Two

58 7 2
                                    

"Emang lo berhak komenin hidup gue? Siapa lo? Sok tau banget sama hidup gue! Gue hidup bukan untuk buat lo bangga!"


- Arthania -

Ting! Ting! Ting!

Bel berdenting tiga kali berarti waktunya istirahat. Murid murid berhamburan ke kantin, ke lapangan, bahkan ada juga yang ke perpustakaan ataupun diam di kelas. Thania, Karin, Lisa dan juga Farah menghabiskan jam istirahatnya untuk makan di kantin. Mereka berjalan menuju kantin sambil berbincang bincang kecil.

Tapi tiba tiba mereka diam ketika melihat orang orang yang berkerubung di kantin. Mereka saling lirik satu sama lain seolah sudah sesuatu. Tapi hanya Thania yang tidak mengerti di sini.

"Apaan sih?" tanya Thania kepo karena ia tidak paham bicara dengan tatap tatapan.

"Kalau ada kerubungan kayak gini, pasti sebabnya cuma dua..." ucap Karin pelan, lalu Farah mengangguk kecil.

"Kalau bukan Pras dkk yang lagi cari perhatian.." sambung Farah, membuat Thania bingung.

"Berarti si Rafa lagi marahin orang." lanjut Lisa, tapi Thania masih bingung. "Siapa Rafa?" tanyanya penasaran.

"Itu.."

BRAAKK!

"APA? HAH? MARAH? BAJUNYA KENA TUMPAHAN MINUMAN GUE DIKIT DOANG JUGA LO MARAH? LAKI BUKAN LO? BANCI!" ucap seorang laki laki dengan lantang, membuat obrolan Thania dkk berhenti.

Sedangkan yang di omongin tadi -Rafa- hanya membalas dengan tatapan tajam. Sebenarnya Rafa marah karena mamanya pernah bilang begini, "Rafa, kamu jaga baju ini baik baik ya. Baju ini, sekolah keluarga kita, dan semuanya. Karena ini hasil kerja keras semua orang. Tau gak? Baju ini awalnya dari kapas, terus di olah sama beberapa orang, terus jadi kain dan di bentuk berbagai macam model oleh penjahit. Lalu jika baju kamu kotor, mama yang cuci dan mama yang setrika. Itu melibatkan banyak orang kan Rafa? Maka dari itu kamu harus menghargainya. Jangan dikotori, jangan dibuang karena lebih baik di kasihkan kepada yang membutuhkan daripada dibuang. Inget nasihat mama ya Rafael Maurendra." mamanya berkata dengan lembut. Lalu Rafa tersenyum kecil.

Mengingatnya membuat Rafa teringat akan ibunya. Sang mama yang selalu menasihatinya. Tapi kali ini, Rafa mengecewakan mama karena tidak mendengar nasihat mamanya. Padahal bukan dia yang membasahi baju itu, tapi ia merasa sedih karena mengecewakan mamanya.

Maafin Rafa mah. Batinnya sedih, lalu menatap tajam laki laki tadi.

"APA? HUH? LAGIAN GUE UDAH MINTA MA-.."

"SHUT UP!" potong Rafa sambil mengangkat telunjuknya ke atas.

"Lo yang gak tau apa apa mending diem aja! Jangan asal bacot gajelas cari perhatian." lanjutnya sambil menarik kerah laki laki itu. Laki laki yang bilang 'Rafa banci' itu menggeram kesal, memang sih awalnya dia pengen cari perhatian dan penasaran sama si cowok banci ini, tapi ternyata malah ia yang di permalukan. Senjata makan tuan.

"STOP! STOP! STOP! Ini apa apaan sih! Kalian gak ada guna banget nontonin yang beginian! Bubar!" teriak seorang gadis menghentikan aksi mereka lalu membubarkan penonton, dia Thania.

"Dan lo-.." Thania menunjuk Rafa. "Gak usah ngeributin hal gak penting kayak gini tau gak? Gak etis banget, lo jadi tontonan anak anak disini tau gak! Emang gak malu gitu?"

ArthaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang