3

3.5K 131 9
                                    

Pandangan Arya menyapu apa yang tersaji di atas meja makan. Seketika ia mendesah kecewa. Sudah seminggu belakangan tak ada secangkir kopi di pagi hari untuknya. Yang ada malah jika bukan segelas susu tawar rendah lemak, ya segelas jus alpukat tanpa tambahan gula atau susu kental manis seperti pagi ini.

Sejak tanggal pernikahan Elang ditentukan, Rahma jadi lebih mengontrol dan mengganti menu makanan juga minuman yang dikonsumsi kedua anaknya. Ia menjejali keduanya dengan makanan dan minuman yang menurutnya baik untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas sperma. Sebut saja seperti asparagus, ikan salmon, kacang-kacangan, coklat, susu, alpukat, pisang, buah naga dan lain-lain. Tentu saja itu merupakan salah satu usaha agar ia segera mendapatkan seorang cucu. Kelahiran seorang anak memang sepenuhnya hak Allah tapi sebagai manusia juga harus berusaha.

"Bi Ida," teriak Arya sambil menarik salah satu kursi lantas mendudukinya.

"Iya, Mas." Terdengar sahutan asisten rumah tangga itu dari ruang tengah. "Siapa yang manggil Bibi barusan?" tanya Bi Ida saat sudah sampai di ruang makan. Ia masih belum bisa membedakan mana suara Arya dan Elang karena memang suara mereka terdengar sama.

Elang menunjuk Arya.

"Oh, Mas Arya. Ada apa, Mas?"

"Tolong bikinin kopi."

"Jangan, Bi." Dengan tegas Rahma yang baru datang ke ruang makan melarang.

Tentu saja hal itu membuat Arya mengajukan protes. "Ma, yang mau nikah kan, si Elang, kenapa aku juga harus ikutan minum jus alpukat dan susu tiap hari?"

Rahma tersenyum. "Kamu emang benar, Elang yang mau nikah, tapi apa salahnya minum jus alpukat dan susu tiap hari? Itu bagus buat kesehatan. Lagian kayaknya sebentar lagi kamu juga bakal nikah," ujarnya sambil tersenyum menggoda. Ia teringat bagaimana Arya dan Sammy tempo hari bisa langsung akrab padahal baru pertama kali bertemu. Itu awal yang baik, menurutnya.

"Aamiiin," sahut Arya yang paham betul dengan apa yang diucapkan Rahma, tapi kemudian ia mengajukan protes lagi. "Tapi, Ma, aku bosan tiap pagi dicekoki jus alpukat yang nggak ada rasanya gitu."

"Iya, Ma, aku juga bosan. Masih mending jus-nya ditambahin pemanis biar enak, ini mah rasanya aneh." Elang ikut protes.

"Justru jus alpukat murni kayak gini yang sehat, bukan yang ditambahi air gula dan susu kental manis. Kadang makanan dan minuman yang enak malah ngundang penyakit."

Arya dan Elang yang duduk bersebelahan saling pandang lalu sama-sama menggumam, "susah ngomong sama Bu Dokter."

Bukannya marah, Rahma malah tertawa kemudian menyuruh anak-anaknya itu segera menyantap menu sarapan yang sudah ia buat dengan penuh cinta dan kasih.

Memang dasar Arya dan Elang termasuk anak-anak penurut. Meski mereka bilang bosan dengan jus alpukat tanpa rasa manis itu tapi mereka tetap meminumnya sampai habis. Selain penurut mereka juga tidak ingin mengecewakan mamanya yang sudah repot membuatkan menu sarapan untuk mereka.

"O, jadi lo mau lanjut sama cewek yang datang di acara lamaran gue itu?" tanya Elang disela-sela kepura-purannya menikmati semangkuk sup kacang merah. Setelah ini ia dan Arya sudah sepakat akan melakukan sesi sarapan kedua dengan menikmati nasi uduk langganan mereka di sebuah warung tenda pinggir jalan.

"Maulah." Arya menjawab tanpa ragu. "Cowok normal mana sih, yang nggak mau sama cewek cantik, suaranya lembut, kulitnya halus dan putih, tinggi, seksi ... dan kayaknya dia bisa sedikit-sedikit ngilangin Arinda dari pikiran gue," lanjutnya lalu tertawa di akhir kalimat.

Dendam Sang Mantan  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang