3

221 9 0
                                    

"Di saat lelah berharap, aku tertatih. Di saat perih menyapa hati pun merintih. Aku tidak ingin mendapatkan sepasang mata yang senantiasa menatap teduh ke arahku, jika pada akhirnya nanti aku akan mendapatkan punggung yang semakin menjauh."

Esok hari yang kelabu. Ramanda terlihat murung. Pikirannya teramat terbebani dengan segudang masalah yang menimpanya. Manda tidak tahu harus berbuat apa, dan pada siapa ia harus mengadu. Ini sangat menyakitkan dari apa pun. Tapi Manda berusaha menyimpan luka ini secara baik-baik agar tidak sampai terdengar ke telinga Ibunya.

"Manda!"

Panggil seseorang dari luar kamar Manda. Manda pun sama sekali tidak ingin keluar kamar. Ia bahkan masih terlihat takut, namun sekuat tenaga untuk tetap bersikap tenang.

"Siapa?"

"Febrina nih!"

"Masuk aja, Feb. Enggak dikunci."

Kemudian tak lama Febrina pun masuk ke dalam kamar Manda. Wajah Febrina terpasang serius, seperti akan memberitahukan sebuah informasi pada Manda.

"Tadi ada yang nyariin kamu, Nda."

Sontak Manda langsung menanggapinya dengan serius. "Siapa?"

"Aku juga enggak tau, sih. Tapi katanya kamu nanti sore harus pergi ke alamat ini." Febrina memberikan selembaran kertas berisikan sebuah alamat.

"Ini yakin? Orang itu ngasih alamat buat aku?"

"Iya, Manda."

"Cewek apa cowok?" Manda bertanya intens, ia takut jika yang memberikannya alamat itu adalah Bisma, lelaki yang sudah menikamnya secara kasar tempo lalu.

"Bukan cowok. Tapi cewek,"

"Cewek?"

"Iya. Kamu serius?"

"Iya, aku serius. Cewek. Yang jelasnya sih Ibu-Ibu. Tadi Ibu-ibu itu ada di depan rumah lo. Tapi sekarang dia udah pergi, katanya gak jadi bertamu eh malah nitipin alamat ini ke gue." jelas Febrina.

"Oh." Manda hanya ber-oh saja. Ia menyangka kalau orang yang dimaksud Febrina sudah pasti adalah Ibundanya Risa.

Setidaknya Manda lega, kalau itu bukan Bisma. Manda hanya akan pasrah jika yang menyuruhnya ke alamat tersebut adalah Ibundanya Risa. Apa pun yang terjadi, Manda pasti akan bertanggungjawab atas kesalahannya yang telah menghilangkan nyawa Risa. Manda bukan pembunuh, juga bukan penjahat. Manda tidak sengaja menabrak Risa sehingga membuat nyawa Risa melayang.

"Kamu kenal sama Ibu-Ibu itu?" Tanya Febrina.

"Hm. Sebenernya ... Aku mau cerita sama kamu. Tapi ..."

"Kenapa?"

"Aku udah nabrak orang kemarin, dan orang itu meninggal."

"Astagah. Kamu serius?"

"Iya. Aku sekarang gak tau harus ngapain. Aku takut, Feb. Tapi aku pasti akan bertanggungjawab atas semuanya, sekalipun mungkin nanti aku bakal dipenjara," ucap Manda tampak risau.

"Jangan bilang kalau Ibu-ibu tadi adalah salah satu keluarga korban yang kamu tabrak."

"Iya."

"Hm. Nda, kamu harus bisa melewati semua ini. Anggap saja ini ujian buat kamu. Jujur, aku nggak bisa bantuin apa-apa. Aku ..."

"Nggak apa-apa, Feb. Yang penting kamu selalu ada buat aku aja itu udah bisa membuat aku sedikit tenang."

Febrina tersenyum. "Aku yakin, kamu pasti bisa melewati semuanya, Nda. Terus, bagaimana dengan pekerjaan kamu?"

DiamondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang