IV) DILARANG PAMER DALEMAN

42 1 0
                                    

anti waiting waiting club... selamat menikmati :)

Pulang sekolah memang surga dunia bagi anak sekolahan yang memang lebih memilih kasur daripada bangku sekolah. Tak terkecuali Anes. Yah meskipun tentusaja Anes gak bakal langsung pulang tapi setidaknya bokongnya terbebas dari kayu halus berplamir itu.

Akhirnya setelah sehari berkukat dengan buku paket, LKS, dan buku tulis tak lupa bolpen juga pensil, ditambah lagi tambahan waktu sepuluh menit karena materi Fisika yang diajarkan gurunya kurang sedikit, Anes bisa juga keluar dan liat cowok ganteng. Kali ini ada Rani yang sudi menemaninya nangkring di pembatas seperti biasa.

"Lo jalan kaki lho Nes. Kenapa gak langsung pulang sih?"

Anes menoleh kearah Rani, "Lo udah nanyain hal itu berulang kali sejak kenal sama gue Ran. Masih mau denger jawaban gue lagi?" Kembali menoleh ke depan dimana cowok ganteng bertebaran sepenjuru sekolah.

Akhirnya Rani diam dan mengikuti arah pandang Anes.

"Ran, Rani!" seru Anes tiba-tiba ketika matanya tak sengaja menangkap sesosok makhluk yang dua hari terakhir selalu muncul di hidupnya. "Lo kenal dia?"

Rani mengernyit, "Dia siapa? Yang mana?"

"Reval." Anes menunjuk Reval yang memang pada saat itu sedang berjalan di pinggir lapangan basket sama dua temannya seperti biasa.

"Oh anak basket itu kan?"

"Mana tau gue." Namun sepersekian detik kemudian Anes mengerjapkan matanya dan langsung tersadar, "Eh iya kayaknya anak basket dia."

Rani mengerutkan hidungnya. "Gak jelas lo Nes."

"Ih serius. Dia seangkatan kita kan? Kelas berapa Ran?"

"IPA 4."

"Hah ya? Lho kok gue gak pernah liat? Kelas kita sama IPA 4 waktu kelas sepuluh jadwal olahraganya bareng kan? Tapi kayaknya emang gak ada dia deh Ran."

"Yang bareng Cuma semester satu doang Nes. Sedangkan Reval baru masuk pas semester dua. Murid baru. Baru tapi lama."

Pantas saja Anes gak pernah liat. Jadi disini Anes yang kurang informasi pemirsa.

"Lo naksir dia Nes?"

Mendengar terkaan Rani barusan membuat Anes memelototkan kedua matanya hingga nyaris meloncat keluar.

"Seriously Ran, lo jadi temen gue udah berapa lama sih sampe pertanyaan yang absurd itu bisa keluar dari mulut lo?" Entah Anes sadar atau tidak, nada bicaranya mulai terkesan sinis terhadap Rani. Temannya sendiri. "Gak mungkin banget gue naksir sama cowok macem dia."

Rani sendiri sudah biasa dengan perubahan mood, ekspresi wajah, bahkan nada suara Anes yang mudah sekali berubah seperti musim paceklik itu.

"Terus atas dasar apa lo nanya nanya itu cowok ke gue kalo gak naksir, hm?"

Anes memandang Rani sebal, "Yakali gue nanya cowok berdasarkan atas apa yang lo pikirin. Teori dari mana yang membenarkan perspektif lo itu?"

Rani mengangkat bahu santai, "Ya, bisa aja kan."

Di lain sudut sekolah itu, Reval bukannya tak menyadari bahwa dirinya sedang ditunjuk oleh Anes dari lantai dua di belakangnya. Memang dasar cewek itu sedikit melenceng dari kodratnya.

Tadi pun saat Reval melintasi kelas Anes, dia melihat jelas muka ngantuk yang melebihi kapasitas terpampang jelas karena memang Anes duduk di barisan paling depan.

FAMEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang