Chapter 1

2.3K 220 37
                                    

"The only person you are destined to become is the person you decide to be."
:: Ralph Waldo Emerson






















Hai, Hello, Annyong, Dear Diary? Whatever!

Ini adalah kali pertama aku menulis diary, catatan harian-which I hate so much. Well, buku ini merupakan hadiah spesial dari sahabatku, tentu saja aku harus mempergunakannya dengan baik, kan? Jadi aku menulis catatan harian untuk yang pertama kali. Aihh... no, no, exactly, aku menulis karena ada hal yang sangat menyebalkan. Hal menyebalkan ini datang dari ibu dan ayahku, ditambah satu pria yang-sebenarnya dia menarik, tapi sayang dia terlalu kaku sebagai manusia yang mempuyai jiwa-datang ke rumahku.

Kau tahu cerita klise yang sering diceritakan di dalam sebuah film, drama, dan novel? Itu... cerita klise di mana orang tua modern menjodohkan anaknya. Ya, benar! Kedua orang tuaku pun kini berniat menjodohkanku dengan seorang pria. Pria tampan yang memiliki profesi sebagai Creative Producer di sebuah perusahaan advertising. Apa aku menerimanya? Tentu saja tidak. Kalau begitu, apa aku menolaknya? Tidak juga. Aku hanya tidak bisa berkata apa-apa. Walaupun sebenarnya aku keberatan akan hal itu, tapi aku bukan tipe anak yang bisa menolak permintaan orang tua dengan mudah. Dan kemungkinan besar... aku akan menerima perjodohan itu. Ya, bagiku, ini sangat menyebalkan. Yang paling menyebalkan, aku akan menikah dengan pria itu... minggu depan.

:: The Destiny of Us ::

"Kimmm!!"

Doyoung langsung menutup buku hariannya dengan spontan kemudian memasukkannya ke dalam laci. Dia beranjak dari meja belajar kemudian duduk di tepi tempat tidur.

"Kim, apa aku boleh masuk?"

"Tidak ada undang-undang yang melarangmu masuk, Ten-ah. Lagipula pintunya pun tidak terkunci."

Pintu kamar Doyoung kemudian terbuka. Seorang pria berparas cantik dan berambut hitam masuk ke dalamnya lalu dia duduk di sebelah Doyoung. "Wajahmu tampak kacau. Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa."

"Jika tidak ada apa-apa, mengapa kau menyuruhku untuk datang ke rumahmu?"

Doyoung hanya menghela napas. "Aku hanya ingin menghabiskan waktu lebih lama lagi denganmu."

Ten mengangkat sebelah alisnya. Dia meraba kening Doyoung, "Kau tidak sedang sakit, kan? Mengapa kata-katamu terdengar sangat menyeramkan, ya?"

"Oh, ayolah, Ten, aku sedang bingung."

Ten terseyum senang karena berhasil membuat Doyoung berkata jujur. "Bingung kenapa?"

Doyoung menatap Ten dengan puppy eyes miliknya, "Aku dijodohkan. Minggu depan aku akan menikah."

"What?!! Are you kidding me?"

"Tidak, aku tidak! Aku tidak bercanda!"

"Seriously, Doy, Kau baru saja lulus SMA, bahkan kuliahmu baru mulai bulan depan, tapi kau sudah akan menikah? Is that crazy?"

"Salahkan orang tuaku, mereka yang membuatku menikah di usia dini."

Ten tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya menatap Doyoung dengan tatapan tak percaya. Menit berikutnya, barulah Ten membuka suara, "Jadi, kau akan tinggal bersama suamimu di Seoul nanti?"

Doyoung mengangguk, "Ya, benar."

"Apa orang tuamu gila? Bagaimana bisa mereka membiarkanmu menikah di usia delapan belas? Ini merupakan usia untuk bersenang-senang sebagai anak muda, bukan usia yang tepat untuk membangun rumah tangga. Memangnya apa alasan mereka menjodohkanmu?"

The Destiny of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang