Seminggu sudah berlalu semenjak Jeong-Ah dipecat dari kafe tempatnya bekerja. Dan kini, tepatnya mulai dua hari lalu dirinya baru saja diterima sebagai pemagang paruh waktu di salah satu mini market ternama.
Meski belum ditetapkan sebagai pekerja tetap. Jeong-ah cukup menikmati kesehariannya sebagai seseorang yang harus berdiri di depan meja kasir selama sepuluh jam sehari. Mengenakan setelan biru muda menyala lengkap dengan senyum ramah yang tak diperbolehkan luput sekalipun.
Meski penat, Jeong-ah merasa puas. Dengan kembali mendapatkan pekerjaan ia merasa kembali ke kehidupan normalnya. Menjadi seorang lulusan psikologi yang gagal. Menghidupi diri lewat kerja paruh waktu tak seberapa. Dan lagi, sama sekali tak memikirkan tentang masa depan yang diingini. Hanya hidup untuk hari ini dan menikmatinya.
Begitu pula Lukas. Anak itu kini sudah tak lagi mengusik hidupnya. Pasca mendapatkan sebuah flat yang masih berada di seputaran tempat tinggalnya. Lukas benar-benar tak muncul lagi. Setidaknya untuk empat hari ini, anak itu sama sekali tak ada kabar. Menghilang begitu saja dan cukup membuat Jeong-ah bernapas lega.
“Jheogi.. (permisi)" Seorang lelaki berkaca mata hitam melambai-lambaikan tangannya di hadapan wajah Jeong-ah yang sedari tadi diam melamun.
“Ah, mianhada (maaf). Ada yang bisa saya bantu?” Jeong-ah memutar kepalanya cepat lalu menatap ke arah konsumen berkulit sedikit gelap tersebut.
“Aku ingin membayar ini” Jawabnya seraya menyodorkan dua kaleng bir dan sebungkus rokok.
“Ah baik” Jeong-ah meraih barang-barang tersebut lalu mendekatkannya ke mesin price detector. Mengatakan jumlah yang harus dibayar lalu memasukkan seluruhnya ke dalam kantung plastik yang sudah disediakan.
Namun bukannya langsung membayar. Lelaki itu justru menatap lekat gadis di hadapannya itu dan sesekali menurunkan kacamata hitam yang bertengger di batang hidungnya. Tentu, sikapnya tersebut membuat Jeong-ah merasa aneh dan tidak nyaman.
“Anda tidak ingin membayar?” Tanyanya dan balas menatap.
“Ah, matta! (Ah iya!)” Lelaki yang ditanyai membuka kaca matanya lalu menunjuk wajah Jeong-ah dengan ekspresi yakin. “Kau gadis itu kan!” Serunya tiba-tiba.
“Naega? Naega wae?(aku? Aku kenapa?)” Jeong-ah ikut menunjuk wajahnya sendiri heran.
“Kau, wah! Benar kau gadis itu!”
“Apa maksudmu?”
“Kau gadis yang waktu itu di kafe!”
“Kafe?”
“Earphone putih! Itu milikmu kan?”
“….” Jeong-ah tak menjawab.
"Earphone?” Ia bergumam.
Mencoba menggali ingatannya. Mencoba mengerti apa yang dimaksud lelaki tersebut dengan kafe, earphone dan tentu saja dirinya sendiri. Setelah hampir satu menit mengingat. Sesuatu terlintas di benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CLOSE(D) - SESE [Pindah Ke Dreame]
Fanfic[SELESAI] Sinopsis: Sebagai seorang idol terkenal. Tak seorangpun menyangka alasan dibalik keputusan Hun untuk hengkang dari dunia hiburan. Termasuk pilihan sulit meninggalkan grup yang telah membesarkan namanya. Semua bermula ketika kabut itu kemba...