"Cinta memang tidak bisa diprediksi akan datang kapan, di mana, dan kepada siapa. Namun, harus satu yang kita tahu dari apa arti cinta! Cinta itu tidak harus saling memiliki."
•••
Chapter 01
Sejak kematian ayahnya dua tahun yang lalu, hidup Marquess of Cambridge, Raymond Barnett, selalu tidak tenang. Ia merasa seolah dihantui oleh kematian. Sudah beberapa kali dirinya mengalami kecelakaan kecil yang anehnya selalu berujung fatal dan hampir merenggut nyawanya. Ia dibuat frustasi saat mengingat semua peristiwa ganjil itu. Mungkinkah semua kecelakaan itu disengaja?
Demi melindungi diri dan memastikan bahwa memang tidak ada yang mengincar nyawanya, Raymond memutuskan untuk menyewa seorang agen rahasia dari pulau Dorchester, sebuah pulau terpencil yang tidak diketahui keberadaan tepatnya karena tingginya tingkat kerahasiaan mereka. Agen rahasia itu bernama Adam.
Pertama kali datang ke Cambridge Hall, Adam melamar sebagai valet, tapi setelah Adam memberikan secarik kertas pada Raymond yang membuka jati dirinya, Raymond menugaskan Adam bekerja di istal sebagai pengurus kuda pribadinya. Raymond dengan cepat beradaptasi dengan Adam, bahkan ia menganggap Adam sebagai teman baiknya.
"Bagaimana kondisi Fredrick?" tanya Raymond pagi itu ketika melihat Adam sedang memberi makan kudanya.
"Dia sangat sehat, My Lord. Anda pasti akan menang dalam pacuan besok. Saya yakin itu." Adam tersenyum tulus pada Raymond.
"Sudah kukatakan berapa kali. Berhenti bersikap kaku denganku." Raymond menyentak bahu Adam hingga pria itu hampir terjungkal. Raymond tertawa kecil melihat reaksi Adam. "Oh maaf, aku tidak sengaja."
Adam tersenyum kecut. "Ini bukan tempat tertutup, My Lord. Kau harusnya lebih bijaksana daripada aku. Pekerja lain yang melihat keistimewaan si pekerja kuda ini akan merasa iri."
Raymond terkekeh. "Baiklah-baiklah, aku mengerti. Kau ini berlebihan sekali." Matanya berotasi, memeriksa sekitar sebelum mendekati Adam. "Jadi, bagaimana? Apa sudah ada orang lain yang kau curigai selain saudaraku?" bisiknya.
Sebulan Adam berada di Cambridge Hall, ia sudah menemukan beberapa bukti yang mengarah pada Austin Barnett, adik Raymond. Bahkan kematian Marquess of Cambridge terdahulu pun didalangi oleh Austin. Sayangnya, Raymond menolak untuk mempercayai semua bukti yang diberikannya. Menurut pria itu, Austin adalah pria yang lembut dan sangat menyayangi ayah mereka. Austin tidak mungkin tega membunuh ayah mereka.
"My Lord, kau hanya menutup mata," ujar Adam lirih.
Raymond terdiam dan berlalu. Adam menatap kepergian pria itu dengan sendu. Pria malang itu menolak mempercayai kekejaman yang dilakukan oleh adiknya hanya karena ingatan kebersamaan mereka yang indah. Raymond pria yang baik dan lembut, sementara Austin ibarat sisi buruk yang tidak dimiliki Raymond. Raymond ibarat lilin dan Austin apinya. Kehadiran Raymond membuat Austin bersinar, tapi kekuasaan yang sudah membutakan Austin membuatnya tidak menghargai semua kasih sayang Raymond. Seperti lilin yang perlahan dibakar habis oleh api, seperti itulah perilaku Austin terhadap Raymond.
***
Adam merasa pagi ini Fredrick tampak tidak sehat saat ia mengeluarkan kuda itu dari istal. Padahal semalam dia terlihat baik-baik saja dan tidak ada gejala penyakit, tapi mengapa terasa ada yang menjanggal pada kuda itu hari ini? Akhirnya Adam kembali memasukkan Fredrick ke kandang dan memberitahukan keadaan kuda itu kepada Raymond.
"My Lord, sepertinya Anda tidak bisa membawa Fredrick di pertandingan hari ini," ucap Adam ketika Raymond menghampirinya untuk mengambil Fredrick.
"Kenapa?" tanya Raymond kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
A DAY IN THE PAST [PROSES PENERBITAN]
Historical FictionKisah masa lampau takkan pernah lekang oleh waktu. Gemanya mahsyur sampa ke telinga masa depan. Berbagai negara memiliki tintanya sendiri, menyebar dan tertuang ke dalam kertas kehidupan. Tertegun sang waktu saat menjadi saksi setiap kisah yang berg...