12. All thing

1.1K 129 2
                                    

Seoul

Malam ini mereka bertiga sedang berkumpul bersama-sama di ruang keluarga.

Tidak ada pembicaraan yang nyata dari mereka bertiga, mereka itu adalah Jonghan, Yeon, dan juga putri kecil mereka yang bernama Sowon.

"Ibu...," lirih Sowon pelan.

"Diam kau, anak tidak tahu diuntung!" bentak Yeon kejam kepada Sowon.

Gadis kecil itupun mulai menangis, dirinya melirik Ayahnya itu sekilas, memohon pembelaan.

"Aku tidak menyuruhmu melahirkan anak cacat seperti dirinya," balas Jonghan kepada Yeon seraya menunjuk Sowon dengan telunjuknya.

Mendengar hal itu Sowon menjadi lebih sedih lagi.

Sowon tidak cacat, hanya saja dirinya mendapat gangguan untuk mengingat, mungkin hal yang terjadi pada lima belas atau tiga puluh menit lalu, dia akan lupa.

Hal itu membuat Jonghan dan juga Yeon stres.

"Aku akan memasukkannya ke dalam Destiny, aku akan memberinya obat disana," ucap Yeon dengan amarah.

Sowon yang mendengar hal itu langsung menggeleng cepat, seraya menggigit bagian dalam bibirnya untuk menahan tangis.

"Urus saja anak ini, aku tidak perduli lagi," balas Jonghan langsung pergi dari dalam rumah itu, entah kemana.

* * *

Mata Sowon membuoa, mengerjap perlahan, membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam bola matanya secara teratur, sosok pertama yang dia lihat adalah orang yang selama ini paling dia benci.

"Bangunlah," ucap Dr. Yeon.

"Dimana? Dimana Chanyeol?" tanya Sowon.

"Ah... Kau siapa?!"

Sowon terlihat sangat depresi, para perawat lain tidak diijinkan masuk ke dalam ruangan ini.

"Aku ingat! Aku inga semuanya, kau adalah penjahat selama ini," ucap Sowon menangis.

Sedangkan Chanyeol, dirinya saat ini sedang brrjalan lirih kehilangan arah, dia dilarang untuk bertemu dengan Sowon karena Dr. Yeon.

Keduanya hanya terdiam, bahkan tidak saling pandang.

Sowon menghela nafasnya kasar.

"Apakah saya bisa di sebut sebagai Ibu yang baik?" Dr. Yeon membuka pembicaraan.

"Apakah saya ini seorang manusia?" lanjutnya.

"Kau layak mendapatkan hidup yang lebih baik dari ini Sowon," ucapnya.

Rasanya seperti di tusuk beribu duri tajam, sakit memang, tapi ternyata tidak berdarah.

"Ibu," lirih Sowon.

"Saat dimana kau menempatkan aku di dalam ruangan gelap itu, tanpa adanya cahaya, tempat yang dingin tanpa adanya kehangatan, tempat yang hampa tanpa adanya suara. Saat itu juga aku berpikir, apakah ini takdirku? Apakah ini yang Tuhan berikan kepada ku? Memoriku kian menghilang seiring berjalannya waktu, semuanya pudar, tidak ada yang bisa ku ingat. Bahkan namaku sendiri aku melupakannya. Hari ini aku memanggilmu Ibu, aku bahkan masih menganggap mu sebagai wanita yang telah melahirkan aku dengan penuh perjuangan, tapi juga wanita yang ku anggap sebagai iblis karena memasukkanku ke dalam ruangan tidak bernyawa itu."

Keduanya terisak. Mata Sowon terlihat sangat merah, mengelurkan banyak sekali air mata, menatap nanar perempuan yang sedang terduduk di hadapannya sekarang.

"Sekarang, aku di sini, kami berdua duduk berhadapan, caramu menangis saat ini benar-benar membuat memori yang hilang itu mulai kembali perlahan, caramu menangis sekarang membuat aku teringat bahwa dulu aku dan dirimu masih mempunyai hubungan, tidak tau untuk saat ini. Rekaman-rekaman itu membuatku ingat akan masa kecilku, dan sekarang aku hanya membutuhkan kejujuran mu untuk mengetahui siapa orang tua ku yang sebenarnya."

Dr. Yeon masih saja tertunduk, pakaiannya sekarang sudah basah karena lelehan air mata yang terus-menerus menyambar keluar.

Tidak berbeda dengan 'putrinya' Sowon, gadis itu sekarang memberanikan dirinya untuk berbicara dengan wanita yang dia panggil Ibu itu.

"Apa kau masih mengingat diriku? Aku harap semua yang terjadi padaku tidak pernah terjadi pada anak lain, ku harap mereka memiliki kasih sayang orang tua yang bahkan lebih dari cukup. Awalnya aku merasa tidak perduli lagi, kau telah memberikan diriku seorang perawat-perawat yang dijanjikan uang, tapi kau juga memberikan aku seorang perawat yang benar-benar mengubah hidupku, tapi setelah aku merasa nyaman, kau malah membuangnya pergi dariku, aku juga berpikir, apa maunya kamu sebenarnya, ingin aku menderita? Apakah ini semua belum cukup? Aku hanya ingin hidup bebas."

"Saya tau, saya tau kalau saya ini bukan manusia, saya tau kalau saya ini bukan seorang Ibu, bahkan tidak pantas. Langit biru bahkan tidak mau melihat adanya saya di dunia ini,."

Dr. Yeon terisak.

Ruanganya itu terasa sangat emosional, saling mengakui, penyesalan yang selalu datang di akhir waktu.

"Pesan itu aku sampaikan sejujurnya dari dalam hatiku, aku tidak bisa terus begini, aku bahkan tidak bisa menunggu lagi. Semua perlakuan burukumu padaku, aku memaafkan semua itu."

Mata Dr. Yeon menatap Sowon yang sampai sekarang masih saja menangis, gadis itu sakit, sama seperti Yeon sekarang, tapi tidak akan pernah terlihat oleh orang lain, karena rasa sakit itu terjadi di tengah dari hubungan seorang ibu dan juga anak perempuannya.

Update soon

Stay With Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang