"Semua ini, seperti bukan dirimu. Seperti yang lain. Ada rasa beruntung merasakan hal ini bersamamu. Dan, karenamu."
"Mamak pengen jumpa dirimu." ujar Irga.
"..Mamak? Buru-buru kali mau ketemu samaku?"
"Yaudah. Kapan mau ketemunya, yang?"
"Besok sayang. Aku, jemput." katanya.Aku memperhatikan pantulan bayanganku pada cermin. Aku tak yakin, maksudku, aku hanyalah perempuan yang sangat pemalu, penakut dan sedikit tidak percaya diri.
Aku akan bertemu sosok Ibu dari seorang yang ditakuti. Suara kepalaku memberontak........
"Kau bisa, Dar. Kau punya banyak kelebihan. Apa yang perlu ditakutkan?"
'..Yaelah, pede amat Dar.'
"Semangat, Dar. Ibunya, pasti menyukai dirimu. Pasti."
***
Esok harinya. . .
Diteriknya mentari menerpa, Irga menjemput."Kenapa mamak pengen ketemu?" Irga menatapku.
"Dia, penasaran samamu. Jadi, kubawa, lah" ujarnya.
"Oh. Tapi, ngga disuruh ngapa-ngapain, kan?"
"Ngga, lah. Cuma ketemu aja, kok. Ngapa? Takut disuruh masak?"Aku mengernyitkan dahiku. Aku mendongak melihat wajah Irga.
"..Tau aja. Apa dia anak paranormal juga, kah?" pikirku dalam hati.
.
.
.
.
....
....
Aku sampai didepan rumah Irga. Begitu sederhana.Cat hijau muda menutupi dindingnya sudah terkelupas. Jendelanya mengingatkanku kepada rumah lamaku-jendela lawas yang harus dibuka satu persatu ketika ingin membuka seluruhnya.
Tatapanku mengelilingi halaman rumahnya. Didepan ada pohon bambu yang rindang. Mataku terarah kesebuah bangku lebar terbuat dari kayu dan dinaungi sebuah pohon yang daunnya berguguran.
"Halaman rumah yang damai dan tenang." batinku. Tanpa dipinta, aku sudah jatuh cinta pada halaman rumahnya.
.
.
.Irga mempersilahkan diriku untuk masuk kedalam rumahnya. Aku mengikutinya.
"Tunggu sini. Mamak lagi diluar." Ia pergi kearah dapur.
"Iya, sayang." ujarku.Aku memandangi seisi rumahnya. Pigura foto menghiasi dinding rumahnya yang sedikit dipenuhi oleh coretan-coretan pensil.
Aku tertarik melihat salah satu frame foto yang tergantung. Seorang ibu menggendong seorang bayi. Fotonya bermodelkan hitam-putih. Sang bayi tertawa menunjukkan gigi kecilnya dan sang Ibu tersenyum kearah kamera.
"..Apakah ini, Irga? Lucu sekali." spontan aku tersenyum sembari menyentuh kaca frame itu.
Mataku kembali menyapu isi rumah Irga. Terhentinya pandanganku pada sebuah tulisan dibingkai besar.
Tulisan itu berisikan nasehat yang amat bermanfaat. Aku sebagai tamu merasa terkesan pada tulisan itu. Aku rasa, tulisan itu ditujukan kepada seorang Irga. Tapi, aku hanya menduganya saja. Isi tulisan itu adalah ;
Camkan. . .
Jika anak dibesarkan dengan celaan, maka ia belajar memaki.
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, maka ia belajar berkelahi.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, maka ia percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, maka ia belajar menahan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Color Behind The Darkness
Romance#3 in romancefiction [15 Mei 2018] --------------------------------------- Based On True Story [Berdasarkan Kisah Nyata] --------------------------------------- "..Yang aku tahu, dirimu hanyalah seorang pria yang hobi membuat onar. Kita tak pernah m...