Dahulukan vote , biar gak lupa. Happy reading :) sorry for typo :'
——###——
Tap tap tap
Gadis cantik bertubuh tinggi itu berlari dengan keringat yang sedikit mengucur di pelipisnya. Ia benar-benar takut jika Nada akan marah.
Tapi— Nada pasti akan marah.
Bahkan ia merutuki kebodohannya sendiri. Kenapa ia bisa lupa jika Nada adalah manusia yang suka sekali on time? Berbeda dengan Nafta yang dengan senang hati akan menunggunya jika ia terlambat.
Apa Nada masih di sana? Mungkin seperti itulah pertanyaan yang terus muncul di otak Zean.
Ya, Zean. Gadis yang tak pernah tau waktu yang sudah sedari tadi di nantikan oleh Nada.
Sudahlah, Zean memilih untuk pasrah saja jika Nada akan mengamuk seperti apa nanti.
Tep!
Zean menghentikan langkahnya. Sepertinya ia baru saja menangkap sosok yang tak asing lagi. Ia sedikit memicingkan matanya. Sepertinya ada seorang gadis yang tengah menangis. Dan gadis yang tengah duduk di kursi taman itu seperti —
"Astaga Nada!" pekik Zean.
•••
Lelaki yang baru saja pulang ke rumahnya itu langsung membuka sepatu dan menaruhnya dengan rapih.Lalu setelah itu, ia berjalan memasuki rumahnya."Assalamualaikum bu"
"Wa'alaikumsalam Gem" saut seorang paruh baya yang baru saja lelaki itu sebut dengan panggilan 'bu'.
Dengan senyuman yang selalu ia hiasi, Gema mencium tangan ibunya dengan kasih sayang. Bersamaan dengan itu pula, ibunya—Liana,mengusap lembut rambut Gema.
"Kamu habis darimana Gema?"
"Dari luar bu, beli buku"
Liana tersenyum. Kebiasaan Gema memang tak pernah berubah sejak dulu. Selalu membaca buku. Bahkan koleksi buku nya sudah satu lemari besar. Tetapi herannya, Gema tak seperti anak kebanyakan. Atau yang biasa disebut 'kutu buku'. Gema juga lebih pandai menjaga kesehatan mata nya. Sehingga ia tak perlu memakai kaca mata seperti kakak nya dulu.
Entah kenapa, Liana menjadi ingat Arthan. Putra sulungnya yang kini berdiam diri di suatu tempat, yang bahkan tiada satu pun orang ingin berada di sana.
Ia sudah sering menjenguk Arthan. Hanya sekedar untuk melihat perkembangannya. Tetapi hasilnya sama saja. Tetap tak berubah sedikit pun. Namun untungnya,tidak semakin parah. Hingga Liana tak harus bekerja ekstra.
"Bu?" ucap Gema membuyarkan lamunan Liana.
"Iya kenapa?"
"Ibu kenapa melamun? Inget kak Arthan ya?" ucap Gema menebak. Sebenarnya bukan hanya sekedar menebak dengan asal. Gema memang tahu kebiasaan Liana jika sudah melamun seperti ini. Ia pasti sedang mengingat Arthan.
Liana tersenyum kikuk. "Enggak kok sayang, Ohya, kamu istirahat gih. Besok jangan lupa jenguk kakak kamu ya,"
Gema mengangguk. "Iya bu." setelah itu, Gema pergi meninggalkan Liana seorang diri di ruang tamu. Dan menuju kamarnya untuk istirahat.
•••
"Udah Nad, lo gak perlu nangis gini." tutur Zean menenangkan Nada. Sudah sejak tadi Nada menangis seperti ini. Bahkan hingga sekarang, tak ada tanda tanda Nada akan berhenti menangis.
"Zee, kenapa gue kayak gini" ucap Nada melemah, ia benar-benar merasa lelah saat ini.
Zean terdiam dengan ucapan Nada. Bukan tak mengerti. Ia hanya mencerna ucapan Nada. Nada memang sudah menceritakan semuanya. Termasuk apa yang sudah membuat ia tak malu-malu untuk menangis. Meski ia tahu ia sedang berada di depan umum.
"Kenapa rasa trauma itu selalu menghantui gue? Kenapa dendam masa kecil malah bikin gue menderita kaya gini Zee, gue— capek"
Zean benar-benar paham soal ini. Tapi apa yang harus ia lakukan? Sementara ia pun tak pernah merasakan seperti ini. Namun Zean tetap ingin mencoba menghibur Nada bagaimanapun caranya.
"Nad, lo harus tegar. Lo gak boleh nyerah gitu aja. Inget, masih ada gue, Nafta, sama yang lain buat bantu lo." Entahlah. Ini berhasil atau tidak. Tapi Zean berharap sekali jika Nada akan tenang setelah ini. Setidaknya, bisa membuat beban Nada berkurang.
"Jangan gampang putus asa. Nada yang gue kenal itu tegar, kuat, strong. Enggak kaya gini."
Nada terdiam. Mencerna ucapan Zean.
"Setiap orang pasti punya rasa traumanya masing-masing, tapi setiap orang juga punya caranya masing-masing untuk mengatasi traumanya. Dan gue yakin, lo bisa ngatasin. Gue masih ada di sini Nad."
Perlahan, senyum Nada mengembang. Meski itu masih terlihat samar, setidaknya Zean sudah berhasil membuat Nada lebih tenang.
"Inget ya Nad, masih ada gue sama Nafta. Yang kapan aja bisa bantu lo"
Nada yang sedari tadi enggan untuk berbicara, akhirnya ia mau membuka mulut. "Iya, makasih Zee, udah nenangin gue. Dan mau yakinin gue kalo ternyata masih ada yang sayang sama gue."
"Karena emang kenyataan nya kayak gitu Nad"
Tak lama setelah itu, dengan tiba-tiba Nada langsung memeluk Zean. Awalnya Zean sangat terkejut dengan sikap Nada. Tetapi akhirnya Zean membalas pelukan Nada.
Zean memang seperti ini. Bahkan bukan hanya Zean, mungkin Nafta juga. Meskipun kelakuan mereka sudah seperti layaknya 'orang gila' yang tak tahu malu dan tak tahu tempat saat melakukan sesuatu, tetapi mereka juga memiliki sifat dewasa. Bisa dikatakan sebagai 'Pengayom' . Dan inilah yang membuat Nada semakin betah bersahabat dengan mereka. Mereka tahu saat saat apa yang pas untuk bercanda, dan berbagi kesedihan.
Saat sedang asyik berpelukan, dengan tiba-tiba Nada melepaskan pelukannya. "Eh,Zee"
Zean yang kebingungan, akhirnya menautkan alisnya. "Kenapa Nad?"
Ekspresi Nada yang semula murung itu malah berubah menjadi kesal. Dan ini membuat Zean benar-benar bingung. Bahkan ia menggaruk tengkuknya yang dipastikan tidak gatal sama sekali.
"Zee, gue kan lagi marah sama lo!!" cecar Nada dengan gusar.
Seketika Zean baru menyadarinya. Bukankah tadi ia sedang terburu-buru untuk menghampiri Nada? Bahkan ia sudah keringat dingin. Seolah pasrah dengan apa yang akan dilakukan Nada.
Sial, Jika seperti ini Zean tidak bisa berkutik. Lagi pula, mengapa Nada malah ingat?
Dengan rasa bersalah yang baru ia ingat sekarang, akhirnya Zean menampilkan cengirannya. "Ohiya, sorry ya Nad. Gue— "
"Apa hah? Lo pikir gak capek apa nungguin lo hampir 1 jam?? Dasar kutu!!" dengan geram, Nada langsung memukuli Zean tak henti-henti dengan tas selempang nya. Meski tidak terlalu keras, namun mampu membuat sedikit rasa sakit muncul di tubuh Zean.
Hingga akhirnya terjadilah aksi pukul pukulan tas selempang di sana. Padahal, mereka masih berada di muka umum. Ya, begitulah. Seperti apa yang sudah dijelaskan sejak awal jika mereka itu tak hanya berbagi kesedihan. Tetapi juga gila-gilaan bersama. Dan tentunya tak tahu malu dan tak tahu tempat jika mereka ingin berbuat hal-hal gila. Contohnya seperti saat ini. Padahal sudah sejak tadi banyak orang yang memperhatikan aksi mereka. Tetapi mereka tetap tidak peduli.
'Dasar'
Bersambung~~
Hai , Ef balik lagi nih.. Telat update ya? Haha ,gpp lah. Gaada yang nungguin next ini kan?
*fix gue kesel
Please lah, kasih vote nya ngapa. Trus kasih komen menurut kalian cerita ini gimana? Trus (2) kalo ada kesalahan, kesalahannya dimana? Koreksi aja, gpp kok..gua mah trima ae, karna manusia gak luput dari kesalahan.
*fix gua tijel
Gua lagi kesel sebenernya ini mah. Gara gara ada yang— au ah.Gaada yang peduli ini.
*fix gua baper
Udah ah, intinya jangan lupa VOMENT maaf ya kurang seru (mungkin). Suasana hati gak memungkinkan. :(

KAMU SEDANG MEMBACA
Gema Nada
Teen FictionA best cover by @Ecenggondhok Untuk menghadirkan cinta itu tak perlu mencari seseorang yang sempurna dan sesuatu hal yang indah. Terkadang, sesuatu yang menyebalkan juga bisa membuat cinta itu hadir tanpa diminta. Dan itulah yang kini dirasakan oleh...