4 - First try

47 5 1
                                    

Alleina sedang mengigiti bantalnya gugup sambil menatap cemas ponsel yang berada di genggamannya. Terhitung sudah 3 hari setelah mendapatkan nomor ponsel Alex dari kedua sahabatnya. Tidak tahu harus berterima kasih atau tidak, dan antara bahagia atau menderita, karena ia berakhir tidak bisa tidur dengan tenang selama 3 hari juga.

Alleina senang ia mendapatkan nomor ponsel Alex tanpa harus susah-susah mencari tahu, tetapi ia malah seperti orang menderita ketika jam yang sudah menunjukkan pukul 10 malam tetap ia masih duduk dengan gelisah di atas ranjangnya, sibuk berkutat dengan ponsel keluaran terbaru berlogokan apel di belakangnya yang baru saja ia beli.

Ini pertama kalinya ia merasa begitu bimbang dan gugup untuk hanya mengirimi sebuah pesan yang berisikan "Hai." pada seseorang. Padahal biasanya dia tidak begitu! Atau karena pengaruh orang-orang yang sering mengiriminya pesan dan ia jarang membalasnya yang membuatnya menjadi kaku? 

Ah tidak, ini pasti karena Alex! For Godsake, what have Alex done to her?

Dan, Alleina mengakuinya, ia merasa sangat gengsi dan memikirkan berpuluh--atau bahkan beratur-ratus kali akan harga dirinya yang sedang dipertaruhkan.

Alleina menggeram kesal dan membanting ponselnya.

Sial, apa ia harus benar-benar mengesampingkan gengsinya untuk si Alex fucking Diofano? Gosh, apa yang sudah merasuki pikirannya?!

Oke, Sepertinya ia harus benar-benar mengikuti kata hatinya. Baiklah.

Dengan gugup Alleina mengambil kembali ponselnya, menatapnya serius, menghela nafas ketika menekan sebuah tombol, dan--

  Alleina : Hai. 

--Your message has been delivered.

Alleina merasakan kepalanya memanas seketika seperti baru saja di siram air panas mendidih. Entah kenapa ia malah berharap Alex tidak akan membalas atau bahkan membaca pesannya, ia merasa gengsi karena cepat atau lambat Alex pasti akan mengetahui jika dirinya lah yang mengirimi pesan itu.

Alleina merebahkan diri di ranjang dengan lengan yang menutupi matanya, sambil menghela nafas panjang. Pusing memikirkan tindakan yang dilakukannya barusan.

15 menit sudah berlalu, dan tidak ada tanda-tanda balasan dari ponselnya. Alleina merasa sangat amat malu sekarang bahkan tidak mampu lagi membuka ponselnya. Susah-susah dia mempertaruhkan harga dirinya, tapi tidak ada balasan sama sekali yang dia terima.

Ia berniat turun untuk mengambil es krim yang dibeli ibunya tadi siang berharap dapat berefek untuk mendinginkan otaknya yang terasa panas. Tetapi bunyi notifikasi menghentikan langkahnya. Alleina dengan cepat berlari mengambil ponselnya, dan melotot melihat pesan yang terpampang di layar.

Alex Diofano : Siapa?

Meskipun hanya sekedar "siapa?" Tetapi berhasil membuat Alleina menggigit bibirnya senang dan melompat-lompat bahagia di atas ranjangnya. Alleina menepuk-nepuk pipinya kencang dan memperbaiki posisi duduknya. Lupakan eskrim yang dapat meredakan amarahnya, karena nyatanya hanya mendapat balasan dari Alex dapat mendinginkan kepalanya dalam hitungan 0,1 detik.

"balas apa ya gue?" Alleina memejam matanya kuat, berusaha memutar otak mencari ide. kira-kira balasan apa yang bisa membuatnya tarik ulur untuk bisa saling berkirim pesan dalam jangka waktu yang panjang. Sungguh ia tidak handal dalam hal begini.

Apa to the point saja dengan mengaku? daripada bertindak memalukan lebih baik straight forward. Ia benar-benar berharap Alex tidak memberitahu anak-anak lain perihal ia mengiriminya pesan karen dia yang notabenya adalah primadona di sekolah, yang selalu menolak setiap cowok yang menembaknya, yang gengsi selangit, yang- ah sudahlah

Beruntung sekali Alex sudah dikirimi pesan langsung oleh seorang Alleina Khourtney!

Alleina : Alleina Khourtney. Save my number.

Ting!

Cepat sekali dia membalas pesannya?

Alex Diofano : Buat apa primadona sekolah ngechat gue?

"Shit. Dia lagi ngejek gue?"

Dengan cepat, jari-jari Alleina kembali mengetik-ngetik huruf-perhuruf di layar ponselnya.

Alleina : Emangnya ga boleh?

Alex Diofano : Mau tau aja. Lo naksir gue ya?

"Double shit, Pede banget nih orang?! tapi emang iya sih. Tapi kok tiba-tiba ngomong gitu ya?"

Alleina : Ngarep.

Alleina menggiti jarinya menunggu balasan Alex. Ini lebih menakutkan daripada dimarahi ibunya karena pulang lebih dari jam 12 malam pada saat ia berumur 15 tahun dulu.

Alex Diofano : Biasanya cewek chat gue karena naskir.

TRIPPLE SHIT! ini benar-benar mengikis harga dirinya secara perlahan. Alex pasti sudah bisa menebak jika Alleina memang menyukainya. Ia benar-benar menyesal sudah mengirimi pesan pada Alex. Tapi entah kenapa Alleina merasa tertantang.

Alleina : Who knows?

Menyulut sedikit 'api' tidak apakan?mengode Alex dengan pesan yang ia kirim sungguh bukanlah satu dari 1000 ide yang tertanam di otaknya. Apa yang sebenarnya ia pikirkan? Well, sepertinya ia memang harus bersikap agresif untuk mendapatkan Alex. Better fast game than late game. But, did she sound like a bitch?

Alex Diofano: Terserah, i don't care.

"Anjir. Balasan macam apa ini?"

Alleina mendengus kasar, dan mengunci layar ponselnya, tidak berniat membalas pesan Alex lagi. Tapi mungkin tidak ya ia bisa dekat dengan Alex karena bertukar pesan tadi? Ya meskipun harga dirinya sudah terasa terinjak-injak sampai dasar bumi.

Dan tanpa disadari, Alleina akhirnya bisa tidur dengan nyenyak tanpa perasaan gelisah yang menyelimutinya.

Dan tanpa disadari, Alleina akhirnya bisa tidur dengan nyenyak tanpa perasaan gelisah yang menyelimutinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Regards, 

inktheart.

N O V E L ËTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang