Pernah terbayang tidak bagaimana rasanya hidup di balik lembar-lembaran buku novel?
Jika tidak untuk kalian, maka iya untuk aku.
Karena sekarang aku sedang terjebak di dalamnya.
Hal yang tidak pernah aku bayangnan akan terjadi di dalam hidupku.
Aku...
"Gila gak sih tugasnya, anjrit dah berasa profesor gue ngerjain soalnya bu Intan." Gerutu Chelsea sepanjang jalan menuju kantin tiada henti.
"Gajelas, dari zaman nenek gue lahir itu buat apa si nyari-nyari X? Ga kelar-kelar woi udah berapa abad ini." Kobar Jacelyn yang sontak membuat Alleina tertawa akan perkataan kedua temannya.
Mereka bertiga memang sangat benci dengan pelajaran yang kerap kita kenal dengan matematika, atau mati-matian. Tapi memangnya hanya mereka bertiga saja? Sepertinya hampir seluruh umat juga begitu. Dan baru saja mereka mendapatkan tugas lagi untuk di kerjakan. Parahnya materi soalnya hanya itu-itu saja, lalu bertambah susah.
"70 SOAL WOI KEBAKAR RAMBUT GUE NGERJAINNYA." Suara lantang Chelsea membuat orang-orang yang berada di koridor terkejut, terutama adik kelas. Membuat imagenya semakin ngeri di mata mereka.
"Tai emang, 70 soal disuruh kerjain dalam waktu 2 hari, pindah Oxford aja gue udah berasa anak Albert Einsten." Gerutu Jacelyn kembali.
"Pala lo, upilnya mah iya." Sinis Chelsea sambil menahan tawa.
"Wah ngajak-"
"Yaudah kali, di kerjain aja siapa tahu selesai, kalau gak ya nyontek lah. Apa susahnya sih?" Potong Alleina secara tiba-tiba sejak dari tadi tidak bersuara sama sekali.
Dipikir-pikir memang sedikit tidak normal, 70 soal dalam waktu dua hari? Memangnya dia pikir muridnya tidak ada pekerjaan atau kesibukan lainnya?
"Widih, bijak amat bu."
Tawa memenuhi percakapan mereka setelahnya, entah apa yang lanjut di bicarakan, yang jelas mereka seperti sedang berada di dunia sendiri. Tapi tanpa di sadari mereka menjadi pusat perhatian siswa-siswa sepanjang koridor.
Mereka bertiga seperti bersinar sendiri.
Tetapi kehadiran sekelompok lelaki yang berjalan berlawanan dengan Alleina dan yang lainnya sukses mencuri fokus seluruh siswa terutama para gadis, dan Termasuk mereka sendiri.
"Al, Alex tuh." Tunjuk Chelsea menggunakan matanya.
Refleks Alleina menatap ke ujung koridor dimana Alex, Abim, Denni, dan—siapa dia? Bukannya dia orang yang Alleina temui di toilet waktu bertemu dengan Alex?
Ah persetan, yang penting sekarang adalah Alex.
Tetapi Alleina tetaplah Alleina dengan segala kegengsiannya. Ia memilih mengabaikan Alex yang berjalan kian mendekat, memilih untuk lanjut berbicara pada sahabatnya.
"Entar ada jalan kagak?"
"Yaelah, sapa dulu kek itu gebetan." Goda Chelsea dengan kedipan matanya yang mengundang tatapan tajam Alleina.
Dan akhirnya mereka bertiga berjalan dalam hening, hingga Alex yang melewatinya dengan jarak yang tidak bisa dibilang jauh. Waktu seakan berjalan begitu lambat, dan Alleina harus menahan hasratnya untuk tidak menoleh pada Alex barang sedetikpun.
Sedangkan Alex, ia tampak biasa saja bahkan masih bisa bercanda dengan teman-temannya, tidak memperdulikan kehadiran Alleina atau bahkan tidak menyadarinya.
Setelah dipikir-pikir, sepertinya Alex harus selalu berada di keramaian orang-orang agar tidak diganggu terus menerus secara langsung oleh Alleina.
Mengingat gadis itu sangat mementingan harga diri.
• N O V E L Ë •
Alleina sibuk memilih lagu melalui youtube untuk di sambungkan ke mobilnya melalui bluetooth, sedangkan Jacelyn hanya diam dengan segala pikiran yang berkecamuk bagaikan benang kusut di kepalanya.
Dan akhirnya pilihan Alleina jatuh pada lagu Bebe Rexha, I got you.
"Lagu apa aja padahal bisa Al." Jacelyn menggelengkan kepala melihat Alleina yang sibuk memilih lagu untuk di setel.
"Jangan, milih lagu harus sesuai mood."
"Biar apa?"
"Ya biar nyetirnya ngefeel lah!"
"Serah lo dah."
"Lo mau pulang aja?" Tanya Alleina sambil membelokkan setir di persimpangan.
"Iya, ngantuk gue."
Hari ini Alleina yang mengantar Jacelyn pulang, karena tidak ada yang bisa menjemput sahabatnya yang satu ini. Mobilnya tidak ada bensin.
Selama perjalanan pula tidak lupa Alleina selalu memeriksa ponselnya, harap-harap ada balasan dari Alex untuk pesannya.
Jangan berpikir jika Jacelyn tidak menyadarinya, karena dia sangat peka akan pergerakan Alleina. Kalian kira sudah berapa lama Alleina dan Jacelyn mengenal satu sama lain?
"Nunggu Alex?" Tanya Jacelyn to the point.
"Apaan?" Alleina memperbaiki mimik wajahnya agar tidak terlihat gugup di mata Jacelyn.
Tapi sekali lagi Jacelyn katakan, memangnya dia tidak menyadarinya?
"Lo tahu maksud gue."
Tepat pada saat itu juga mobil Alleina berhenti di depan rumah Jacelyn, yang membuatnya mau tidak mau turun. Tetapi ia harus tuntaskan apa yang menganggu pikirannya saat ini juga.
"Al?"
Yang dipanggil hanya menatap balik, menunggunya menyelesaikan perkataannya.
"Lo masih ngejar Alex?"
Alleina terdiam, tetapi sirat matanya membetulkan pertanyaan Jacelyn.
"Kenapa?"
Jacelyn menyusun barang-barangnya dan keluar dari mobil Alleina, dan hendak menutup pintu.
tapi sebelum itu dia mengatakan sesuatu yang membuat Alleina sedikit terkesiap mendengernya,
"Gue sahabat lo, gue mau yang terbaik buat lo, dan lo, harus dengerin saran gue."
Selama mereka bersahabat, mereka tidak pernah yang namanya berada di dalam kondisi dan situasi seperti ini, Dimana Jacelyn menatapnya serius dengan aura yang mencekam, dan Alleina yang memilih bungkam dengan seribu pertanyaan yang hinggap di kepalanya.
Jacelyn menghela nafas kasar. Memalingkan wajahnya ke luar demi menghirup udara segar sejenak, dan merangkai kata perkata yang akan di ucapnya sehingga tidak akan membuat Alleina tersinggung atau bahkan lebih parahnya sakit hati.
Dan mau tidak mau, ia harus mengatakannya. Demi kebaikan sahabat.
"Buang jauh-jauh perasaan lo sama Alex, atau lo bakalan sakit hati."
Ia kembali melanjutkan perkataannya, yang sukses membuat Alleina terkejut dalam diam.
"dan kalaupun dia terima, gue bakalan jadi orang pertama yang ngebantah hubungan kalian."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.