Chapter 4

197 34 34
                                    

Saat tengah sibuk memikirkan perihal korelasi antara tiga kata tadi—yang kumaksud adalah: pemerintah, peneliti dan robot—dengan diriku, Ayah dengan kabar gembiranya mengirimiku pesan.

Robot tampanku telah selesai dikarantina!

Sejenak kusingkirkan pikiran tidak berdasar tadi dari kepalaku. Di saat seperti ini, aku harus fokus pada robot tampanku dan memikirkan bagaimana caranya agar tidak ada lagi sekat kecanggungan yang membatasi kami bila berada di jarak kurang dari satu meter.

Maka dari itu, aku berpamitan pada Zach dengan dalih Maverick kembali mempersulit kehidupanku.

Meski sempat menunjukkan air muka sedih, sepersekian detik setelah itu Zach kembali mengumpulkan binary antusias di wajahnya sambil berkata, "Kali ini kau harus berpartisipasi. Karena ini akan menyenangkan dibanding terus-terusan mengumpat dan menembakkan peluru untuk meluapkan kemarahan."

Dan yah, aku tidak bisa menolak.

Juga, aku tidak bisa menolak untuk menikmati pemandangan menakjubkan itu lagi di depanku. Sekalipun hanya melalui kaca ruangan filter udara, bagiku sudah cukup untuk melihat robot tampanku kembali menampakkan tubuh atletis itu sebelum akhirnya kaus putih menutupi semuanya. Tak apa, sebab penelitian mengemukakan bahwa laki-laki akan terlihat makin tampan apabila mengenakan kaus berwarna putih. Apalagi begitu melihat lengan kokoh itu bergerak-gerak kaku. Aku bisa menjamin robot tampanku tiada duanya di dunia ini.

Sayangnya, aku terlalu keasyikan sehingga kembali tertangkap basah sedang mengamatinya tanpa kedip.

Dengan rasa malu yang presentasinya nyaris seratus persen, aku memasuki ruangan tempat robot tampanku berada. Kurasa memanggil Marc dengan sebutan robot tampan lebih menyenangkan bagiku.

"Sudah berapa lama kau di sana?" tanya Marc dengan nada dingin. Bukannya benci dengan sikapnya padaku, aku malah makin cinta padanya. Entah sejak kapan aku berkeinginan untuk memiki kekasih dengan sifat dingin nan menenggelamkan.

Aku membenamkan gigi pada bibir bawah. "Kurang dari lima menit, mungkin?"

Robot tampanku mengangkat alisnya yang tebal itu sebelah. Gelagatnya seperti meminta penjelasan lebih lanjut dariku.

"Aku menyukaimu!" seruku langsung. Awalnya terasa melegakan. Namun lima detik setelah itu, aku benar-benar menyesalinya dan menutup mulutku dengan kedua tangan.

"O-oke... lalu?" tanya Marc lagi.

Sepertinya akan semakin canggung bila dilanjutkan. Oleh karena itu, aku memilih kabur dan berjanji tidak akan mau menampakkan wajah lagi di depan robot tampanku.

Tapi, sebuah keajaiban datang begitu saja.

Marc menarik tanganku. Dan tubuh ini tak lagi di bawah kendali sehingga kepalaku terpental menabrak dadanya yang bidang. Aku sepatutnya bersyukur, sebab dadanya tidak sekeras besi.

"Kenapa kau menarik tanganku?" tanyaku sebal.

"Hari ini kau ada mata kuliah, bukan?" Bukannya menjawab pertanyaanku, ia malah menanyakan hal lain padaku. Sungguh membuatku makin sebal padanya.

Akan tetapi, pada akhirnya rasa sebal itu hilang bak uap yang dilepaskan ke udara begitu ia berkata, "Aku akan menjemputmu."

[.]

"Kau terlihat bersemangat hari ini, Covalent Lauder."

Lagi-lagi suara mengganggu itu tertangkap oleh gendang telingaku.

Kutolehkan kepala, dan mendapati dosen gila dengan wajah mafia itu menghampiri diriku.

"Apa wajahku sekarang masih terlihat bersemangat, Mr. Viñales?"

DNA | Marc Márquez ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang