Halo guys! I am comeback!
Maaf belum bisa melanjutkan Gadis Idiot karena aku lupa akan sesuatu tentangnya.Kini aku hadir dengan membawa oneshoot yang aku ambil dari kisah nyata yang sedikit dimodifikasi tentunya.
Kumohon tinggalkan tanggapan kalian tentang watak para tokoh ya...
Enjoy it!!
Warning: typo bertebaran.
***
Navi menatap kearah teman-temannya yang saling diam. Tidak ada yang berbicara sama sekali, apa mereka semua mendiamkannya? Tapi ia salah apa?
"Guys?"
Tak ada yang menyahut. Navi menghela nafasnya. "Kalau seperti ini terus, lebih baik aku pulang."
"Ya sudah sana pulang. Kami tau kamu memiliki priority sekarang." Jawab Yuni dengan nada yang marah.
"Apa salah aku? Kalian aku undang semua bukan? Dan masalah priority, itu memang kewajibanku."
"Sudahlah sana kamu pulang. Tidak perlu memikirkan kami lagi. Pikiranmu pasti penuh dengan pasanganmu."
Ucapan Nisa barusan benar-benar menusuk hati Navi. Tanpa fikir panjang, Navi segera bangkit dan meninggalkan ketiga temannya yang telah mengecewakannya.
Tidak pernahkah mereka memikirkan diri Navi sendiri?
Flashback On
Menjadi anak IPA mungkin akan dihadapkan dengan segala kata-kata asing dan berbagai rumus yang membuat siapa saja yang membacanya terasa pusing. Namun berbeda dengan Navi. Ia menyukai hal berbau rumus dan hitungan. Tak heran ia terpilih menjadi peserta Olimpiade Matematika mewakili sekolahnya.
"Nav, ini gimana sih? Gue bingung sama yang dijelasin ibu." Tanya Yuni yang duduk dihadapannya.
"Bagian mana yang gak kamu pahami?"
Dengan senang hati Navi menjelaskan semuanya dari awal. Yuni adalah salah satu kawan dekatnya. Memang ia tidak terlalu menyukai matematika. Ditambah sang guru yang tidak dapat mengambil hati dan perhatian para murid. Hal itu membuat beberapa anak hanya mendengarkannya saja tanpa berniat menyimpannya kedalam memori otak.
"Nav, nomer 2 kamu isinya berapa?" Kali ini pertanyaan berasal dari Nisa, teman sebangkunya yang lebih mau berusaha terlebih dahulu.
"Kamu salah dibagian ini. Ini seharusnya dikali bukan ditambah. Jadi-"
"Oh iya iya bener." Belum selesai Navi menjelaskan, Nisa segera menghapusnya dan memperbaikinya.
"Benerkan? Sama kayak kamu. Tuh kan apa aku bilang. Aku juga bisa kayak kamu!" Ujarnya bangga.
Aku hanya bisa tersenyum walau dalam hati mengumpat kecil.
***
"Nav, gue mau curhat deh. Gue gak tau ya ini kenapa. Tapi gue bosen sama si Finy. Dia selalu aja kalau curhat gak pernah ke gue, selalu ke si Tari. Padahal lo tau kan, dari kelas sepuluh kita duduk bareng dan dia seolah ga anggap gue temen deket dia."
"Emangnya dia curhat apa? Dia juga gak pernah curhat ke aku. Atau gak mungkin kamu pernah kecewain dia kali, Yun. Dia pernah curhat ke kamu tapi kamu bocorkan gitu curhatannya."
"Enggak kok, Nav. Paling cuma tentang cowok aja. Itu pun aku cuma bercanda."
"Bercanda kok sampai satu kelas tau?"