Part 1: Biasa Saja

78 8 4
                                    

Rasa dalam diriku ini, ternyata salah. Rasa benci dalam diriku ini, ternyata salah. Tidak ada yang berinisiatif untuk mencintai hal yang kita benci. Begitu juga aku, tak tahu siapa yang membuatku harus jatuh cinta padanya. -Chindara Fitrya

***

Namaku Chinda. Lengkapnya, Chindara Fitrya. Aku lahir tahun 2000, tetapi kata orang, aku lebih cocok dilabeli dengan tahun 1997. Aduh, memalukan. Kulitku putih. Tapi, belang. Tinggiku, 162 cm, dan berat badanku 65 kilogram. Aku hobi mengenakan kaus lengan panjang dan celana panjang. Aku tidak hobi berdandan, tidak terlalu suka memperhatikan penampilan. Sedikit tomboy, tetapi tidak parah. Masih memiliki sisi feminim kadang-kadang.

Aku orangnya penakut, tetapi jika alam bawah sadarku aktif, aku mampu menghadapi kesendirian. Aku tidak terlalu banyak mempunyai teman. Hari-hariku kuhabiskan dirumah-kamar. Aku mudah tersinggung dan sangat hobi termenung. Jika aku sedih, overthinking ku selalu kambuh. Statusnya, kronis.

Sekarang, aku sudah berkuliah. Kampusku tidak mewah, hanya berstatuskan Swasta. Aku selalu dengar, bahwa Swasta adalah tempat 'pengasingan' diri setelah tak lulus dari Negeri. Aku dengar, beberapa orang beropini bahwa Swasta adalah tempatnya para orang 'rendahan'. Akibat persepsi itu, aku selalu mood-swing diwaktu yang bersamaan.

Disaat mendengarkan celotehan opini itu, hatiku selalu berbisik;
"Aku mengadu nasib ditempat pengasingan diri, yang kalian bilang adalah tempat pelarian atau sebuah pilihan terakhir setengah hati, aku menganggap ini adalah sebuah tempat bermain yang penuh dengan banyaknya wahana. Meski akreditas C sekalipun program studiku, aku berusaha meng-A kan potensi diriku disini. Apa? Susah dapat pekerjaan? Apakah disebut bekerja hanya di Bank? Atau seorang pejabat dan karyawan kantoran? Lalu, jika aku berminatnya sebagai freelancer, itu murahan, kah? Salahnya, aku tidak suka tekanan. Ini aku, hidupku. Baik buruknya aku yang jalani. Zonaku zonaku, zonamu zonamu."

Aku bersahabat dekat dengan suara kepala dan suara hati. Aku tahu, ini bertolak belakang, tetapi aku sangat mencintai kedua hal ini didalam hidupku. Dan aku, sangat hobi ngedumel. Aku aktif dizona kepala daripada zona sekitar. Menurutku, "fantasi kepalaku ini, lebih mengasyikkan daripada orang-orang yang berada disekitarku. Mereka membosankan, kepalaku ini suatu anugerah yang indah."

Aku sulit jatuh cinta.
Aku lebih tertarik pada imajinasiku untuk soal percintaan. Tetapi, kisahku kali ini, mencuri hatiku dan berhasil membuatku keluar dari zona kenyamanan.

***

Aku teringat disaat aku duduk dikelas 1 SMP, dimana aku sedang dalam masa pencarian jati diri dan sangat hobi beropini terhadap sikap orang lain. Tahun 2011 adalah dimana tahunku sekelas dengan 39 orang lainnya dan berkumpul dalam ruangan yang diberi nama "Kelas 7B", kelas dimana yang paling ribut dan buat onar-kata orang. Aku masuki pintu kelas itu dengan rasa sedikit canggung. Tidak, tidak sedikit. Tapi hampir setengah diriku tenggelam oleh rasa canggung. Mengapa aku canggung? Karena, tidak ada yang kukenali satupun didalam kelas itu.

Saat didepan pintu, aku langsung memandangi seluruh penjuru didalam kelas itu. Bangku-bangku hampir semua ditempati dan penuh. Aku terus bertanya-tanya kepada diriku, "dengan siapa aku akan duduk?"

Mataku terus mencari bangku hingga memberhentikan pandanganku pada satu bangku paling belakang yang ditempati oleh seorang perempuan-postur tubuhnya mirip denganku tetapi sedikit agak lebih besar dariku, jilbabnya menutupi kedua matanya yang sipit, ujung lengan bajunya dilipat dan mengenakan rok panjang dengan biku-biku.

A Color Behind The DarknessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang