Harus ada. Harus ada yang berjuang mati-matian agar mendapatkan yang dia inginkan. Harus ada yang duduk santai menerima semuanya. Dan harus ada yang menerima kenyataan pahit untuk selama-lamanya.
***
Amanda dan Bima sudah sampai di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Mereka langsung terbang ke Jakarta karena mendapat kabar jika Yudha masuk rumah sakit. Perihal liburan bisa mereka lakukan lagi nanti, yang terpenting adalah melihat keadaan orangtua yang sedang mempertarukan nyawa.
Dengan cepat Bima mengambil kopernya dan menggeretnya menuju taksi yang berada dibandara. Amanda hanya diam mengikuti langkah kaki suaminya. Ia sangat takut untuk berbicara karena seperti semalam, Bima sangat sensitif ketika diberi peringatan agar tak menggebu-gebu.
Untungnya taksi bandara mudah ditemukan mereka berdua duduk didalam taksi masih dalam keadaan diam, Bima dengan wajah yang sudah gusar dan frustasi hanya menatap luar jendela. Ia sangat khawatir tentang keadaan ayahnya, yang merupakan sumber kehidupannya, pahlawan hidupnya, idolanya untuk menjadi seorang anak dan pria yang berguna bagi semua orang.
Hati Amanda sedikit teriris melihat suaminya menjadi pendiam, bukannya ia tidak suka namun suaminya ini tidak pernah seperti ini. Ia juga baru tau bahwa suaminya ini memiliki sisi yang sangat dingin jika sudah mendapatkan masalah seperti ini.
Perjalanan mereka hampir berlalu satu jam, karena kondisi jalan yang begitu macet. Mereka masih sama-sama diam tanpa ada yang memulai untuk bicara. Akhirnya mereka sampai dirumah sakit. Masuk kedalam rumah sakit dengan masih menggeret koper membuat orang-orang yang berlalu lalang hanya menatap heran.
"Mama" panggil Bima
Tamara menoleh ia langsung memeluk anak sulungnya itu, baik Bima maupun Tamara kini mereka sama-sama menangis. Amanda hanya diam bulir air matanya juga turun.
"Papa mana ma?" tanya Bima yang sudah melepaskan pelukannya
"Papa masih diruang ICU, kata dokter kondisi papa kritis"
"Astaga, apa yang sebenarnya terjadi ma? Kenapa papa bisa sakit seperti itu?"
Tamara membawa Bima untuk duduk dan ia mulai menceritakan semuanya menurut informasi yang diberikan oleh karyawan dikantor suaminya.
"Papa kena serangan jantung?"
"Iya, untungnya papa cepat dibawa kerumah sakit kalau tidak mungkin papa sudah meninggal"
"Manda turut sedih ma" ujar Amanda
Tamara hampir melupakan kalau Bima kesini tidak sendirian melainkan bersama Amanda.
"Yaampun sayang, maafin mama ya karena mama liburan kalian terhenti"
Amanda tersenyum walaupun hatinya teriris "Gapapa kok ma, Manda justru sedih kalau harus berlibur sedangkan papa sakit dan mama sendirian disini"
Tamara tersenyum tipis, kini mereka bertiga hanya duduk diam merenung.
"Manda, kamu pulang aja dulu. Kalian pasti lelah setelah perjalan panjang kesini"
"Enggak ma, Manda disini mau temani mama"
Bima hanya mendengarkan ucapan ibunya, tak ada niat dalam dirinya untuk menjawab ucapan ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Amanda & Bima [TERBIT]
Teen FictionMOHON MAAF JIKA ADA KESAMAAN NAMA DAN TEMPAT KARENA INI HANYALAH CERITA FIKSI CERITA INI REAL DARI IMAJINASI PENULIS. DIMOHON UNTUK TIDAK PLAGIAT DAN MENCOPY CERITA INI *** Diterbitkan oleh Glorious Publishe...