Jakarta, Bandung, Solo

4.4K 803 191
                                    

"Ya sudah. Kalau bisa pulang ya, Sha," tutur Caca yang dibalas deheman oleh Fasha di seberang sana.

Wanita itu menatap ponselnya lantas menghela nafas. Ia baru sadar saat akan menaruh ponsel di atas meja ternyata sedari tadi Tata menatapnya. Ia terkekeh. "Kenapa, Ta?"

"Kakak gak pulang?" tanyanya.

Caca terharu mendengarnya lantas berjongkok dan mengelus pipi anaknya itu. "Kakak masih ada pekerjaan. Nanti juga pulang," jelas Caca yang dibalas anggukan kecil oleh Tata seakan mengerti. Kemudian gadis kecil itu segera berlari keluar saat mendengar suara motor. Rain yang baru selesai ujian, tiba di rumah.

Jangan tanya kapan Rain lulus. Ia masih punya banyak hutang mata kuliah yang belum diambilnya. Beda dengan Farras yang akan wisuda nanti. "Kakak bawa sup buah nih, Taaa!" tutur Rain lantas terkekeh saat Tata melompat ke arahnya.

Keduanya berjalan masuk ke dalam rumah. Rain langsung menaruh sup buah di atas meja. "Ayah belum pulang, buk?"

Caca menghela nafas. Ia muncul sambil membawa satu keranjang pakaian yang baru kering dari pintu belakang. "Katanya lagi ada masalah di kantor."

Oooh. Rain mengangguk-angguk saja. Ia melepas tasnya kemudian hendak berjalan ke kamar. Tata mengikuti langkahnya itu. Sejak kecil, Tata memang selalu mengikutinya. Walau kadang suka bertanya tentang Fasha meskipun tak begitu dekat.

"Hari ini ujian terakhir kan, Rain?"

"Iya buuk!"

"Gak mau ke Bandung?"

Rain nongol lagi dari balik pintu. "Ngapain, buk? Liburan? Eeh tapi kan oma masih di rumah sakit."

"Lihat kakakmu. Kasihan dia. Puasa sendirian di sana." Tutur Caca. "Oma udah banyak yang jagain."

Rain mengangguk-angguk. "Rain sih ikut aja," tuturnya lantas segera menutup pintu. "Tata ih! Jangan berantakin tas kak Rain!" teriaknya kemudian saat melihat Tata sedang mencari harta karun di dalam tasnya. Kadang Tata menemukan banyak coklat atau permen tapi sudah beberapa hari ini tidak ada. Kan puasa, Taaaaa!

😆😆😆

"Duluan aja," tutur Fasha pada sekretarisnya. Sekretarisnya itu mengangguk.

Ia melanjutkan lagi pekerjaannya tanpa melirik jam yang sudah menunjukan pukul setengah enam sore. Ia baru sadar saat bedug bergema tanda buka puasa. Ia menghela nafas, kemudian berjalan menuju dispenser dan mengambil air dari sana. Usai membaca doa berbuka puasa, ia meneguk airnya dengan cepat.

Ia mematikan laptopnya usai solat magrib lalu berjalan meninggalkan ruangannya setelah mematikan lampu ruangan. Tiba di parkiran, ia segera masuk ke dalam mobil dan mengendarainya meninggalkan gedung kecil kantornya yang berada di jejeran ruko di Bandung.

Ia berhenti sebentar di restoran cepat saji. Memesan makanan dan membayarnya kemudian balik lagi ke mobilnya. Lalu ia kendarai menuju apartemennya.

Sudah hampir dua bulan ia tinggal di apartemen ini. Ia memilih tinggal di Bandung bukan lagi di Jakarta. Hanya agar jauh dari kenangan kecil yang selalu hinggap. Yang Fasha ingat tiap ramadhan saat ia kecil dulu adalah selalu ada Adit yang akan memanggilnya untuk pergi tarawih bersama. Tapi sudah sejak bertahun-tahun silam lelaki itu tak pernah lagi melakukannya. Bahkan tak saling sapa. Sekarang hubungan mereka malah lebih buruk dari sebelumnya.

Fasha masih marah pada Adit karena semudah itu Adit berpaling. Ia juga marah pada sikap Dina yang seramah itu pada Adit. Kadang Fasha bertanya-tanya apa yang membuat Dina begitu menarik dimata Adit. Dina tak lebih dari perempuan yang kadang tak punya sopan santun. Kadang suka kentut sembarangan. Suka teriak-teriak. Suka memperlakukan Ardan semaunya. Mem-bully semaunya. Apa coba yang dilihat Adit dari Dina?

KELUARGA ADHIYAKSA RAMADHAN 2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang