Sosok Pendaki Misterius

2.5K 115 11
                                    

Kiki melihat jam di ponselnya menunjukkan pukul 4. Kabut sudah mulai turun, suasana jadi terasa lebih gelap dari yang seharusnya.
Suara gemericik air mengalir menandakan mereka sudah dekat dengan tujuannya. Tiba di mata air, Kiki mulai mengisi botol-botol mereka.

Hutan yang gelap dengan bunyi-bunyian alam yang tak akrab di telinga membuat bulu kuduk Kiki meremang. Apalagi ketika dari kejauhan dia kembali mendengar suara desahan nafas.  Sekarang dia mulai parno.

“Woy Bay, cepetan dong!” teriak Kiki memanggil Bayu yang menjauh dari mata air.

"Ntar dulu Ki, gue lagi kencing. Bentar lagi ok Bro!" teriak Bayu dari kejauhan.

Mengusir ketakutannya Kiki mencuci wajahnya. Air pegunungan terasa segar membasuh kulitnya yang lengket karena keringat.

Di tengah keheningan, Kiki mendengar desahan nafas. Dia merasa ada orang lain di belakang. Sontak dia menoleh. Ternyata benar ada seorang pendaki yang sepertinya ingin mengambil air di situ.

"Eh bikin kaget aja si Akang."

Pendaki itu hanya tersenyum dan mengisi gelas minumnya dengan air.

Memecah kesunyian Kiki mencoba mengajak sang pendaki mengobrol. "Sendirian aja Kang? Teman akang mana?"

Lagi-lagi si Akang hanya tersenyum saja.

Ada perasaan tidak enak menyelinap diam-diam melihat pendaki itu tidak berbicara. Kiki segera pamit untuk pergi mencari Bayu.

"Ya sudah Kang silahkan dilanjut, saya mau ke teman saya dulu."

Baru berapa langkah ia berjalan, tercium bau busuk. Kiki menelan ludah. Dia yakin ada yang tidak beres dengan pendaki tadi. Dia menoleh dan ternyata benar Akang itu sudah menghilang.
Nggak mungkin!!! Baru berapa langkah gue pergi Akang itu sudah hilang dan tidak ada sama sekali suara langkah dia pergi dari tempat ini. batin Kiki berteriak ketakutan.

Tergesa-gesa ia menyusul Bayu "Bay!!! Bayu!!! Cepetan Bay, kita cabut dari sini!!!"

"Ngapain sih Lo buru-buru banget Ki?" Bayu yang saat itu heran melihat nafas Kiki tersenggal-senggal, bertanya dengan santai.

"Udah deh Bay cepetan Bay tadi gue ketemu Setan!" Kiki menyeret Bayu menjauh dari situ.

"Wah hoki dong lo lihat setan, kata emak gue kalau lihat Setan tuh lo mau dapet duit!"

"Jangan ngada-ngada Lo Bay! Buruan deh kita cabut dari sini!"

"Nyantai aja sih, nih lo lihat nih Jimat gue. Nggak akan ada apa-apa selama ada ini!" Bayu tersenyum sombong memamerkan jimatnya yang berbentuk kotak dari kulit dan digantungnya di leher sebagai kalung.

"Terserah Lo deh Bay, buruan aja deh kita balik ke tenda. Perasaan gue nggak enak banget!"

Bayu cuma terkekeh melihat ketakutan Kiki. Akhirnya dia menurut dan mereka berjalan kembali ke tenda.
***

Sepuluh menit mereka berjalan, Kiki kembali merasa aneh.

“Kok kita udah jalan jauh tapi nggak sampai-sampai ya? Belum lagi di sepanjang jalan gue cium bau kemenyan.” kata Kiki ketika merasakan kejanggalan itu. “Mana Hape gue nggak dapet sinyal lagi! Hape Lo dapat sinyal nggak Bay?”

Sambil berjalan mendahului, Bayu berkomentar, “Hape gue di tenda. Gue nggak kaya Lo, bawa hape ke mana-mana. Jangan bawel sih, ikutin gue aja.”

Dengan kesal, Kiki mengepalkan tinjunya, berpura-pura meninju Bayu dari belakang. Kiki berusaha keras meredam kekesalannya. Sambil bersungut-sungut dia terus mengikuti langkah Bayu di depan. Kiki menghentikan langkahnya. Terkejut mengenali salah satu pohon dengan sulur-sulur panjangnya yang menjuntai,

"Bay, Bay, Bay kayanya kita muter-muter aja deh dari tadi! Gue inget kita udah ngelewatin pohon itu dua kali!"

Bayu nyengir mengejek Kiki yang dirasanya sok tahu. "Semua pohon di hutan itu mirip kalek Ki! Paling bentar lagi kita juga udah sampai kok. Nggak usah parno gitu deh, Lo percaya aja sama gue!" lanjutnya lagi sambil meneruskan langkahnya.

Menurut Kiki lagi-lagi Bayu bersikap sok tahu, tapi mau bagaimana lagi Kiki cuma bisa diam dan terus mengikuti Bayu.

Di tengah perjalanan, Bayu menunjuk sebuah patok kayu yang tertanam di dekat sebuah pohon besar. "Ki kayanya kita harus lewat situ deh biar cepet nyampe! Itu gue inget patok itu tuh di sana!"

"Yakin lo Bay? Nanti kita malahan tambah nyasar nggak?"

"Yakin banget gue ke situ ada jalan pintas! Kan bukan baru sekali gue ke sini!"

"Ya udah gue tandain dulu pohon ini pakai slayer, jadi kalau Lo salah kita bisa balik lagi ke jalur ini."

"Ya udah cepet gih!"

Selesai mengikat slayer, mereka berjalan ke arah jalan pintas yang Bayu tunjuk. Sambil berjalan Kiki kembali melihat jam di ponselnya. Ponselnya belum juga mendapatkan signal dan waktu menunjukkan senja akan segera tiba. Kabut di sekitar mereka semakin tebal dan udara bertambah dingin seiring malam hampir menjelang.

“Bay, lihat itu. Bukannya itu slayer gue.” Kiki lari menghampiri slayer kotak-kotak biru yang terikat di dahan pohon.

“Bener ini punya gue Bay! Anjir berarti kita cuma muter-muter doang dong dari tadi.”

Bayu merebut slayer dari tangan Kiki.” Dahi Bayu berkerut. Dia ingat mereka berjalan lurus ke arah yang berlawanan dengan tempat ini. Mengapa mereka bisa kembali lagi ke tempat awal ini. Apa mungkin mereka jalan berputar-putar di tempat itu. Atau apa mungkin hutan ini ikut bergerak bersama mereka. Sambil mengendikkan bahunya, Bayu berusaha mengusir pikiran-pikiran anehnya.

Bayu mengikat kembali slayer Kiki ke dahan pohon itu. Dengan rasa malu, dia berkata lirih. “Benar Kita nyasar Ki. Coba lihat deh, udah ada sinyal belum di Hape Lo?’

Kiki menggeleng lesu, “Nggak ada signal, Bro.”

Bayu berpikir keras. Kedua tangannya mencengkram kuat rambutnya. Berusaha mencari jalan keluar. Bayu terlihat tidak tenang.

“Ok, begini aja Ki, kita jalan terus tapi Lo sambil teriak ya. Semoga Gilang, Risa atau kelompoknya Kang Daud bisa denger kita.”

Kiki mengangguk cepat dan mulai berteriak minta tolong. Sementara Bayu mengeluarkan peluit dari saku celananya. Berharap suara peluit itu dapat didengar orang lain.[]






PULANG DALAM DEKAPAN GUNUNG SALAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang