9

1.9K 89 14
                                    

Dekapan Sammy di tubuhnya membuat Arya terpaksa menghentikan langkah. Ia merasakan gadis itu menyandarkan kepala di punggungnya dan sesunggukan di sana. Ah, ia paling tidak bisa jika mendengar atau melihat perempuan menangis. Ingin ia mambalikan badan lalu menenangkan Sammy dalam dekapannya tapi ia ingat, bisa jadi tangisan gadis itu hanya sebuah akting belaka. Ia harus waspada, jangan sampai terperdaya.

"Lepas," titahnya dengan suara pelan namun mengandung amarah.

"Enggak," tolak Sammy sambil menggeleng, "aku nggak akan ngelepasin kamu sampai kamu mau dengar penjelasan aku."

"Isi pesan itu sudah menjelaskan semuanya."

Benar dugaan Sammy. Arya mengetahuinya dari pesan itu. Tadi lelaki itu berdiri di belakangnya dan sudah pasti bisa membaca dengan jelas tulisan yang terpampang di layar ponsel.

Sebenarnya setelah Arya menganggapnya sebagai calon istri, Sammy sudah berencana akan menceritakan semuanya pada lelaki itu. Tentang Laras dan balas dendamnya. Ia ingin tidak ada kebohongan dalam hubungan yang tengah ia jalin bersama Arya. Namun belum sempat ia mengatakannya, Arya sudah mengetahui dengan cara yang membuat lelaki itu salah paham. Ia harus meluruskannya segera.

"Itu nggak seperti apa yang kamu pikirkan, Mas. Izinkan aku menjelaskan semuanya. Aku nggak mau kamu membenciku seperti Mbak Laras membencimu karena suatu kesalahpahaman." Suara Sammy penuh dengan permohonan di sela isak tangis.

Arya terdiam. Ia sedang berpikir. Apa yang dikatakan Sammy ada benarnya. Dulu Laras tidak mau mendengarkan penjelasannya yang mengakibatkan kesalahpahaman dan berujung kebencian. Apakah kali ini hal tersebut akan terjadi pada dirinya? Ah, sepertinya tidak. Tak ada salahnya jika sekarang ia meluangkan waktu sejenak untuk mendengarkan apa yang ingin dijelaskan oleh Sammy. Sudah seharusnya ia mendinginkan kepala dan bersikap dewasa dalam menghadapi apa yang sedang terjadi.

Ragu-ragu Arya menyentuh kedua tangan Sammy yang dilindungi sarung berbahan wol, perlahan-lahan melepaskan dekapan lalu berbalik badan menghadap gadis itu yang wajahnya bersimbah air mata. "Oke," katanya masih dengan nada suara dan raut wajah datar.

Sammy tersenyum lega lalu segera sibuk membersihkan air mata dan senyumannya melebar saat tangan Arya ikut membantu menggunakan syal yang melilit di lehernya.

"Aku nggak suka lihat kamu nangis," kata lelaki itu yang masih sibuk menyeka air mata Sammy.

Perlahan-lahan hati Arya melunak kala melihat wajah gadis yang dicintainya itu diliputi duka dan rasa bersalah. Itu membuatnya berpikir ulang, mungkin tangis Sammy kali ini memang sungguhan, bukan hanya akting.

"Kalo nggak suka, jangan bikin aku nangis."

Hati Sammy menghangat setelah mendengar kalimat manis yang diucapkan Arya barusan walau nadanya masih terdengar datar. Ia memberanikan diri menatap Arya. Ia tahu lelaki itu seperti ingin membalas tatapannya tapi masih enggan, mungkin karena masih marah. Tak apalah, ia memaklumi. Yang paling penting sekarang lelaki itu bersedia untuk mendengarkan penjelasannya. Itu saja sudah cukup.

"Makanya jangan bohongin aku." Arya kembali membalikan badan memunggungi Sammy lantas melangkah tapi tidak cepat-cepat seperti tadi.

"Aku nggak bohong, Mas," elak Sammy sambil berusaha menyejajari langkah Arya. "Aku – "

"Ngomongnya di sana aja," potong Arya sambil terus melangkah ke arah restoran dan kafe yang berjejer di tepi jalan.

Arya diikuti Sammy memasuki sebuah kafe dengan nama menggunakan bahasa Prancis. Aroma khas kopi, roti dan kue serta alunan musik jazz menyambut mereka. Dinding bata dan meja kursi kayu membuat kesan vintage pada kafe itu semakin terasa. Di sana mereka duduk berhadapan di kursi dekat jendela.

Dendam Sang Mantan  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang