Kamu.

5 1 0
                                    

Ini kisah tentang aku. Iya, aku yang tak pernah bisa melakukan apapun untuk kamu. Hingga hari ini tiba, hari dimana kamu nampak damai dan tenang dalam balutan jas hitam dan riasan tampan.

Semua orang mengelilingimu. Berkabung atas kepergianmu, berduka atas kematianmu. Pun aku, yang lebih kehilangan daripada biadab biadab disekelilingmu. Mereka yang tak menyatukan kita, mereka yang menghancurkan mimpi kecil kita. Mereka yang memporak porandakan kebahagiaan cinta kita.

Mereka yang ....

"Sarah ?" aku menoleh, mengusap air mataku. Menatap sendu wanita paruh baya disebelahku.

"Bude Jani." aku menjabat tangannya yang sedikit berkeringat.

"Jangan terlalu mencolok, nanti kalau keluarga Vino lihat kamu, bisa dimaki kamu." bisik bude Jani, pembantu keluarga Vino. Orang yang dipercaya Vino dapat menyimpan rahasianya atas hubungan kami.

"Sarah pengen peluk Vino, bude " isakku pada bude Jani.

Wanita paruh baya itu menatap iba kepadaku. Dia pasti merasa aku sangat mengenaskan, cinta tak direstui lalu ditinggal mati. Persis Juliet dan Romeo.

"Sabar ya nak.." aku hanya mampu mengangguk dan menangis dalam diam.

Bude Jani membawaku pergi, sebelum aku benar benar meninggalkan area penghormatan terakhir aku menatap sosok tinggi tak jauh dari tempatku. Pria itu tersenyum licik padaku. Dasar bajingan ! Dia pasti sangat senang dengan kejadian ini.

"Jadi kenapa kok Vino bisa meninggal ?" tanya seorang pelayat pada pelayat lainnya.

"Ngga tau juga, katanya sih serangan jantung." jawabnya.

"Kasihan, masih muda dan belom menikah sudah dipanggil Yang Kuasa." aku menunduk membenahi selendang yang kupakai untuk menutupi kepalaku.

Berjalan mengikuti langkah bude Jani. Kami baru akan menghentikan taksi ketika seseorang menyambar tanganku keras. Kemudian menjambak rambutku dan menampar berkali kali. Aku memekik kesakitan, namun dia tak memberi ampun.

"Dasar jalang !!! Gara gara kamu anakku mati !! Dasar perempuan sundal !!!" makinya berteriak.

Aku hanya mampu menunduk pasrah, menerima setiap siksaan dari ibumu. Lihat sayang, bahkan ibumu masih mencaciku saat kamu pergi.

"Harusnya kamu yang mati, setan !!" makinya lagi.

Bukankah setan tak akan mati ? Bukankah setan kekal abadi ?

"Dia akan menikah minggu depan, brengsek !" dia tak berhenti meracau meski sudah dipegangi beberapa orang.

"Bagaimana anda bisa menyalahkan saya atas kematiannya ? Sementara anda tak pernah melepasnya pergi sendiri. Terlebih menemui saya." belaku mencoba sekuat tenaga.

"Bisa jawab kamu ?!" teriaknya bengis.

Aku menunduk, mengambil nafas panjang. Memberanikan diri menatap ibu paruh baya yang nampak sudah mulai kehabisan tenaga.

"Seandainya anda mengijinkan saya bersama Vino, dia tidak akan meninggalkan anda secepat ini." kataku gemetar.

"Jalang !! Bajingan kamu ! Brengsek !!"

Lihat Vino sayang, mamamu mengataiku lagi. Tidakkah kamu berencana untuk bangkit dan membelaku ?

Kulihat jauh disana sosokmu melambai padaku. Tersenyum hangat seperti biasa. Aku tersenyum membalas lambaianmu. Beberapa orang mengamatiku aneh dan mungkin mereka mengira aku mulai gila karena kehilanganmu. Tapi tidakkah mereka melihatmu ? Menyadari keberadaanmu.

Lalu tanganmu mengudara menunjukkan arloji ditangan kirimu. Oh, waktu.

"Dasar perempuan gila !!" makinya untuk yang terakhir kali.

Aku mengangguk sembari tersenyum lembut.

"Ya, aku gila. Bahkan saking gilanya aku, berdoa semoga kamu masuk penjara."

Tak berapa lama segerombol polisi datang menghampiri kami. Berdiri mengitari mamamu.

"Ibu Veronica, anda kami tangkap atas tuduhan pembunuhan berencana terhadap putra anda sendiri !" wajahnya memucarmt terkejut. Doaku dikabulkan dengan cepat.

"Tapi saya tidak membunuhnya pak ! Bagaimana bisa saya membunuh anak kesayangan saya ?"

"Bukti bukti serta saksi mata sudah menanti dikantor polisi. Ibu bisa jelaskan disana. Jadi mohon kerja samanya ibu ikut kami."

Dia diseret sedikit paksa oleh para polisi itu. Kemudian berbalik menghadapku dengan penuh amarah, yang kubalas dengan lambaian dan seringaian licik.

Kena kamu !

Aku memasuki rumah kecil yang kusewa dua bulan lalu. Sedikit terpencil dari perumahan. Hanya rumah usang dengan harga murah.

"Kamu terlambat sayang," aku tersenyum dan berbalik. Mendapatinya berjalan kearahku.

"Apa kamu lihat ?" dia mengangguk. Memeluk pinggangku dan menciumku rakus.

"Aku semakin jatuh cinta sama kamu, pembunuh licik nan seksi." dia meremas bokong kiriku.

"Ahhh.."

"Seharusnya kita tidak perlu seperti ini kan seandainya saja kekasih konyolmu itu tidak memergoki kita sedang bercumbu ?" dia mulai mengecupi rahangku. Merobek baju yang kupakai dalam sekali hentakan.

"Ya, beruntung adik bodohmu itu sudah mati. Dan ibumu yang sialan adalah pelakunya." dia mengangguk dalam leherku.

"Kamu terbaik."

"Kamu juga baik."

"Setan kecil yang cantik." pujinya yang membuatku tergila padanya.

Box Short StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang