Satu : Jadi Anak Kota.

308 25 35
                                    

"Yaudah, Bun, Fia pergi dulu, ya. Jaga diri Bunda baik-baik." Fia salam sama Bunda-nya. Mau pergi katanya. Nggak tau kemana. Ini baru awal cerita aja udah nggak jelas. Udahlah, skip aja mending huehueheueu.

Nggak, deh.

Fia mau merantau. Ke kota. Jauh dari desanya yang makmur penuh dengan kolam lele ini. Nggak cuma Fia. Della juga ikut karena mau numpang cari kerja. Ya, sama kayak Fia. Fyi, Fia sama Della ini adik kakak yang usianya cuma beda dua tahun.

"Kamu juga, jagain adikmu. Baik-baik disana, ya?" Bunda Ilena ngusap kepalanya Fia.

"Iya, bun."
Abis salam perpisahan gitu, Fia ngangkat kopernya, hendak pergi dari pekarangan rumah bercat hijau itu. Tapi, tiba-tibaㅡ

"Kak Fia! Aku mau ikut!"

"Farel! Farel! Nanti jatoh!"

Farel sama Yevia teriak-teriak dari dalem.

"Kak Fia, Farel mau ikut!" Kata Farel sambil narik-narik bajunya Fia.

"Ikut kemana, gablag. Masih bocah juga." Della ngejeplak sambil getok kepala adiknya yang masih berusia 5 tahun itu.

"Ikutㅡ ikut keㅡ kakak sama Kak Fia mau kemana emangnya?"

"Mau ke rumah Bu Rosi. Farel mau ikut?" Kata Fia, berdalih.

"Bu Rosi yang janda galak itu? Ogah! Farel takut."

jepret

Dihajar-lah itu pipi si Farel sama Fia,

"Diajarin siapa ngomong gitu?" Katanya.

"Di- diajarin- Kak Della...." Rintih Farel.

Fia langsung natap Della dengan tatapan yang seolah berbicara, "Adek gua lo ajarin ngomong yang engga engga ya blangsak?" Della cuma cengengesan.

"Eh, ribut terus. Fia, Della, gih, sana pergi. Udah siang. Farel, Farel disini aja, ya, nak, sama Bunda. Sama Kak Yevi. Ya?" Kata Bunda dengan tutur kata lembut.

Akhirnya, Della dan Fia pergi meninggalkan desa yang membesarkan mereka itu. Desa yang penuh dengan ketentraman, kedamaian, dan tentu saja, penuh dengan lele hasil ternakan bapak mereka. Kota adalah tujuan mereka. Tempat mereka akan mengadu nasib yang sebenarnya.

Sampai di kota, mereka turun dari bus dan nggak tau harus kemana. Bener-bener kayak orang ilang. Kayak anak ayam lagi nyari tai nya- eh, induknya. Terus selang berapa detik, ada tukang ojek nyamperin.

"Ojek, neng?"

Ganteng. Adalah kata pertama yang muncul di benak Fia ketika liat tukang ojek itu.

Misqueen. Adalah kata pertama yang muncul di benak Della ketika liat ada bolongan kecil kayak abis kesundut rokok di jaket tukang ojek itu.

"Maap maap, ni, Pak. Kita mah naeknya taksi. Ya, Fi?" Della belaga pakai logat betawi.

"Maap maap juga, saya ini masih muda. Masih 21 tahun. Jangan asal jeplak manggil 'Pak' aja ngana." Jawab si tukang ojek ganteng.

"Boros bener mukanya." Celetuk Della sambil mendelik.

"Jadi naek ojek gua kaga, nih? Kalo kaga, gua mau nyari penumpang laen."

"Iya!"

"Hah?" Della kaget banget pas denger Fia bilang iya. APA APAAN.

"Iya, saya mau naik ojek. Dikata bawa koper gede begini gak berat. Saya aja yang naik. Eh, Del, lo jalan kaki bawa koper lo sendiri. Suruh siapa ditawarin naek ojek gak mau. Bye."

BADASS CAMPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang