Tantangan Mendaki

3.8K 153 15
                                    

Tettetteeeeeeet....

Klakson metromini menyalak nyaring, menyuarakan ketidaksabaran pengemudi, mengusir semua kendaraan menyingkir dari jalannya. Pemandangan yang tidak asing lagi di jalanan Ibukota. Bus-bus penguasa jalanan mengintimidasi kendaraan lain dengan gaya menyetirnya yang ugal-ugalan.

Ketika lonceng penanda ditutupnya palang pintu kereta berbunyi, pengemudi Metromini kembali membunyikan klakson tanpa henti, memaksa kendaraan di depannya untuk melaju. Berusaha menerobos palang kayu bercat merah putih yang sedang bergerak turun.
"Gila tuh metromini! Masa gue harus nerobos rel. Ogah banget gue mati konyol!"

Dengan kesal, Kiki mengumpat ke arah minibus yang khas dengan warna merah-oranye, birunya itu.

"Makin semrawut aja sih nih kota!" laki-laki muda itu kembali menumpahkan kekesalannya, "Masa jalan ngantor aja mesti dua jam sendiri. Kalo kaya gini gue pasti telat buat meeting sama bos. Sumpah puyeng banget gue! Gila... gila... suntuk!!!"
Di tengah kekesalannya, notifikasi pesan masuk ke layar ponselnya.
"Ki, Lo udah ngabarin yang lain blom?"

Pesan whassap Bayu mengingatkan Kiki akan acara kumpul-kumpul mereka malam ini. Dia lupa memberitahu temannya yang lain tentang lokasi dan jam reuni kecil mereka. Kiki tahu Bayu akan mengamuk jika dia lupa mengerjakan apa yang sudah diperintahkan padanya, sehingga dia memilih untuk tidak segera membalas pesan dari Bayu. Bukan hal baru bagi Kiki menghadapi sifat Bayu yang nge-bossy dan arogan. Bahkan dia sudah kenyang dengan kelakuan sahabatnya itu. Tapi di tengah penat pikirannya pada pekerjaan, dia tidak sedang ingin mendengar ocehan Bayu.

Klakson Metromini kembali menyalak keras saat palang pintu kereta terbuka, menyadarkan Kiki dari lamunan kecilnya. Setelah menaruh ponselnya kembali di dasbor mobil, dia segera melajukan mobilnya dengan cepat. Berusaha tiba di meeting tepat waktu dan melakukan apa yang diperintah Bayu.

***

Kiki bersama ketiga sahabatnya sedang berkumpul di Odyessia, sebuah restoran outdoor yang terletak di pusat kota Jakarta. Setelah penat bekerja, mengenang masa-masa seru semasa SMA merupakan selfhealing bagi Kiki di tengah penatnya dunia kerja. Dan di setiap pertemuan mereka, Bayu selalu saja menjadi orang yang meriahkan suasana dengan cerita-cerita serunya.

"Eh Lo inget nggak dulu, Kiki ngompol waktu ketemu panitia yang lagi nyamar jadi pocong di jurit malam."

"Ya iya bener, inget gue Bro." Gilang langsung menyambut ejekan Bayu pada Kiki. "Gue inget banget waktu itu dia di sebelah gue ngompolnya." tambah Gilang lagi.

"Anjir Lo pada." Kiki segera bersuara, menghentikan cemooh kawan-kawannya sebelum berkembang jauh. "Itu bukan ngompol tauk, tapi sebelum jurit malam celana gue ketumpahan air."

"Ah ngeles aja lo Ki, kaya Bajaj. Lo ama setan aja takut apalagi sama bini nanti." ledek Gilang lagi.

"Iya cemen banget Lo Ki jadi cowok! Gimana kalo solo hiking kayak gue. Bukan cuma ngompol, bisa berak di celana Lo." Tawa Bayu lagi-lagi disambut oleh Gilang.

Kiki seperti biasa tidak menanggapi ejekan Bayu dan Gilang padanya.
Mendengar celaan kawan-kawannya, dia hanya bermuka masam dan tidak berani melawan. Dia meneguk es teh manis di depannya, berusaha tidak memedulikan ejekan Bayu dan Gilang.

Untung saja pelayan segera menghidangkan pesanan mereka sehingga adegan cela mencela itu bisa segera terhenti. Selama beberapa saat Kiki dan teman-temannya sibuk menyantap hidangan di depan mereka sampai Risa, satu-satunya teman perempuan mereka memecah keheningan.

"Ngomong-ngomong Bay, setahun belakangan ini lo udah naik gunung apa aja?"

Bayu mengeluarkan ponselnya, "Nih gue tunjukkin foto-fotonya." jawab Bayu penuh antusias.

Bayu menunjukkan satu persatu foto dalam galerinya, sambil sesekali bercerita dengan bangga pengalamannya mendaki gunung sendirian tanpa merasa takut. Bahkan ketika beberapa kali dia mengalami kejadian mistis di gunung.

Kiki yang tahu bahwa Bayu selalu melebih-lebihkan ceritanya hanya diam saja. Asyik menikmati nasi goreng di depannya. Sedangkan kedua temannya seperti terhipnotis dengan cerita petulangan Bayu di Gunung Semeru.

"Gila lo keren banget sih Bay, nyali lo tuh gede banget. Hebat lo nggak takut muncak sendirian, padahal kabut lagi tebel banget di Semeru." Gilang menepuk bangga bahu sahabatnya.

"Kalau kata gue, si Bayu ini lahir bukan di rumah sakit tapi lahir di Gunung, bener nggak Ki?" lanjut Gilang memuji Bayu.

Kiki menjawab datar, "Iya mungkin sih."

Tidak seperti Gilang, Kiki merasa tidak ada yang spesial dari Bayu. Ia tahu Bayu hanya suka mendaki gunung beberapa kali tapi suka sesumbar dengan menambahkan bumbu-bumbu petualangan di ceritanya. Sehingga setiap ada temannya yang bertanya kebenaran cerita petualangan Bayu di gunung, dia memilih untuk diam atau menjawab sekedarnya.

"Next Lo ada rencana naik gunung apalagi?" tanya Risa penuh ingin tahu.
"Week-end depan gue mau muncak nih. Lo mau ikut nggak Ki, belajar jadi cowok sejati!"

"Kayanya enggak deh Bay. Minggu depan, ada deadline kantor, takutnya nggak kekejar." Kiki berbohong, dia malas menanggapi obrolan Bayu yang kembali mencemooh dirinya.

"Lo ikut nggak Lang?" Kali ini Bayu menawari Gilang.

"Memang lo mau naik gunung apa Bay?"

"Gue mau muncak di Salak 1, Lang."

"Wah deket tuh dari Jakarta, gue ikut deh. Gue pengen banget naik gunung Salak dari dulu, tapi selalu cancel last minute karena kerjaan numpuk." Kata Gilang menjelaskan.

"Okey Bro. Eh lo juga harus ikut Ki. Jangan banyak alasan! Katanya suka banget sama Gunung. Poster Gunung gede banget di kamar. Masa satu kali aja nggak pernah naik. Kalah sama playboy cap kampret tuh!" jari Bayu menunjuk lurus ke arah Gilang. "Fuck boy metroseksual kaya dia aja pernah naik ke Lawu bareng gue."

Gilang tertawa cekikikan melihat Bayu terus memberondong Kiki dengan desakan untuk ikut mendaki Gunung bersama mereka.

"Udah ikut aja Ki. Aman kok muncak bareng Bayu. Udah expert dia." Gilang ikut memanas-manasi.

"Serius nggak bisa gue. Takut nggak kekejar itu deadline." Kiki kembali beralasan.

"Ah ga asik Lo Ki."

"Oh ya gaes kalo gue ikutan kalian boleh nggak?" Tanpa diduga Risa memotong pembicaraan mereka.
"Ya boleh lah Sa." Ucap Bayu dan Gilang hampir bersamaan.
Mendengar Risa akan ikut, Kiki segera mengganti jawabannya. "Eh gue ikut deh Bro, kayanya sabi deh ngejar deadline sebelum week-end."
"Ah basi Lo Ki, giliran Risa ikut lo baru mau ikut. Modus lo!"

Gilang tertawa mendengar sindiran Bayu yang menohok.

Teman-temannya tahu sejak kelas 1 SMA, Kiki sudah menyukai si cantik Risa.

"Bener Bay, munafik banget nih si Kiki! Jujur aja kali Ki kalo Lo suka sama Risa! Mumpung ada orangnya di sini."

"Apaan sih Lo! Rese banget!" suara Kiki terdengar sangat marah. Dia menoleh ke arah Risa. Berusaha memastikan reaksi gadis yang disukainya. Namun Risa hanya diam saja dan terus memainkan sedotan di es teh manisnya.

Kiki menyalakan sebatang rokok. Menghisap dalam-dalam asapnya. Berusaha meredam emosinya, dia tidak ingin teman-temannya membaca penuh perasaannya.

"Jadi orang tuh gentlement Ki, jangan cengengmen!" Bayu ikut menimpali.
"Susah Bay kalo mama boy tuh emang cemen pasti, nggak kaya kita LAKI!"

Tawa Bayu dan Gilang kembali berkejaran.

"Bener ya Ki, Lo ikut muncak bareng kita. Awas kalo nanti ganti jawaban lagi! Gue sunat nanti biar nggak jadi laki lagi."

Sementara Kiki hanya diam, mengabaikan tawa Bayu dan Gilang yang semakin menjadi. Dia terus menghirup kepulan asap yang semakin menebal di setiap hisapannya. Seolah dengan begitu dia bisa menutupi penyesalannya menyanggupi naik ke Gunung Salak bersama mereka.[]

PULANG DALAM DEKAPAN GUNUNG SALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang