Sudah 2 hari berlalu, dan selama itu juga Lucy tak bersemangat dengan apapun.
Pikirannya masih melayang pada percakapannya dengan Jimin. Perihal penawaran pria itu. Terdengar mudah, tapi sulit bagi Lucy. Masalahnya disini menyangkut soal perasaan.
Terasa memaksa memang. Padahal pria itu sendiri yang mengatakan bahwa cinta tak boleh memaksa. Tapi, jika dipikir-pikir kembali niat Jimin memang baik. Jimin ingin melindungi dirinya. Menjaganya dengan baik.
Dan lagi Lucy sudah menyanggupi tawaran itu. Dan hanya tersisa 5 hari lagi baginya untuk melakukan pencarian cinta sejati.
Naasnya, ia belum berhasil menemukan hingga detik ini.
"Aku sudah membaca tugas kalian. Dan hasilnya, pekerjaan kalian jauh diluar dugaanku. Luar biasa! Kerja bagus, semuanya!"
Lucy memalingkan kedua matanya dari jendela, dan kini mengamati Namjoon yang tengah mengajar di depannya.
Seketika gadis itu tersadar jika kini ia ada di kelas Sastra. Aku tidak boleh melamun. Aku harus fokus! Lupakan masalahmu sejenak, Park Lucy!
Namjoon mengambil salah satu makalah di dekat mejanya.
"Dan dari semua cerita yang kalian buat, ada satu cerita yang aku sukai. Disaat kebanyakan dari kalian mengambil cinta yang berakhir bahagia, ada salah seorang yang menulis dengan jalan yang berbeda." ungkap Namjoon. "Cerita ini menggambarkan tentang cinta dari sudut pandang baru oleh penulisnya, dari sudut pandang orang yang jatuh cinta hanya dari mengamati di jarak jauh saja. Sangat menarik." Namjoon membuka makalah tersebut. "Akan kubacakan isinya kepada kalian. Jadi, tolong dengarkan baik-baik."
Tungkai si dosen bergerak, menuju jendela. Menyandarkan punggungnya ke sisi jendela. Membiarkan cahaya matahari mengenai wajahnya.
"Musim mulai menghangat, tak membuat udara begitu menusuk ke tulang layaknya udara di musim dingin. Sekumpulan kristal putih yang terbentuk dari es mulai menghilang sedikit demi sedikit, tergantikan oleh kelopak pink yang tumbuh di setiap ranting pohon dengan cantik. Menghiasi setiap sudut kota dengan kehadirannya. Langit berganti warna gelap, di temani oleh sang rembulan serta gas cahaya bintang, bertabur cantik di angkasa. Sungguh malam yang indah, di musim semi."
Lucy mengernyit. Sepertinya aku merasa familiar dengan ceritanya. Terdengar tak asing lagi.
"Selalu saja, dalam jarak pandangku aku menangkap presensinya. Dia, si pemilik surai berwarna silver selalu berada disana, di taman bunga. Memaku tungkainya di tengah ribuan kelopak daun berterbangan yang menghujani langit malam sejak seminggu lalu, dengan kedua sudut bibir yang membentuk garis lurus. Mendongak, mengamati cakrawala luas dengan iris hazelnya, menghiraukan kelopak daun berterbangan di sekelilingnya yang bisa saja menutupi pandangan. Entah apa yang sesungguhnya tengah dilihatnya di atas sana. Dan akan beranjak dari tempatnya setelah sumber penerangan di sisi jalan dimatikan."Lucy terperanjat, merasa hafal ceritanya. Segera, ia mendongak. Menatap sang dosen dengan ekspresi luar biasa terkejut.
Itu karyaku!
"Meski yang ia lakukan hanya sebatas itu, sudah cukup membuatku jatuh ke dalam pesonanya. Begitu sederhana, namun indah. Tak istimewa, namun berhasil membuat kedua pipiku memanas, juga membuat kerja jantungku terpacu. Ini terjadi di jarak yang terbilang jauh dengan pembatas balkon yang bertindak sebagai penghalang. Entah apa yang terjadi jika aku berada di jarak yang dekat dengannya. Mungkin aku akan menjadi kompor berjalan seketika."
KAMU SEDANG MEMBACA
Blood, Sweat, and Tears [ON GOING]
VampireDemi dirinya, aku rela mengikat perjanjian kepada sang iblis. Demi cerianya, aku rela memberikan darah ku. Mengeluarkan keringat, sebagai bentuk perjuangan ku. Serta meneteskan air mata, untuk berada di sisinya. @Cover edited by Dearmypsyche