Chapter 11

146 24 41
                                    

"Kau tahu, robot juga bisa bermimpi."

"Benarkah?"

"Iya. Ayahmu memang sangat keren. Buktinya, selama aku tak sadarkan diri, aku tetap bisa melihatmu tersenyum dan memandangiku dengan mata indah itu."

Kusipitkan mata ke arah Marc yang kini tertawa karena reaksiku. "Apa saat Ayah dan aku mengubahmu menjadi robot ia diam-diam berpikiran untuk membuat dirimu menjadi pandai merangkai kata? Atau ini teknologi baru yang disematkan Ayah padamu saat operasi kemarin?"

Marc mengedikkan bahu meski masih dengan posisi terbaring. Kuperhatikan wajahnya yang tidak lagi seperti kondisi kemarin--wajah pria itu sudah kembali seperti semula, berikut semua fitur yang selalu saja membuatku kagum.

"Apa masih ada yang sakit?" tanyaku, dan ia merespons dengan gelengan kepala.

Marc menarik kedua sudut bibirnya. Pria itu kemudian tersenyum ke arahku. "Jangan terlalu khawatir padaku."

"Memangnya kenapa?"

"Kau seharusnya khawatir pada dirimu sendiri. Dan... seharusnya aku yang khawatir padamu," katanya dengan raut serius namun berhasil membuatku diterbangkan ke langit bersama perasaan yang menggebu-gebu.

Ayah! Ada apa dengan Marc-ku?

"Bisakah kau membantuku?" tanyanya kemudian, dan aku mengiyakan. "Bantu aku duduk. Dari posisi ini, aku tidak begitu bisa melihat wajahmu."

Mencoba untuk tidak melambung tinggi lagi, aku pun segera membantu Marc mengubah posisinya. Ia berterima kasih padaku dengan cara mendekapku erat seperti saat aku dikurung di rumah Ellie.

Ah, kenapa juga aku harus mengingat wanita itu.

Sembari mengelus rambutku, Marc bertanya, "Bagaimana hubunganmu dengan Ellie sekarang?"

"Well, aku masih membencinya." Aku menjawab dengan malas.

Marc melepaskan dekapannya saat mendengar jawabanku. "Kau tahu? Mengapa selama ini Ellie mengawasi ayahmu dengan dalih ia sedang mengawasi cyborg?"

Aku menggelengkan kepala. "Tidak."

"Sebenarnya itu hanya alibi agar ia bisa dekat denganmu. Sebenarnya, pengawasan cyborg tidak dilakukan oleh anggota pemerintahan secara langsung. Apalagi melihat jabatan ibumu di pemerintahan yang sangat tidak cocok dengan tugas rendah seperti itu."

Marc menghentikan ucapannya dan berpaling pada layar menyerupai jam tangan di tangan kanannya yang menampakkan panggilan masuk dari nomor Ellie.

"Datanglah ke sini bersama Covalent bila kalian tidak ingin Ellie dan Andrew mati di tanganku."

Saat itu juga, pikiranku berubah jadi kalut. Meski begitu, aku masih tahu persis siapa pemilik suara itu. Si Maverick sialan yang tidak pernah bisa melihat manusia hidup bahagia. Buru-buru aku bangkit dari duduk dan hendak pergi meninggalkan Marc bila saja ia tidak mencegah tanganku.

"Jangan gegabah," tegurnya dengan nada tegas namun kubalas dengan gelengan kepala. Aku tidak bisa berpikir panjang bila menyangkut urusan Ayah. Apalagi mengingat nyawanya yang kini seolah berada di tangan si Maverick sialan itu. "Aku ikut bila kau ingin pergi."

"Tidak. Kau baru saja pulih, Marc."

"Jawabanku juga tidak. Kalau kau ingin aku tinggal di sini, maka tinggallah untuk beberapa saat sampai kita sama-sama menemukan solusi terbaik," katanya coba untuk meyakinkanku.  "Kalau kau tetap ingin pergi, maka aku juga akan pergi."

Saat ruangan ini diselimuti keheningan yang kubuat bersama Marc selama beberapa menit, sebuah panggilan masuk dari nomor Ellie memecah balon hening itu.

DNA | Marc Márquez ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang