6장 : Tumbang

4.1K 734 55
                                    

"Karena sejujurnya ada banyak luka yang tersimpan di balik senyum tipis itu."

         Rumah Jimin dan Taehyung selalu rapi, hal itu menjadi salah satu alasan Seokjin suka berkunjung kemari

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

         Rumah Jimin dan Taehyung selalu rapi, hal itu menjadi salah satu alasan Seokjin suka berkunjung kemari. Mungkin kamar Taehyung lebih berantakan, namun kamar Jimin lebih tertata karena Jimin sendiri suka membersihkan rumah saat ia mulai merasa bosan.

"Kak, ingin kubuatkan apa?"

Seokjin tidak menjawab dan malah meraih tangan Jimin lalu memberikan obat tablet antihistamin untuk alerginya.

"Aku masih punya obat yang tersisa kok, Kak. Tapi, terimakasih." Jimin tersenyum, menampilkan mata sabitnya dengan bibir pucat yang melengkung.

"Kau yakin tidak apa-apa? Apa perlu aku menghubungi—"

"Aku baik-baik saja," sela Jimin. Ia melanjutkan, "Gejalanya akan hilang saat aku sudah berada di tempat yang hangat."

Seokjin terdiam karena tidak tahu apapun mengenai penanganan alergi yang Jimin miliki. Ia bukan lulusan fakultas kedokteran karena nilai kimia dan biologi Seokjin selalu mendapat tinta merah. Dua puluh, atau tiga puluh, Seokjin sudah lupa betapa buruk skornya di sekolah dulu.

Namjoonlah yang paham benar mengenai kondisi Jimin karena ia berprofesi sebagai dokter dan menangani Jimin sejak ia menjadi dokter umum di rumah sakit Seoul.

Seokjin menghela napas dan akhirnya mengangguk. Mencoba percaya dengan Jimin.

"Aku akan membuatkan cokelat hangat, kakak pasti kedinginan juga, 'kan?"

Jimin berjalan menuju dapur setelah Seokjin mengangguk lagi. Sesekali, Jimin memijit pelipisnya. Kepalanya pusing. Tubuhnya menggigil, Jimin kini berada di depan kompor untuk memanaskan air dan menunggunya sampai mendidih.

×××

"Aku bantu, ya. Lalu sebentar lagi kita akan bermain game bers—"

Seokjim menghentikan ucapannya, berlari menghampiri Jimin dengan panik. Ia mematikan kompor yang menyala. Ditatapnya Jimin yang masih menekan kepalanya sendiri. Seokjin meneliti setiap tubuh Jimin. Mulai dari bibir pucat yang hampir membiru, area kulit yang muncul ruam hingga kuku yang ikut pucat. Badan Jimin menggigil.

Jimim tidak baik-baik saja.

Seokjin mengeluarkan ponsel dari saku seraya merangkul Jimin dengan tangannya. Ia tarik Jimin dalam dekapan Seokjin sambil terus berusaha menghubungi Namjoon yang sangat sulit dihubungi saat jam kerja.

Seokjin menggigit bibirnya, gemas karena Namjoon tidak kunjung mengangkat teleponnya.

"Apa sih, Kak? Aku sedang ada pasien."

Seokjin terkesiap saat Namjoon mengangkat panggilannya.

"Datang ke rumah Jimin dan bawa yang kau butuhkan untuk menangani Jimin seperti biasanya. Cepat, Namjoon. Jimin sudah menggigil."

"Apa? Tapi, aku masih—"

"Namjoon, tolong. Sekali ini saja, aku takut tubuh Jimin tidak bisa menahannya sampai kau pulang bekerja."

"Tunggu."

Namjoon memutus panggilannya tiba-tiba. Seokjin menjauhkan ponsel, mendekap Jimin dengan erat berharap panas tubuhnya bisa tersalurkan. Seokjin menahan tubuh Jimin yang hampir lunglai, menopang Jimin untuk tetap berdiri. Napas Jimin terengah, ia menyandarkan kepalanya pada bahu Seokjin dengan mata sayu yang hampir mengatup.

Seokjin menoleh pada Jimin, menepuk pipi Jimin pelan.

"Jimin, jangan menutup matamu."

"Jimin? Hei, jawab aku!"

×××


Jimin baru bisa tertidur pulas usai Namjoon memberikan infus dan menyuntikkan obat-obatan yang ia bawa dari rumah sakit agar langsung memberikan efek yang meredakan gejala Jimin.

Namjoon duduk di samping ranjang Jimin, bergabung dengan Seokjin. Sesekali, Namjoon memeriksa aliran infus Jimin lalu memandang Seokjin yang membenarkan letak selimut Jimin.

Namjoon menghela napas, "Suhu tubuh Jimin tadi sudah turun sampai 28 derajat sedangkan suhu normal kita adalah 36 derajat. Jika aku terlambat, Jimin mungkin akan kembali ke rumah sakit."

Seokjin mengangguk paham atas perkataan Namjoon. Seokjin menoleh pada namjoon kemudian berkata, "Sudah, tidak apa-apa. Yang penting, Jimin baik-baik saja. Ayo pulang, biarkan Jimin beristirahat."

Namjoon mengangguk lalu kemudian beranjak mengikuti Seokjin. Namun langkah Seokjin terhenti saat Jimin menahan tangannya dengan mata yang sedikit terbuka.

Jimin kembali memejamkan matanya namun masih tidak melepaskan tangannya dari lengan Seokjin.

"Aku selalu kesepian di sepanjang musim dingin, Kak. Ingatan tentang ibu yang membuangku selalu terbayang. Setidaknya, tolong temani aku di sini sampai Taehyung pulang." <>

___________________________________________

re-published, 23-07-20.

With yupi,
Thea.

Atas saran marimencoba wkwkwk.

Lonely Whale [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang