Saparua

111 4 3
                                    

Haikal dan aku berlari mengelilingi lapangan yang berada di depan kantor Kodiklat TNI-AD, di Jl.Saparua diantara 4 sahabat di MAN 2, hanya aku dan haikal yang aktif berolahraga. Namun, hanya haikal yang berprestasi banyak di futsal, sedangkan aku tidak terlalu.

Kita bisa mengelilingi sampai 15 keliling sambil bercerita dan tertawa, padahal sulit loh berlari sambil bercerita dan tertawa untuk mengatur nafas. Tapi tidak masalah. Kita selalu menertawakan hal-hal yang sederhana, seperti sepasang kekasih yang datang ke saparua duduk berdua di Ban tempat latihan parkur

"Sayang indah, ya," kata si cowo yang memakai celana Real Madrid.

"Makasih, sayang, kalo ga ada kamu saparua jadi gak seru," ujar si cewe dengan kaos biru.

Dialog itu, geli, asli. Kalo boleh, aku akan berpendapat bahwa si cowo adalah badut saparua dengan celana real madrid yang sedang ada di fase masa puber.

Aku dan Haikal jadi membayangkan, peran jomblo di tempat umum, ada atau engga juga tidak ada masalah kayaknya. Mereka seolah tersisihkan dari dunia perasaan. Itu mengerikan. Jangan sampai ada aliansi jomblo untuk melakukan perlawanan perasaan di saparua.

Tapi, bukan itu, sih, intinya aku dan haikal mensyukuri jomblo. itu tidak ada yang salah, yang salah itu baper kalo liat pria dan wanita lagi jalan berdua. Jalan dengan mantan gebetan kita maksudnya.

"Mas boleh pinjem, korek?" kata akang yang memakai kemeja biru ke Haikal.

"Oh, engga punya. maaf, Kang" Haikal kemudian melirikku "Niel, ada ga?"

"Korek, ya tahu sendiri, gakpunya, kal.."

"Yaudah, makasih ya.."

"Iya Kang, maaf," Haikal melanjutkan pembicaraannya "Kang mau tanya?"

"Oh, boleh, mangga.." (silahkan)

"Kang, disini emang bener ya banyak yang pacaran?"

"Eh, emang kenapa?" si Akang kaget.

"Ya gitu aja,sih, paling ngajak lari bareng gebetan mah sering a.." kata teman si Akang yang ada di sebelahnya.

Mereka melanjutkan percakapannya melebar kesana kemari, aku hanya menyimak apa yang mereka katakan.

--ooo--

Aku hanya teringat Erlis. Akang yang pakai kemeja tadi itu memberikan pencerahan, supaya besok aku ajak Erlis ke saparua untuk lari pagi.

Aku segera mengirim dia pesan.

"Kak," Kataku.

"Iya, de?"

"Besok pagi sibuk?"

"Gak terlalu, memang gimana?"

"lari, yu?"

"Hah? Serius? Lari kemana?"

"Saparua,"

"Aduh, gatau deh liat nanti aja yaa. Mudah- mudahan bisa,"

"Oke kak ditunggu kabarnya"

Pukul 06:00 tepat, aku menunggunya, hingga kakiku mulai terasa panas kelamaan menggunakan sepatu.

Pukul 10:00 tidak ada kabar dari dia. Ah, mungkin aku harus sadar diri juga, kalo dia memang tidak suka bila berolahraga denganku. Atau, bisa juga dia lupa, entahlah.

Pukul 16:00 aku masih berada di halaman rumahku, melakukan rutinitas setiap sore, olahraga ringan. Sebagai pengganti karna tidak ada jawaban dari Erlis.

Aku biasa melakukan push up, sit up, dan semacamnya. kalian akan menyangka bahwa aku adalah pria atletis. Kalian salah, aku pernah gendut dan sekarang kurus.

Olahraga ringan aku lakukan karena selalu teringat filosofi temanku Greg "Bila kamu jomblo, berolahragalah, karena disetiap tetesan keringat akan menimbulkan reaksi kimia kebahagiaan untuk melupakan kegundahan". entah darimana dia begitu paham teori itu, yang jelas, ada benarnya juga sih, aku bahagia.

Hp yang ada di atas meja sebelah kiriku tiba-tiba berdering, tidak ada nama kontak yang tercantum di pesan itu.

Ketika aku buka pesan itu isinya,

"Maaf baru kabarin, kemarin itu serius mau lari? Belum pernah diajak lari sama cowok soalnya. Lagian, kenapa harus lari?"

Itu dari Erlis. karna satu-satunya wanita yang aku ajak lari hanya Dia.

Aku membaca pesannya, 10 menit aku tidak membalas, pura-pura agar dia menyangka aku sedang sibuk. Itulah perlakuanku yang terlihat konyol. Tapi yang jelas, perilaku itu semacam melampiaskan kekecewaan yang diekspresikan dengan sederhana.

Tapi, aku juga jadi berpikir,sih. Kenapa juga harus ngajak lari, ya? kan kalo ngobrol bisa saja dikampus. Entahlah, mungkin aku sudah terdoktrin oleh greg agar meraih kebahagiaan dijalan olahraga dan keringat.

Aku juga baru tahu, kalo dia ternyata bukan wanita yang "gampangan", maksudku tidak mudah diajak untuk kesana-kemari oleh pria. Syukurlah, dia berbeda. Ya, meski semua orang pasti beda, tapi kamu pasti akan mengerti apa yang kumaksud beda.

-ooo-

Aku penasaran dan bertanya kepada Alfi, temanku, yang menurutku dia telah cukup umur untuk membangun rumah tangga. Usianya yang 3 tahun diatasku, membuat dia layak masuk kategori itu. hanya saja, dia memang selalu begitu, bersikap seolah lebih muda dariku.

Selain itu, dia punya pacar, namanya Cantika. Entah dengan alasan apa Cantika memilih Alfi. aku rasa karna Alfi punya kumis yang bisa dijilat oleh bibir. Alfi bisa menjilat kumisnya sendiri oleh bibir, bahkan sambil menutup mata. Kan, wanita itu suka laki-laki yang punya potensi dan bakat. Itulah Alfi, memang menyenangkan.

"Pasti yang nyanyi di aula itu ya?" Alfi seolah menjadi peramal.

"Masih ingat bang?" aku bertanya seolah asisten peramal. Aku panggil Alfi dengan panggil bang.

"Ingatlah. Kamu ga berkedip kan?"

"Eh, masa. Engga ah, bang. Cuma 1 menit gak berkedip,"

"Yaelah, sama aja tuh Niel..."

"Bang, apa dia tipe wanita yang tertutup, ya?" aku menananyakan itu dengan maksud penasaran aja.

Biar aku jelaskan dengan sepengetahuanku tentang dua tipe wanita.

Pertama, wanita yang terbuka, tipe-tipe ini mudah bergaul. Kamu boleh minta nomer kontak atau langsung ajak jalan dia, pasti tidak akan ditolak. Bahkan, kamu merasa seperti sudah bertahun-tahun kenal. Saking akrab. Itu kelebihannya. Kekurangannya, kamu pasti mengerti, bahwa prioritas bukan lagi menjadi hal penting.

Kedua, wanita yang tertutup, tipe-tipe ini sulit bergaul. Kamu jangan langsung minta kontak atau ajak jalan dia, pasti kemungkinan bisa ditolak. Bahkan, kamu merasa harus memulai segala sesuatu dari nol bila dengannya. saking asingnya.

Pertanyaan kepada Alfi, agar aku mendapat pendapat yang berbeda dari dia.

"Ya, tergantung. Emang dia kenapa?" tanya Alfi yang masih berjalan pelan.

"Ya, kemarin dia nolak pas diajak lari. Kenapa ya?"

Jujur saja, aku terlalu berekspetasi lebih dari alfi. karena nyatanya dia pun lebih parah, lima kali ditolak wanita untuk sekedar makan siomay "mang Asep" di Manisi. Tidak ada solusi atau pendapat yang berbeda. Jawabannya terlalu berbelit.

Akhirnya, malah Alfi yang banyak mengeluh karna ia menganggap pengorbanannya berada pada titik jenuh, yaitu Capek. aku sangat berharap cukup Erlis menolak ajakanku untuk lari. mungkin, aku harus mencari solusi lain untuk membuatnya nyaman, seperti, membawanya ke tempat pakaian, sepatu, dan semacamnya. Ya, aku sudah berencana seperti itu.

Sejauh ini, aku jadi ingin berusaha untuknya, ya? memang aku siapanya dia? Kalian akan sepakat dengan apa yang aku rasakan, hingga kalian akhirnya akan menyadari bahwa kalian tidak boleh terlalu berusaha untuk orang yang belum tentu berjasa dalam hidup kalian. Kecuali untuk yang aku rasakan sekarang. Erlis berjasa membuat menitku dicuri untuk menemukan cara mencuri perhatiannya.

--ooo--


Shining ErlisWhere stories live. Discover now