Kijang Berlonceng

2.8K 53 3
                                    

Mengikuti terus alunan gamelan, Risa berjalan sampai ke ujung pohon-pohon Pasang. Pepohonan hilang berganti dengan hamparan tanah luas. Ia merasa aneh, ada tempat semacam ini di Gunung Salak. Dan yang lebih membuat heran, di depannya berdiri gerbang dengan tembok kokoh yang terbuat dari emas murni. Gerbang itu dihiasi interior Rarawis Kanchana yaitu bunga berwarna emas. Bubung atasnya berwarna keemasan dengan dua naga merah yang saling menjaga. Kesan mistisnya sangat terasa.

Di depan gerbang terdapat puluhan orang katek yang sedang berbaris menjaga. Penjaga gerbang itu tidak mengenakan baju dan hanya menggunakan kain poleng sebagai bawahan. Kain bermotif kotak-kotak hitam putih yang biasa digunakan di upacara adat Bali. Mata mereka berwarna merah menyala, belum lagi bibirnya yang sobek dari ujung telinga ke telinga satunya. Risa bergidik ngeri melihatnya.

Mereka berbicara dengan berisik, menggunakan bahasa yang Risa tidak mengerti. Dan setiap kali mereka berbicara, giginya yang runcing-runcing tajam terlihat sangat berkilat. Ia yakin makhluk-makhluk ini bukanlah manusia biasa, melainkan penghuni Gunung Salak.

Melihat kehadiran Risa, mereka menunjuknya dan berteriak-teriak marah.

Meski merasa ketakutan Risa mencoba untuk menguasai dirinya. Ia sadar, para penjaga itu marah melihat dirinya memegang tangkai bunga anggrek hitam. Karena makhluk-makhluk kerdil itu terus-terusan menunjuk marah ke arah tangannya.  Risa segera meletakkan anggrek hitam  ke atas  tanah sebelum kemarahan mereka menjadi-jadi.

“Saya mohon maaf jika kehadiran Saya dan teman-teman saya menganggu penghuni di sini. Bukan Saya yang memetik bunga ini, dan teman Saya juga melakukannya tanpa sengaja. Ia tidak sadar bahwa tindakannya itu merusak alam. Mohon maafkan kesalahan Kami.” jelas Risa panjang lebar.

Makhluk-makhluk itu kembali berbicara berisik satu sama lain. Sebagian menyeringai geram ke arah Risa dan sebagian lagi terus berbicara, berdebat satu sama lain. Di tengah perdebatan, satu makhluk kerdil maju ke depan, suaranya keras berteriak membuat yang lain berhenti berbicara.

Hening. Risa pun tidak berani bergerak. Dia bahkan menahan napasnya. Menunggu dengan penuh harap.
Risa merasa lega ketika makhluk yang berhasil mendiamkan pasukan katek lainnya menunjuk ke arah barat. Dengan gerakan tangannya, Risa mengerti dia diminta pergi ke arah itu.

Risa pun mengangguk berterima kasih dan mulai berjalan ke arah barat.  Baru beberapa langkah dia pergi, Risa melihat Kijang berlonceng di kejauhan. Risa bergerak dengan cepat, mengikuti langkah lincah kijang di depannya. Dia berharap kijang berlonceng itu dapat menuntunnya kembali ke tempat Kang Daud dan teman-temannya mendirikan tenda.[]
















PULANG DALAM DEKAPAN GUNUNG SALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang