3장 : Mimpi Buruk Taehyung

5K 829 70
                                    

"Aku punya mimpi. Tapi terkadang, aku tidak ingin bermimpi."

Jimin menatap jendela kamarnya yang menampilkan gemerlapnya kota Seoul

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jimin menatap jendela kamarnya yang menampilkan gemerlapnya kota Seoul. Sembari menyesap cokelat panasnya, ia memutar ulang kejadian empat belas tahun lalu saat dirinya ditinggalkan di taman kota yang dingin dan dipenuhi salju.

Kemudian, otaknya kembali memutar kenangan lain saat ia membuka matanya dan menemukan mata hazel Taehyung yang menawan sedang menatapnya penuh pancaran kebahagiaan.

Lalu, saat melihat Taehyung yang tengah dilempari telur dan disiram air kotor. Dipukuli dan babak belur. Terjadi saat keduanya masih kelas 2 SMA. Taehyung dirundung.

Semua memori itu masih melekat. Termasuk kenangan tentang Taehyung kian berubah. Taehyung yang secerah mentari berubah menjadi sedingin cahaya bulan. Tetap menyinari, namun terasa redup. Taehyung menjadi lebih pendiam, dan introvert di usianya yang menginjak lima belas tahun di tahun pertama ia memasuki SMA, maka dari itu Taehyung dirundung dan disepelekan.

Bagi Taehyung, menjadi seorang indigo adalah sebuah kesialan. Dimana ia bisa melihat hantu berparas menjijikkan, dimana ia bisa melihat sekelebat masa lalu, dan dimana ia bisa melihat masa depan melalui mimpinya. Kasus indigo bermacam-macam. Ada seseorang yang hanya bisa melihat bayangan hantu, ada pula yang spesial seperti Taehyung.

"Jangan penuh drama. Menyebalkan sekali melihatmu mengaku-aku punya indera ke-enam."

Jimin menarik sudut bibirnya dan tersenyum kecut saat mengingat cacian yang diterima Taehyung. Bukan salah Taehyung bahwa ia bisa melihat, namun orang lain tetap menyalahkan Taehyung.

Sejak saat itu, Taehyung menjadi lebih diam. Bahkan pada Jimin sekalipun yang tidak tahu apapun.

"Sedang apa?"

Jimin membalikkan badannya. Menatap Taehyung yang berjalan santai ke arahnya. Sekilas Jimin menatap jam dinding yang menunjukkan pukul 2 dini hari. Taehyung menghentikan langkahnya tepat di samping Jimin dengan wajah kusut khas bangun tidur.

"Hanya ... tidak bisa tidur," jawab Jimin dengan pelan. Ia melanjutkan, "Kau sendiri? Kenapa bangun di tengah malam begini?"

Jimin kemudian menyondorkan cokelat panasnya pada Taehyung. Taehyung menoleh, menatap cokelat panas itu dengan mata yang masih memerah. Ia menerima cokelat panas milik Jimin, menyesapnya sedikit dan mengembalikannya.

"Aku ... bermimpi lagi."

Bila Taehyung bermimpi, itu berarti akan ada sesuatu yang terjadi padanya atau pada orang-orang terdekatnya setelah ini. Entah siapapun yang dimimpikan Taehyung. Mimpi itu pasti akan terjadi.

Taehyung bukan hanya bisa melihat hantu dan potongan-potongan masa lalu. Ia bisa melihat potongan kejadian masa depan yang rancu lewat mimpi dan tidak pernah bisa ia rubah meski ia sendiri mengetahuinya. Jika berpikir bahwa Taehyung bisa mengetahui jodohnya nanti lewat mimpi, itu salah. Taehyung tidak pernah bermimpi indah, ia selalu bermimpi buruk dan jika ia bermimpi, maka Taehyung menganggapnya sebuah petaka.

Taehyung menatap Jimin yang terdiam dengan senyum di bibirnya. Jimin memalingkan wajah, menatap lampu gedung seisi kota Seoul dari apartemen mereka yang berada pada lantai 15. Jimin menghela napas, "Apa mimpi tentangku lagi?"

×××

Cahaya matahari menembus sela-sela gorden kamar Jimin, membuat biasan cahaya yang menawan. Kicauan burung terdengar dengan diiringi suara alarm dari jam digital di nakas kamar Jimin.

Taehyung membuka matanya saat tubuhnya mulai terasa gerah dengan keringat yang mengalir di pelipisnya. Taehyung beringsut dan menggeser badannya, menekan tombol jam digital Jimin untuk mematikan alarmnya. Waktu menunjukkan pukul 7 pagi namun Jimin yang berada di sampingnya masih terlelap dengan selimut yang menutupi tubuhnya sampai leher.

Dahi Jimin sedikit berkeringat dengan penghangat ruangan yang hidup. Daripada harus kedinginan dan meregang nyawa, Jimin lebih memilih untuk berkeringat dan tetap hangat.

Semalam, usai menemani Jimin memandang gemerlap kota ditemani dengan secangkir cokelat panas, Taehyung memutuskan untuk tidur bersama Jimin.

"Aku tidak ingin tidur agar mimpi itu tidak kembali."

Jimin tertawa kecil sembari mengubah posisinya menghadap Taehyung yang terlentang menatap langit-langit. Ia masih tersenyum saat Taehyung meliriknya.

"Aku disini. Aku tidak akan kemana-mana."

Taehyung menghela napasnya kemudian menyerah. Ia berguling kesamping, menghadap Jimin.

"Janji tidak akan keluar saat musim dingin datang?"

Jimin hanya tersenyum kemudian berbisik pelan seraya mengusap rambut Taehyung, "Ayo, tidur."

Taehyung beranjak berdiri, kemudian mematikan penghangat ruangan di pojok kamar Jimin begitu udara terasa begitu panas dan pengap.

Taehyung melenggang pergi, namun langkahnya terhenti di dekat pintu. Ia menatap Jimin yang masih terlelap dengan wajah polosnya.

"Apa tidak bisa kau bahagia sejenak?"

Taehyung bermimpi, tentang Jimin. Mimpi yang sama setiap tahunnya menjelang musim dingin. Tentang Jimin yang menangis, mengurung diri, dan melakukan percobaan bunuh diri.

Tidak dengan menyayat tangan atau terjun dari gedung seperti kebanyakan orang yang mencoba bunuh diri. Jimin hanya perlu keluar dan menyentuh salju untuk sekedar membunuh dirinya sendiri.

Karena alergi itu menjadi sangat jahat. Sedikit banyak memiliki kesamaan dengan Hypothermia, namun pada Jimin terjadi dalam kasus yang lebih parah. Komplikasi serius alergi dingin Jimin yang mengharuskan ia tersiksa dengan kehangatan yang ia buat sendiri.<>

___________________________________________

re-publish, 21-07-20.

Lonely Whale [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang