Park Woojin

71 7 0
                                    

Aku menatap pria didepanku dengan malas, kebiasaan dia yang seperti ini yang membuatku selalu marah.

"Woojin aishhhh "aku mengikuti dia yang berjalan dengan cepat.

"Jangan bicara denganku, bicara saja dengan woobinmu itu"ujarnya merajuk.

Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal, memang salahku apa kalau dia bertanya tentang tugas matematika kelas yang dia tidak mengerti.

"Tapi kan aku hanya membantunya saja ishhh"aku mendengus untuk yang kesekian kalinya.

"Yasudah sana temani saja dia"dia semakin mempercepat langkahnya.

Duk!!

Aku meringis sakit, bayangkan saja aku berjalan tanpa memperhatikan keadaan.

Aku merasa mataku mulai berkaca-kaca.

"Terserah pergi saja sana aku tidak perduli"

Aku terisak sendiri, siapa yang tidak sedih kalau pacar yang kita sayang malah menuduh kita yang tidak-tidak.

"Kamu selalu saja seperti ini,, sepertinya benar, seharusnya kita tidak perlu saling kenal. Saat dia bertemu denganku, aku menyesalinya"Isak ku, tak ku pedulikan tatapan mereka yang menatapku aneh.

Aku memang sedang fase dimana bisa menangis kapan saja, siklus bulanan ku memang bisa membuatku marah, sedih, dalam satu waktu.

"Hikssss,, Woojin jahat...."

Aku menangis sambil mengusap luka di kaki ku. Ahh sudah lah. Terserah dia mau putus juga aku tidak perduli lagi.

"Maaf yaa"

Aku bisa merasakan ada orang yang menyampirkan jaketnya padaku.

Tanpa perlu mendongak pun aku tahu dia siapa. Manusia konyol dengan tingkah kekanakan. Dia padahal berusia lebih tua dariku tapi tingkahnya seperti anak kecil.

"Perih yaa"dia mengusap air mata yang ada di pipiku, aku malas menatapnya.

"Jangan sesali pertemuan kita yaa"gumamnya.

Aku menatap dia yang mengusap luka di kakiku dengan antibiotik.

Tunggu!!

Kenapa dia punya itu, kapan dia membelinya.

"Aku senang saat melihatmu di toko waktu itu..."

"Senyum yang kamu perlihatkan hanya karna hal simple yang ku lakukan..."

"Saat aku melihat kamu di bis pertama kalinya..."

"Saat kamu dengan senyum membawa tabunganmu yang sudah cukup untuk membeli lightstick boy band favorit mu"

"Aku tidak menyesal..."

Dia menatap puas kaki ku yang sudah dia obati.

"Sudah maaf yaa aku hanya takut kamu lebih nyaman dengan dia"

Woojin tersenyum menampilkan gigi gingsulnya yang terlihat manis.

"Ja...jangan seperti anak kecil..."

Aku melihat dia tersenyum lagi. Dia pasti mentertawakan ku yang sesegukan.

"Ayoo pulang"ajak nya.

Aku menggeleng, bukan tidak mau hanya saja kaki ku sakit.

"Kenapa? Sakit?"tanyanya.

Aku mengangguk sambil sesekali menarik ingus ku. Terserah dia mau jijik atau tidak.

"Aishhhh kiyowo"

Dia malah mengacak rambutku gemas dan memelukku. Dia ini kenapa sih?

"Mau aku gendong?"

Dia membawa tasnya didepan lalu jongkok dihadapan ku.

Aku dengan senyum naik kepungggungnya. Dan dia dengan semangat berlari membuat aku tertawa.

"Sudah jangan lari nanti kamu lelah lagi, aku kan berat"ujarku.

"Sudah tau berat, jangan banyak makan makanya"ujarnya membuat senyumku hilang.

"Jadi aku gendut gitu ishhh"aku memukul kepalanya sebal.

"Ehh tidak sopan siapa yang ajarin kaya gitu"tanyanya.

Woojin membetulkan posisiku saat dirasa posisinya kurang nyaman.

"Kamu mau gendut, kurus kering, item, atau jelek aku bakal tetap suka kamu sayangggg"ujarnya.

"Masa?"aku menyembunyikan senyumku.

"Betul kok, cium sini"

Aku menggeleng tanda tak mau, dia berotak kotor.

"Aku turunin nih kalau ga mau"ujarnya dengan ancang-ancang mau menurunkan ku.

"Ahhh Woojin ahhhh ga mauuuu"

Dia tertawa lagi, ahh aku merasa dipermainkan.

"Sini makanya cium"Woojin masih keukeuh sepertinya.

Aku dengan cepat mengecup pipinya.
Dan dia malah diam mematung.

"Kenapa? Ayoo jalan"aku memeluk dia menyembunyikan rona merah di pipiku.

"SAYANGGGG KAU MENCIUMKU"

dan dia berlari dengan semangat karna itu.

Imagine With Wanna OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang