Chapter 5

94K 2.3K 43
                                        

"Aurin!" pekik Reon dan Sasya bersamaan. Mereka berdua berlari mendekati Austin yang sedang susah payah menaikkan Aurin ke daratan. Reon dan Sasya membantu Austin menarik Aurin keatas.

Setelah Aurin berada diatas, Austin segera naik dan mulai memepuk-nepuk pipi juga menekan-nekan dada Aurin yang sudah tak sadarkan diri. "Baby.. Wake up, please.. Aurin, honey.. Please wake up.." ucap Austin sambil menepuk-nepuk pipi Aurin.

Reon dan Sasya hanya bisa memperhatikan. Mereka tidak tahu apa yang harus mereka lakukan jika Austin sudah panik seperti ini. Austin mulai menekan-nekan bagian dada Aurin hingga Aurin terbatuk-batuk dan mengeluarkan banyak air.

"Oh, astaga. Kamu gapapa?" tanya Austin sambil memeluk tubuh mungil Aurin. Tak lama, semua orang tua pun datang, mereka semua memekik kaget karena melihat keadaan Austin dan Aurin.

"Astaga, Aurin. Kamu gapapa, sayang? A, adikmu kenapa?" tanya Gita sambil berlutut disebelah Austin dibelakangnya, Hazza juga berlutut dan memandang cemas kedua anaknya.

"It's okay, mum, dad." ucap Austin menenangkan. "Aurin hanya terpeleset tadi. Aku akan membawanya ke kamar agar ia beristirahat." ucap Austin. Ia mulai bangkit dengan tangan membopong tubuh mungil Aurin.

Austin melewati gerombolan teman-teman Hazza dengan wajah datar. Namun mereka semua bisa melihat didalam mata coklat milik Austin terdapat kekhawatiran yang sangat amat dalam kepada adik kembarannya itu.

"Sasya, apa yang terjadi?" tanya Esa pada anak perempuannya itu. Sasya dan Reon langsung bangkit lalu berjalan mendekati orang tua mereka.

"Tadi pas aku sama Reon mau nyusul Austin lagi narik Aurin yang ada ditengah ke pinggir. Aku gak tau kenapa, tapi kayaknya Aurin kepeleset. Gak mungkin kan, pa, kalo Austin ngedorong Aurin?" ucap Sasya menjelaskan. Esa mengangguk mengerti. Ya, mana mungkin Austin mencelakai kembaran yang sangat dicintainya?

"Ya sudah, yuk kita masuk kedalam. Yuk, Za. Pasti mereka bakalan baik-baik aja." ucap Aga menenangkan. Ia merangkul Gita lalu berjalan kembali menuju ruang tamu. Tadi mereka sempat mendengar pekikkan Sasya dan Reon makanya mereka menyusul ke taman belakang. Dan ternyata yang mereka dapatkan adalah kondisi Aurin yang terlihat berantakan juga dengan baju yang basah, begitu juga dengan Austin.

Austin mendudukkan Aurin dipinggiran ranjang. Ia berlutut dan memandang Aurin cemas. "Kamu gapapa? Lagian kenapa kamu bisa kepeleset gitu sih? Hati-hati dong." ucap Austin lemah. Ia takut jika adik perempuan yang paling disayangnya ini kenapa-napa. Maka dari itu sekarang ia sangat khawatir kepada Aurin.

"Licin kak, aku juga gak tau. Lagian aku udah gapapa. Kakak gak perlu khawatir lagi," ucap Aurin sambil tersenyum menenangkan mencoba meyakinkan kepada kakaknya itu bahwa ia baik-baik saja.

"Lain kali hati-hati, okey?" ucap Austin. Aurin mengangguk sambil tersenyum lebar, mau tak mau kakaknya itu juga ikut tersenyum seperti dirinya.

"Ya udah, kamu ganti baju dulu sana. Kakak juga mau ganti baju, nanti aku kesini lagi." ucap Austin. Ia bangkit lalu mengecup kening Aurin sekilas dan keluar kamar adiknya untuk berganti baju.

Setelah Austin keluar dan menutup pintu, Aurin segera melesat menuju lemarinya dan mengambil sepasang pakaian-hanya sebuah sweet pants diatas lutut dan kaos bombrong berwarna abu-abu lengan panjang. Ia segera masuk ke kamar mandi dan mengganti baju basahnya menjadi kering.

