5

206 8 0
                                    


"Di rentang sang waktu yang menjejal, kau mampu menaburkan seuntas kata sesal. Sesal yang membuatku tersentak. Jika harus aku memilih, aku lebih baik tidak usah dilahirkan di dunia yang kejam, ketika kau berhasil menikamku dalam gelap mencekam."

***

Manda terlihat gelisah saat ini. Ia hanya mampu berdiam diri di dalam kamar. Ingin rasanya ia menumpahkan semua tangisnya dalam pelukan Ibunya dan bercerita semua tentang hal buruk yang menimpanya saat ini. Namun apa? Manda takut jika melukai perasaan Ibunya. Manda takut jika Ibunya mengkhawatirkan keadaannya. Pada intinya, Manda takut membuat Ibunya cemas memikirkan semua masalah yang menimpa Manda saat ini. Biasanya, Febrina-lah yang setia mendengarkan segala curhatan Manda. Akan tetapi, saat ini Febrina sedang mengejar mimpi dan masa depannya untuk fokus melanjutkan kuliah di luar Negeri, tidak mungkin jika Manda harus menceritakan semua ini, ia bahkan takut mengacaukan pikiran Febrina untuk meraih mimpinya.

"Ya Tuhan, bantu aku untuk lepas dari semua ini. Aku takut," ucap Manda pelan, ia terlihat bingung harus dengan cara apa menyelesaikan permasalahan ini dengan sendirian.

Tiba-tiba ponselnya berdering, tertanda panggilan masuk dari nomer yang tidak dikenal. Manda mengernyit heran, awalnya ia tidak mau mengangkat panggilan dari nomer tidak dikenal itu, namun rasa penasarannya yang membuat jempolnya menyentuh gagang telepon berwarna hijau dalam layar sentuh ponselnya.

"Ha-hallo?" Ucap Manda sangat berhati-hati.

"Gue Bisma. Lo di mana?" suara serak itu terdengar terputus-putus dalam panggilan tersebut, mungkin karena pengaruh signal.

"Bi-bisma?" Heran Manda. Dari mana Bisma tahu nomer ponsel Manda? Orang itu benar-benar menakutkan bagi Manda. 'Ya Tuhan, Bisma pasti akan terus membuatku takut.' Batin Manda panik.

"Iya. Lo di mana? Bisa ke sini sekarang? Gue harap lo bawa semua baju-baju lo. Soal Ibu lo nanti bakal ada dua suster yang akan merawat Ibu lo sebaik-baik mungkin. Gue bakal jamin semuanya. Asal, lo ikutin perintah gue. Karena apa? Gue udah mengganti rugi uang sebesar 500 juta pada Ibunya Risa. Jadi lo terbebas dari ancaman Ibunya Risa. Saat ini, hidup lo ada di tangan gue," kata Bisma.

Manda menelan salivanya pelan, keringat dingin memenuhi dahinya. Ada perasaan takut dalam hatinya. Kenapa lelaki itu nampak ingin sekali memiliki Manda sepenuhnya? Bisma sudah tidak waras. Bisma benar-benar sudah gila. Dendam yang sudah membutakan akal sehatnya. Padahal berulangkali Manda melontarkan kata maaf, namun Bisma sama sekali tidak bisa memaafkan. Sial. Bisma memang keras kepala.

"A-aku harus ke mana?" Kepolosan Manda membuat Bisma mungkin menyeringai di seberang sana. Betapa polosnya Manda melontarkan kalimat tersebut.

"Ke diskotik!"

"Kenapa harus ke tempat itu?"

"Tempat lo di sini."

"Aku nggak mau. Itu bukan tempatku!" Manda menolaknya dengan sedikit tegas.

"Mau membantah?!"

"Please ... Aku nggak mau!"

"Dalam waktu setengah jam lo harus udah sampai di sini. Pokoknya gue nggak mau tau!"

"A-aku---"

Belum sempat melanjutkan kalimatnya, sambungan telepon tersebut terputus. Gila. Itu membuat Manda seperti dihadapkan serangan jantung yang mendadak, seketika itu detak jantungnya berdebar sangat kencang. Bukan karena grogi atau hal semacamnya, tapi karena rasa takutnya. Bisma memang keterlaluan.

Tanpa aba-aba lagi, Manda bergegas menuju keluar kamar. Namun Manda melupakan pesan Bisma untuk membawa seluruh pakaiannya. Yang ada dipikiran Manda hanya; bagaimana caranya dalam waktu setengah jam ia harus sampai ke tempat yang dimaksud Bisma. Karena jarak rumah Manda dan jarak diskotik---yang dimaksud Bisma itu cukup jauh.

DiamondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang