"Lesley, kenalkan ini Bibi Pharsa." ujar Varrion ketika masuk ke ruang dapur, di mana Lesley sedang membuat cokelat panas, bersama seorang wanita cantik berkacamata hitam.
"Lesley Vance?" Pharsa tampak senang. "Ah pasti kamu sudah besar, ya? Sayang sekali aku tidak bisa lagi melihatmu. Bagaimana rambutmu? Apa sudah kamu ganti warnanya?"
Lesley sebenarnya tidak mengerti mengapa Pharsa bersikap seolah mengenalnya.
"Rambutku masih seperti aslinya," sahut Lesley membuat Pharsa tertawa.
"Syukurlah. Aku suka warna rambutmu."
Mengabaikan soal rambut, Lesley sudah tidak bisa menahan lagi rasa penasarannya. "Memang Bibi Pharsa pernah bertemu denganku sebelumnya?"
"Wah kamu sudah lupa, ya? Dulu kamu dan orangtuamu pernah menghabiskan musim panas di rumah Bibi." jelas Pharsa, "kamu masih kecil dan Bibi masih bisa melihat. Wajar jika kamu lupa. Harley waktu itu masih dalam perut Mamamu."
Lesley berusaha mengingat-ingat kenangan yang Pharsa maksud.
"Memangnya Gossen tidak memberitahumu?"
"Gossen?"
Jantung Lesley mendadak berdegup cepat. Nama itu sudah sangat lama tidak muncul dalam ingatannya. Gossen. Anak kecil cowok yang pernah menjadi kenangan indahnya. Mungkin bisa dibilang cinta pertama Lesley.
Land of Dawn 10 tahun lalu...
"Lesley!" Mama berteriak ketika melihat Lesley sudah berlari keluar tampak ingin bermain lagi. "Makan siang dulu! Lagipula kamu mau main kemana, sih? Nanti hilang!"
"Sebentar saja kok, Ma!" balasnya berteriak lalu mempercepat larinya.
Hari ini hari terakhir mereka menginap si rumah Bibi Pharsa. Kata Mama adik bayi Lesley yang masih di dalam perut itu sudah cukup diberikan mantra pelindung. Adik bayinya memang perlu hal itu. Papa bilang banyak orang jahat yang mengincar adiknya. Lesley tidak mengerti. Yang Lesley tahu hari ini adalah hari terakhir dia bisa main dengan Gossen. Dan itu membuatnya sedih.
"Gossen!"teriak Lesley pada cowok rambut cokelat yang seperti biasa sedang duduk di rumah pohon di pinggir danau. Ia dan Gossen menemukannya di hari kedua musim panas. Sebuah rumah pohon yang ditinggalkan pemiliknya dan sekarang rumah pohon itu milik Gossen dan Lesley.
"Aku naik?"
Gossen menggeleng, memberi isyarat agar Lesley menunggu. "Biar aku yang turun."
Wuuuushhh. Dalam satu lompatan, Gossen mendarat di hadapan Lesley. Rambut cokelatnya terangkat efek dari lompatannya. Lesley merapikan rambut Gossen.
"Nanti kamu jatuh dimarahi Mamamu, loh!"
"Mamaku nggak melihat jadi nggak apa-apa."
Lesley cemberut. Gossen memang seperti itu. Dia anak cowok pemberani yang membuat liburan musim panas Lesley tidak membosankan. Ia mengajak Lesley menyusuri hutan, naik sepeda ke bukit, mencoba kuda poni dan berenang di danau. Selama ini Lesley tidak pernah bisa dekat dengan anak cowok karena mereka nakal dan jahat, suka mengerjai Lesley dan membuatnya menangis. Tapi Gossen tidak. Gossen baik dan selalu melindunginya. Lesley sangat menyukai Gossen. Ia ingin bertemu lagi dengan anak cowok itu musim panas tahun depan.
"Aku nggak bisa." Gossen memberi tahu Lesley, "aku nggak akan datang lagi kesini."
"Kenapa?" tanya Lesley sedih, suaranya mulai bergetar. "Kamu nggak suka main denganku? Apa Gossen marah padaku?" Lesley sekarang menangis.
Gossen menggeleng panik. "Bukan begitu... Aku suka main dengan Lesley! Lesley anak cewek pemberani!"
Gossen menepuk-nepuk kepala Lesley. "Ayah bilang aku sudah besar. Aku harus fokus latihan untuk jadi hero hebat. Bukankah Lesley juga ingin jadi hero yang hebat?"