Ia mengeringkan rambutnya dengan handuk yang berada didekat bathtub sambil berjalan keluar kamar mandi. Dilihatnya Austin yang sedang merebahka tubuhnya diatas ranjangnya sambil memainkan ponselnya. Pakaiannya sudah berganti menjadi kering, namun rambutnya masih sedikit lembab-kebiasaan Austin yang selalu asal jika mengeringkan rambut.

"Kakak, keringin rambutnya lagi. Nanti pusing kalo setengah basah begitu terus udah tiduran." ucap Aurin sambil duduk ditepi ranjang menghadap Austin. Austin tersenyum lalu bangkit dan duduk sambil bertopang dagu menatap Aurin.

"Kamu yang ngeringin rambut kakak ya?" ucap Austin dengan nada manjanya. Aurin memutar bola matanya lalu menepuk pahanya menyuruh Austin untuk rebahan dipangkuannya.

"Sini, aku keringin." ucap Aurin. Austin tersenyum lebar dan langsung merebahkan kepalanya dipangkuan Aurin. Ia memejamkan matanya saat handuk yang dipegang Aurin mulai mengusap rambutnya lembut membuatnya mengantuk.

"Jangan tidur, kak. Kebiasaan deh kamu mah," ucap Aurin saat melihan Austin yang matanya sudah mulai sayup-sayup mengantuk.

Austin kembali membuka matanya lebar, kepalanya mendongak dan matanya bertemu dengan mata coklat milik Aurin yang sedang menatapnya. "Please.." rengek Austin sambil memberikan puppy eyes-nya kepada Aurin.

Aurin menghela nafasnya. Jika sudah seperti ini, mau bagaimana lagi? Ia tidak tahan jika mendengar rengekkan Austin. "Okey, tapi kakak gak mau kakiku keram karena mangku kepala kakak kelamaan kan? Aku tidur disebelah kakak terus kakak boleh peluk aku dan tidur." ucap Aurin. Austin langsung mengangguk antusias dan bangun dari tidurnya. Ia membetulkan posiainya menjadi yang sebenarnya, setelahnya Austim menepuk-nepuk sisi ranjang yang kosong dengan wajah memelas seperti anak kecil membuat Aurin terkekeh.

Aurin menaruh handuk yang tadi dipakainya dipinggiran ranjang lalu mulai merangkak naik menuju sisi ranjang yang kosong. Ia merebahkan tubuhnya terlentang, namun kepalanya miring kearah Austin. Tangan Aurin terulur menarik kepala Austin agar lebih mendekat kearahnya. Austin pun mendekat dan merebahkan kepalanya di perut rata milik Aurin.

"Sekarang, kakak boleh tidur." ucap Aurin sambil mengelus rambut Austin. Austin tidak menjawab, ia hanya mengangguk kecil dan melingkarkan tangannya ditubuh Aurin. Posisi tidurnya agak miring karena posisi kepalanya yang merebah di perut Aurin. Tak lama, mereka berduapun terlelap dengan senyum tipis tersungging dibibir mereka masing-masing.

Sasya menutup pintu kamar Aurin dengan sangat pelan. Dadanya sangat sesak sekarang, walaupun-sekali lagi, Austin dan Aurin adalah saudara kembar, tapi tetap saja rasa cemburu itu ada.

Sedari tadi, ia melihat apa yang dilakukan oleh Austin dan Aurin. Mereka berdua terlihat mesra-sangat mesra. Mereka tidak seperti sepasang adik kakak kembar, melainkan seperti sepasang kekasih. Dan itu, membuat Sasya lagi-lagi dilanda rasa cemburu.

Sasya kembali turun kebawah, namun ia tidak bergabung dengan Reon, mama, papa atau yang lainnya yang berada diruang tamu. Ia lebih memilih keluar dan berjalan-jalan di taman dekat rumah ini.

Sasya berjalan-jalan ditaman dengan pikiran yang entah kemana perginya. Ia hanya tidak tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Angin behembus membuat rambutnya yang tergerai berterbangan menahambah nilai cantik dirinya. Terlebih, sekarang ia memakai sebuah dress santai berwarna biru berenda dibagian bawah dan sepatu converse yang berwarna biru, senada dengan dress yang dipakainya. Memakai pakaian seperti itu membuat Sasya terlihat seperti anak SMA yang masih berumur 17an.

"Tidak baik berjalan sambil melamun Ms. Little." ucap seseorang yang langsung membuat Sasya tersentak. Ia menolehkan kepalanya kearah suara dan seketika itu matanya melebar kaget.

"Kamu?!"

Everything Has ChangedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang