Bagian empat, horeee...
Selamat membaca...---------------
'Siapa para lelaki berjubah itu, aku tahu sekali sebenarnya.'
***
Mimpinya masih membekas jelas di kepalanya. Tadi malam memang Naruto tidak tidur hingga fajar menyingsing. Tapi dalam istirahatnya yang hanya beberapa menit itu, ia jatuh tertidur sejenak. Orang bilang namanya tidur ayam. Dan ia bermimpi.
Biasanya mimpi itu tidak jauh dari keluarga, teman-teman, atau paling hingga memerlihatkan keindahan Konoha. Tapi ada yang beda dalam mimpinya kali ini. Cukup pendek, tapi sangat jelas pesannya.
Dalam mimpi itu, dirinya berubah jadi dewi.
Bukan Amaterasu, juga bukan dewi Kaguya. Dia hanya anak biasa. Anak langit biasa. Anak Raja langit yang pandai menenun.
Dalam mimpinya ia dilingkari empat raksasa pemakan hati. Dengan mata api siap menjilati tubuhnya.
Naruto bangun.
Hal yang pertama ia ingat adalah Sasuke. Temannya dari desa lain. Mungkin karena ia belum balas memberi hadiah perpisahan. Atau karena wajah dewi itu yang mirip dengan wajah patung pemberian Sasuke.
Satu lagi yang sama dalam mimpinya. Dewi itu menyebut dirinya dengan nama Shokujo. Nama yang disarankan Sasuke untuk menamai patungnya.
Sekarang beberapa jam dari waktu ia bermimpi. Dimatanya tidak ada lagi dewa dan dewi. Sepenuhnya lautan manusia. Yang tersenyum. Yang berteriak bahagia.
Naruto Uzumaki jadi tontonan warga Konoha.
Warga Konoha yang paling dekat dengan kereta tempatnya duduk tak luput dari keterkesiapan melihat perubahan pada Naruto. Sebagian lagi membicarakan bagaimana bisa bocah dekil yang sangat biasa itu berubah menjadi sangat indah dilihat.
Naruto memasuki kereta terakhir bersama Hinata. Remaja pirang itu duduk dengan gusar diatas tempat duduk empuk. Tangannya mengapai jendela, membukanya lebar-lebar.
Naruto mendesah napas lelah.
Kereta masih berdiam di tempat. Menunggu beberapa rombongan lagi yang akan ikut arak-arakan pada perayaan hari ini.
Didalam kereta, Hinata dengan tangan gemetar menulis sesuatu pada kertas berwarna putih.
"Apa itu tanzaku?" suara Naruto mengisi kekosongan. Hinata menengadah, lalu merona di pipinya.
Gadis itu mengangguk pelan sebelum menjawab dengan suara yang sama gemetar dengan tangannya.
"I-Iya. Aku sedang menulis harapan." jawab gadis itu. Suaranya pelan teredam riuh suara warga yang sudah tak jelas antara berteriak dan memekik.
"Ada banyak tanzaku disana." Hinata menunjuk kolong tempat duduk Naruto.
Belum-belum Naruto menunduk mencari apa yang dimaksud gadis di depannya ini, namanya dipanggil dari luar jendela kereta.
"Naruto-nii," seseorang memanggil dari luar. Di dekat jendela, berdiri seorang remaja seumuran dengannya. Berwajah cantik, berambut merah muda.
"Sakura-chan," Naruto menyahut santai. Dia belum terpilih jadi cenayang negeri, sekecil apapun bentuk perhatian warga Konoha terhadapnya tidak boleh ia tolak.
Senyum Naruto tidak terbuang cuma-cuma sebab remaja perempuan yang berdiri disamping keretanya itu ikut tersenyum. Senyum ceria hingga matanya menyipit.
"Ada apa?" Naruto melirik keluar jendela, takut pembicaraannya terpotong gara-gara keretanya tiba-tiba melaju.
Tapi tidak. Kereta masih bertahan, karena sang Raja Nara masih memberi beberapa sambutan untuk warganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanabata Legend : ORACLE
FanfictionNaruto adalah titisan dewi Orihime. tahun ini ia di nobatkan jadi peramal Konoha. mampukah ia menyelamatkan negerinya sekaligus mencari belahan jiwanya. #sasunarumilkywayskingdom2018 #sasunarufanfictionevent2018