"There's a lot of things I feel sorry for, but there's a lot of things that I couldn't say For you who has turned away right now, I can only give tears"
(Davichi - Sad Love Song)
Beberapa jam sebelumnya
Lab Fotografi
"Maaf, aku terlambat. Seorang wanita yang sedikit menyebalkan baru saja menemuiku." ujar Doyoung seraya duduk di hadapan Taeyong.
"Wanita yang sedikit menyebalkan? Siapa?"
Doyoung menggelengkan kepalanya, "Kau tidak perlu tahu. Ah, lebih baik kau jelaskan padaku alasan kau berkuliah di Jurusan Jurnalistik. Elemen pertama jurnalisme berbunyi 'kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran' dan kau menjadikan elemen itu menjadi alasan kau masuk Jurusan Jurnalistik. Maksudnya apa?"
Taeyong terkekeh mendengar ucapan Doyoung, "Kau benar-benar ingin tahu tentang hal itu?"
"Tentu saja. Jika aku tidak ingin mengetahuinya, aku tidak akan menemuimu di sini."
Taeyong tersenyum kecil, "Baiklah. Dengarkan ceritaku dengan baik dan jika ada yang tidak dimengerti, tanyakan padaku ketika aku selesai cerita."
"Arraseo.."
Taeyong menghela napas sejenak kemudian mulai bercerita, "Seorang wanita yang aku kenal meninggal dunia karena dibunuh oleh ayah kandungnya sendiri. Alasan sang ayah membunuhnya sangat sepele, hanya karena wanita itu menolak untuk dijodohkan. Wanita itu menolak perjodohan karena dia telah memiliki kekasih, kekasih yang sangat dia cintai. Ayah wanita itu sangat tempramental sehingga ketika wanita itu dengan tegas menolak perjodohan, sang ayah langsung membunuhnya. Kasus ini sangat heboh di media massa pada saat itu. Tapi sayang, pers memberitakan kematian wanita itu sebagai kasus bunuh diri, bukan kasus pembunuhan.
Tentu saja itu merupakan suatu kebohongan besar yang tidak seharusnya dilakukan oleh pers. Tapi setelah ditelusuri lebih dalam, aku mengerti mengapa pers berkata tidak jujur. Ayah wanita itu merupakan pemilik perusahaan media massa terbesar di negara ini. Stasiun televisi, radio, dan sebagian besar media cetak adalah miliknya, sehingga para jurnalis yang bekerja di dalamnya tidak berani menyebar berita tentang keburukan bos besar mereka.
Kewajiban pertama jurnalisme adalah kebenaran. Cih, bahkan mereka mengabaikan hal itu. Karena kejadian itulah, aku memilih untuk kuliah di Jurusan Jurnalistik dan Komunikasi. Suatu saat, ketika aku sudah lulus dan menjadi seorang jurnalis, aku berniat untuk memberitakan kebenaran tentang kasus itu. Sebenarnya, sekarang pun aku bisa menyumbang tulisanku untuk mengkritik dan membenarkan berita yang ditulis pers tentang kematian wanita itu. Tapi, sebanyak apa pun aku menulis, citizen journalism tidak akan mengubah apa-apa. Minimal, aku perlu menjadi seorang jurnalis agar masyarakat percaya bahwa tulisanku bukan hanya sekadar kicauan belaka."
"Kau sudah selesai bercerita? Apa aku boleh bertanya?"
Taeyong mengangguk, "Ya, aku sudah selesai bercerita."
"Apa benar seluruh pers memberitakan bahwa kematian wanita itu merupakan bunuh diri? Maksudku, tidak seluruh jurnalis bekerja di media massa milik ayah wanita itu. Orang tuaku juga pemilik sebuah stasiun televisi. Apa para jurnalis yang bekerja di bawah naungan perusahaan orang tuaku juga memberitakan kebohongan?"
"Tidak semua pers memberitakan kebohongan tentang kematian wanita itu, hanya sebagian besar saja. Ada beberapa pers-mungkin juga termasuk pers di bawah naungan perusahaan orang tuamu-yang memberitakan bahwa kematian wanita itu disebabkan oleh ayahnya, tetapi pemberitaan tersebut dianggap ajang untuk menjatuhkan reputasi perusahaan media milik ayah wanita itu." Taeyong tersenyum sinis kemudian kembali berkata, "Pers pada saat itu terbilang payah. Sebagai sosok jurnalis yang terpelajar, tidak seharusnya hak menulis mereka dibeli oleh atasan perusahaan media. Mereka seharusnya menjadi pers yang independent, menjalani sembilan elemen jurnalisme dengan baik, termasuk elemen pertama."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Destiny of Us
ChickLit"Berikan aku satu bulan untuk benar-benar berpisah denganmu. Dan biarkan aku menjalani hari-hari bersamamu tanpa memikirkan masalah di antara kita" - JH