bapak kepala sekolah yang bernana Sarifudin itu tidak menghukum pada kekerasan fisik Alya masih mempunyai keberanian bercanda dengannya.
"Jangan dong Pak, iya deh gak bakal bandel lagi," kata Alya sok membuat janji.
"Yakin?"
Alya mengangguk dramatis.
"Tapi saya tidak percaya," singkap Malik.
"Terserah Bapak sih, tapi saya beneran gak bakal nakal lagi," kata Alya mencoba mengibuli Malik.
"Oke saya pegang janji kamu, tapi kalo sampe ketahuan sekali lagi. Kamu tau sendiri akibatnya!"
"Iya Pak Iya." Alya mengangguk semangat.
"Ya udah masuk kelas sana!"
"Terimakasih Pak!"
"Alya-Alya... untung kamu cantik," gumam Malik ketika Alya sudah beranjak pergi.
Alya sibuk melambai-lambaikan tangannya di depan pintu kelas berharap Pricilla melihat, tapi Pricilla begitu fokus. Fokus dalam memainkan handphone sehingga tidak peka akan keberadaan Alya. Walaupun di chating atau telpon sekalipun ia tidak akan menghiraukan karena pripayer kesayangannya itu tak ada duanya. Tenang saja masih ada Aldo dan Farel yang siap membantu, pikir Alya.
"Dok, Rel, temuin gue di depan kelas XI Ips 1"
Ketiknya, kemudian mengirimkan pesan tersebut di grup whatsapp mereka.
Yang merespon hanya Aldo. Alya telah menduga. Kalau Farel tidak merespon karena dirinya fokus memperhatikan penjelasan guru, maklum anak rajin. Berbeda dengan Alya, Aldo dan Pricilla.
"Kenapa lo gak masuk?" tanya Aldo yang sekarang sudah dihadapan Alya.
"Gak mood!"
"Terus minta ditemenin? Males banget, minta temenin tu sama Farel."
"Bukan itu."
"Terus?"
"Mobil gue diambil karena kalah taruhan balapan tadi malam."
Sontak, Aldo menciptakan lingkaran pada mulutnya. "Serius lo?" tanyanya kaget.
"Iyalah. Ngapain gue boong?!"
"Nyokap bokap lo tau?"
"Itu dia, gue takut mereka tau."
"Lo sih, coba lain kali kalo pengen lakuin hal yang baru itu cari yang bermanfaat."
Alya meninju lengan Aldo pelan. "Sok nasehatin gue lu!"
"Lo balapan dimana?"
"Di lapangan gedung terbuka."
Pulang sekolah Aldo, Pricilla, dan Farel langsung menemani Alya. Mencari keberadaan orang yang menjadi lawan balap Alya, ke tempat dimana Alya kemarin balapan. Bagusnya Melody masih disana nongkrong bersama teman-temannya. Alya langsung turun dari mobil dan mendekati Melody.
"Wah liat ni gengs, dia bawa komplotan! Gak terima ya, Buk, kalah kemaren," ejek Melody.
"Ini bukan soal terima atau gak. Gue mau mobil gue balik. Berapa pun yang lo mau gue bayar," ujar Alya.
"Sombong amat lu! gue gak mau, kecuali lo mau kasih gue satu miliar," kata Melody tersenyum picik.
"Gilak kali, lo pikir gue anak sultan?!" Alya mulai terpancing emosi.
"Lah bokap lo kan pengusaha kaya. Masa anak minta 1M gak dikasih," ujar Melody.
"Maksud lo apa?!" Alya sudah tak bisa bersabar. Ia menarik kera jaket Melody dengan kasar, tak peduli berapa banyak teman-temannya disana.
"Ngajak ribut ni cewek!" kata seorang teman Melody membalas perlakuan Alya dengan mendorongnya hingga terjatuh.
Farel, Aldo, dan Pricilla pun tidak terima. Terlebih Farel tidak bisa menahan emosinya. Ditendangnya dengan keras orang yang mendorong Alya tadi hingga terpelanting cukup jauh. Tentu saja orang tersebut laki-laki sebab itulah Farel berani menghantamnya.
"Banci lo berani sama cewek!" maki Farel seraya mendaratkan pukulannya diwajah laki-laki tersebut.
Satu dilukai yang satu tidak terima, begitulah terus hingga akhirnya terjadilah perkelahian yang sengit. Sampai satu titik dimana mereka berhenti tiba polisi datang mengamani.
***
Kedepannya insyaallah aku bakal updetnya agak lama, soalnya lagi sibuk ujian sekolah. Do'ain aja dapat nilai bagus ya! Terakhir berikan vote kalian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sajadah Cinta [SUDAH TERBIT]
Spiritual[SUDAH TERBIT] untuk pemesanan link di bio. Wahai lelaki yang suatu saat nanti sajadahku berada tepat dibelakangmu, bimbinglah aku agar menjadi makmummu yang selalu bertaqwa pada Allah. Aku tak perduli betapa banyak kekurangan atau pun kelebihan dal...