Lesley mengangguk. Gossen tersenyum.
"Tapi... kalau Gossen nggak akan datang ke tempat ini lagi bukankah artinya aku nggak akan bisa bertemu dengan Gossen lagi?" tanya Lesley menangis.
"Jangan nangis, Lesley!" Gossen memegang kedua tangan Lesley. "Aku janji kalau sudah besar dan kuat aku akan mencari kamu! Kita akan bertemu lagi!"
Tangisan Lesley mereda setelah mendengar ucapan Gossen.
"Kamu janji?"
"Ya! Aku janji!"
Kenangan itu masih teringat jelas dalam memori Lesley. Gossen dan janjinya. Janji anak kecil yang sekedar janji. Sampai sekarang Gossen tidak pernah menemuinya.
"Apa maksud Bibi kalau Gossen tidak memberitahuku?" Lesley menatap Pharsa tidak mengerti. "Aku bahkan nggak pernah bertemu dengannya lagi."
Sekarang giliran Pharsa yang menatap Lesley heran. "Kamu tidak bertemu Gossen? Bagaimana bisa? Kamu kan sedang tinggal di rumahnya?"
Lesley semakin bingung. Varrion yang memerhatikan mereka jadi tertawa geli.
"Lesley, Gossen itu Gusion. Bibi Pharsa memang sangat suka memanggilnya dengan nama itu." Varrion menjelaskan masih sambil tertawa.
"Benar. Gossen itu nama panggilanku untuk Gusion. Gusion terlalu repot untuk disebut jadi aku mengubahnya menjadi Gossen." Pharsa sekarang ikut tertawa. "Aku jadi ingat. Dulu aku mengenalkan Gusion padamu dengan nama Gossen juga, ya?"
"Ja-jadi Gusion dan Gossen itu orang yang sama?"
Pharsa dan Varrion mengangguk. Lesley langsung berlari meninggalkan kedua wanita itu untuk mencari Gusion.
"Kakek bilang aku nggak boleh menggunakan pedang dalam bertarung."
"Kenapa?"
"Karena kami keluarga mage terhebat di Land of Dawn. Kami bertarung dengan tangan kosong dan mengandalkan kekuatan magis kami."
"Gossen suka pedang? Kalau memang suka Gossen harus berlatih keras! Gossen harus memperlihatkan pada kakek Gossen kalau Gossen hebat dalam menggunakan pedang! Aku selalu mendukung Gossen! Gossen buatku yang terbaik!"
Gossen tersenyum. Mengelus rambut Lesley.
"Terima kasih banyak."
"Gusion!"
Gusion yang baru saja selesai berlatih di war arena sedikit terkejut melihat Lesley yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Ditambah lagi Lesley sedang menangis.
"Lesl--"
Lesley berjinjit dan mencium bibir Gusion. Gusion sedikit kaget, tapi ia tidak kehilangan ritme dan membalas ciuman Lesley bahkan memperdalam ciuman mereka. Lesley selalu menjadi lemah tiap kali Gusion memimpin ciuman mereka. Gusion harus menahan tubuh cewek itu agar tidak jatuh.
"Gossen..." isak Lesley, melepas ciuman mereka. "kamu Gossen?"
"Oh. Jadi bibi Pharsa sudah memberitahumu?"
Lesley memukul dada Gusion. "Mengapa nggak pernah memberitahuku?"
"Untuk apa?" Gusion tertawa, "yang penting aku sudah memenuhi janjiku, kan."
"Tapi aku sangat merindukanmu!" marah Lesley, menangis terisak. Gusion memeluknya erat.
"Aku juga, Lesley. Tapi sekarang aku di sini." Gusion merapatkan dahi mereka.
"Aku sudah menemukanmu."
*** sebenernya author gatau ini chapter apaan karena sebenernya gasempet bikin lanjutan ceritanya karena banyak tugas. tapi malah kebikin ginian 😅 mana udah jam segini tidaaaakkkksssss 😂
terimakaci semua yang udah komen n voteee loveyouuu ❤❤❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Beauty vs The Beast; [The Cursed Child]
RomanceLesley, Miya, Layla, Freya, Odette dan Kagura adalah enam cewek paling populer di Heroes High School. Selain karena kecantikannya, mereka juga terkenal akan kekuatannya dalam battle. Tidak ada yang bisa kabur dari tembakan senapan Lesley, panah Miya...