JANGAN TUNGGU AKU

10 2 0
                                    

NADIRA

"Kakak kenapa ?" seruan dari arga yang sedang duduk teras sepenuhnya aku abaikan karena aku benar-benar ingin sendiri dan tidak ingin menjelaskan apa yang sedang terjadi. Aku memasuki kamar dan langsung melempr tubuhku ketas ranjang tanpa perlu melepas jaketku terlebih dahulu.

Tidak ada suara apapun setelah itu, semua sepi, seakan malam berpihak padaku yang memang butuh ketenangan. Amarah, sedih dan takut berkecamuk saling berdesakan, saling berebutan menginginkan tempat yang lebih besar di dalam hatku. Tapi pada akhirnya amarah dan sedih mengalah dan membuarkan rasa takut mengusai lebih banyak tempat. Membuatku menutup kepalaku dengan bantal sambil mencoba memikirka sesuatu yang lain yang lebih positif untuk mengalahkan rasa takut ini.

Aor mata sudah berhenti dari beberapa menit yang lalu, tapi rasa sesak di penuhi berbagai macam emosi membuatku tidak bisa benar-benar tenang dan malah resah. Resah karena aku tidak tau harus berbuat apa setelah ini, resah karena ada kemungkinan aku akan kehilangan tian, resah karena aku tidak bisa membela diri sendiri tadi, apalagi membantu tian, ah semuanya embuatku pusing dan tidak tenang.

Suara pintu kamar dibuka diikuti langkah kaki pelan yang berjalan kearahku. Karean posisi tubuhku yang tengkurap jadi aku tidak bisa melihat siapa yang masuk, tapi tanpa melihatpun aku tau kalau itu arga. Aku merasakan ranjang di sebelahku bergetar, menandakan agra duduk disana.

"Kakak bertengkar sama kak ian ? tumben, kak ian brengsek ya ? boleh aku kasih pelajaran dia karena sudah buat kakak menangis ?" arga mengambil bantal dari atas kepalaku, membuatku langsung bergerak dan duduk menghadap kearahnya.

"Bodoh" kataku pelan "emang kamu udah pinter ? sok mau ngasih pelajaran, emang kamu guru ?".

Arga terkekeh pelan sambil melempar bantal kearahku "jelek habis nangis, habis diapain sama kak ian bisa sampai gitu ? hebat kak ian bisa buat kakak nangis".

"Sialan kamu" aku kembali menjatuhkan tubuhku kesebalah arga, dengan posisi punggungku menghadap kearahnya, "pergi sana kalau cuma mau ngejek".

"Tadi kak ian telfon aku, kak ian Tanya kakak udah pulag apa belum, kalau belum aku di suruh nyari kakak".

"Siapa dia, berani-berani nyuruh adek aku" sahutku kesal dan lagi-lagi rasanya air mata kembali menggenang di pelupuk mataku. Sial kenapa aku jadi cengeng seperti ini sih.

Arga tertawa pelan sambil menendang pelan kakiku "ada apaan sih kak ? yakin mau murung aja ? nggak mau cerita dulu ?". aku tetap mengabaikan arga dan mengubur wajahku dengan bantal, "kalau nggak mau cerita, aku Tanya ke kak ian deh".

"Jangan!" aku langsung duduk dan menarik kaos arga yang berniat berdiri.

Arga kembali duduk dan menatapku sambil tersenyum jahil, kemudian seperti biasa aku langsung menceritakan semuanya tanpa ada yang di tutupi dari arga. Karena aku memang tidak bisa berbohong tentang apapun dengan satu-satunya saudaraku ini, dan sama seperti aku, arga juga selalu menceritakan semuanya padaku.

"Nggak usah nangis, semua akan baik-baik saja" arga mengusap air mataku yang jatuh dengan sendirinya.

"Semua nggak akan baik-baik aja dek".

"Tapi kakak harus tetap baik-baik aja, dunia nggak berakhir hanya karena kakak pisah dengan kak ian".

"Iya kakak tau, tapi pasti ada perubahan dalam hidup kakak nanti".

"Iya itu juga aku tau" sahut arga sambil meluruskan kaki panjangnya "sama seperti waktu kak ian masuk kedalam hidup kakak. Kakak banyak berubah".

"Berubah apaan coba".

Sweet escapeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang