Setelah Tersesat

174 5 0
                                    


1

Daniel Iqbal Sujana, itulah nama yang secara pasti orangtuaku berikan pada 21 tahun yang lalu. namaku yang ketika aku menginjak masa Sekolah Dasar begitu malu untuk diakui sebagai "Daniel". Alasannya begitu sederhana, aku muslim dan nama "Daniel" adalah identik dengan Agama Kristen. Tidak jarang, bila ketika SD mendapat pelajaran Agama Islam, sang Guru selalu memanggilku. Namanya Bu Pur.

"Dadan... Dani..." Bu Pur sedang memeriksa absen kelas. Kemudian "Daniel.."

"Hadir, bu!" Kataku mengacungkan tangan dari belakang.

"Sini..." Bu Pur menyuruhku ke depan.

"Iya, ada apa bu?" aku berdiri tepat di depan meja bu Pur

"Sekarang kan lagi pelajaran Pendidikan Agama Islam. Kamu mau di luar atau di dalam saja?" tanya bu Pur dengan mata yang serius.

"Di dalam lah, bu." Aku menjawab dengan tegas.

"Yakin?" tanya bu Pur yang masih memegang pulpen berwarna merah.

"Yakin apa bu?" aku bertanya karna bingung maksud bu Pur.

"Yakin tidak akan merubah aqidah kamu? Ibu tidak mau tersalahkan bila ada protes dari orang tua siswa?" tanya bu Pur seperti meyakinkan bahwa dia adalah guru yang sangat Hati-hati dalam bersikap.

"Itu mah domba kan bu?" aku bingung menggaruk rambut.

"Hahahaah. Itu Aqiqah, nak!" bu Pur tertawa melihat kepolosanku.

"Terus gimana?" aku memang bingung. Jujur saja, aku yang ketika itu menginjak di tingkat kelas 3 SD belum mengerti bahasa seperti aqiqah. Dulu, tujuan hidupku ketika kelas 3 SD hanyalah menghafal bacaan kunut. Karna itulah bagian yang paling aku sukai, terutama bila shalat berjamaah kemudian aku sengaja melihat wajah-wajah orang yang menahan kantuk dan masih membaca kunut. Kunut adalah bacaan yang sering diperdebatkan dalam beribadah, namun aku belum mengerti ketika itu.

"Aqidah itu keyakinan, nak. Ibu tidak bisa memaksakan keyakinan ibu dan kamu!" ujar bu Pur dengan wajah yang penuh misteri.

"Oh seperti itu.." aku mengangguk, seolah aku mengerti. Meski kenyataannya aku berpikir bu Pur ini sedang menjelaskan apa.

"Jadi gimana, nak?" tanya bu Pur.

"yaudah di luar aja bu. Keyakinan kita berbeda." jawabku dengan nada pelan dan penuh kepolosan.

Bu Pur hanya mengangguk.

Satu minggu lamanya aku tidak bertemu bu Pur. Hingga esok harinya pada hari senin, aku bertemu dengan bu Pur. Ada sesuatu yang berbeda ketika pelajaran Agama Islam di hari itu.

"Daniel! Sini..." ujar bu Pur yang memanggilku di daftar hadir.

"Iya, bu?" aku meyakini bahwa bu Pur akan menanyakan aqidah atau kepercayaan seperti minggu lalu dia katakan.

"Kata kepala Sekolah, kamu islam?" tanya bu Pur.

"Iya, bu. Ada apa ya?"

"Lah, terus minggu kemarin kenapa keluar kelas pas pelajaran ibu?"

"Kan Aqidah bu? Keyakinan."

"Keyakinan apa?"

Aku hanya diam. Jujur, aku tidak berani mengatakan bahwa yang dimaksud bu Pur itu adalah keyakinan beragama, aku justru mengartikan bahwa keyakinan itu adalah dorongan dalam diri, bahwa aku sedang malas belajar. lalu dipersilahkan oleh bu Pur untuk di luar saja. Pantas saja, bu Pur ketika itu terlihat menjadi sangat baik. Baru pertama masuk, sudah baik, ternyata aku yang salah persepsi.

Shining ErlisWhere stories live. Discover now