I am (not) an Indigo

2.3K 45 0
                                    

*Budayakan membaca*

Cerita ini berbeda dengan cerita sebelumnya. Perlu diingatkan bahwa buku ini adalah kumpulan oneshoot .

I hope you enjoy!
Jangan lupa klik ⭐ dan 💬

Warning! Typo bertebaran..

***
'Rain, bangun. Sudah waktunya kamu bangun dan mandi.' Ucap seorang yang terdengar seperti pria.

Rain membuka matanya dan mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamarnya. Tidak ada siapa-siapa.

Rain menghela nafasnya. Untuk kedua kalinya ia mengalami hal seperti itu. Merasakan bersama seseorang dan bercengkrama dengan orang itu. Tapi nyatanya ia sedang sendiri.

Tak ada yang mengetahui tentang kepribadian Rain. Ia hanya diam saja, selagi tak membuat orang lain susah pikirnya.

"Rain, bangun nak. Sekolah."

"Iya, Mah."

***

Rain meminum es teh yang telah dipesannya setelah ia menghabiskan semangku bakso. Dihadapannya terdapat dua sohibnya yang juga sedang menikmati bakso.

"Han." Panggil Rain yang membuat keduanya menoleh.

"Akhir bulan Maret atau April awal, lo hati-hati ya sama pacar lo. Banyak-banyak ngalah maksud gue."

"Emangnya kenapa?" Tanya Rihan.

"Gak apa. Cuma kasih tau aja."

"Hubungan aku sama dia emang lagi gak baik sih belakangan ini. Tapi aku juga capek kalau ngalah terus sama dia."

"Sabar aja, Han. Kalian jangan sampai putus pokoknya. Sayang kalau kalian putus." Ujar Fay yang sedari tadi diam.

"Dia sebenernya sudah minta putus, tapi aku bilang gak. Gak tau deh kalau nanti dia minta lagi."

"Pertahanin deh, Han. Dia cukup baik kok untuk kamu." Ucap Rain menguatkan.

"Iya. Dia baik banget sering kasih kamu coklat. Nanti yang ada kalian malah marah lagi."

"Enggak lah, Fay. Aku bukan tipe orang yang menganut mantan sama dengan musuh. Lagian aku juga kayak sudah tidak ada rasa dengan dia. Ini gak bisa dipaksain, kan?"

Rain dan Fay mengangguk. Biarlah, ini urusan mereka.

***
Beberapa minggu kemudian, di awal April...

"Rain, Aku putus sama dia." Ujar Rihan kala membuka obrolan kami dikelas.

"Serius? Kok bisa? Sayang kalian putus." Respon Rain.

"Ya mau gimana lagi. Perasaan gak bisa dipaksa kan?"

Rain mengangguk, ada benarnya juga, pikirnya. "Siapa yang mutusin."

"Dia."

"Gak apa, nanti kalau kalian mau kembali setidaknya kamu tidak diposisi menyesal."

Rihan terkekeh. "Gak lah, aku bukan tipe orang yang masuk kedalam lubang yang sama."

***

Rain menatap dinding kamarnya yang polos. Ia sedang berusaha untuk tidur namun yang ada dipikirannya malah mengganggunya.

"Tetangga yang ada di blok A4 itu siapa ya? Kok aku lupa wajahnya." Gumam Rain.

"Kok aku malah mikirin itu sih? Sudahlah Rain, kau harus tidur." Rain terlelap pada akhirnya setelah tak lama memejamkan matanya.

Keesokan harinya, Rain sedang memakan sarapannya sendiri di ruang makan.

"Innalillahi wa innailaihi rojiun. Telah berpulang ke rahmatullah, ibu Mega yang bertempat tinggal di perumahan Segar Sehat Rt. 01 Rw. 02 blok A4 no. 1. Beliau meninggal dikarenakan sakit. Semoga keluarga yang ditinggalkan dapat diikhlaskan perasaannya dan almarhum dapat diterima disisi Allah SWT. Amiin yarabbal alamin. Wassalamualaikum wr.wb"

Speaker dari masjid menghentikan kunyahan Rain pada sarapannya. Blok A4? Ibu Mega? Bukankah itu yang semalam tiba-tiba mengganggu pikirannya? Astagfirullah apa maksud semua ini?

***

Rain menaiki tangga yang ada disalah satu mall yang berada di pusat kota. Tangga itu akan membawanya ke rooftop yang tersedia untuk umum. Namun, tampaknya orang-orang tidak tertarik dengan rooftop ini dan lebih memilih berada didalam mall yang jelas sejuk hawanya.

Rain duduk disalah satu kursi yang ada disana. Tangannya ia tumpukan dipagar pembatas untuk menopang kepalanya sendiri.

Huhfft...

Kejadian belakangan ini yang melandanya benar-benar membuatnya terus kepikiran. Ia tak bisa fokus terhadap pekerjaan sekolah ataupun rumahnya. Dan mungkin, menyendiri adalah hal yang terbaik yang harus ia lakukan sekarang.

"Rain..."

"Aku disini..."

Rain menutup telinganya ketika ia mendengar suara lelaki yang kemarin-kemarin membangunkannya di pagi hari.

"Rain! Ini aku! Kamu bisa lihat aku, kan?"

Rain menggelengkan kepalanya. Kepalanya tiba-tiba sakit seperti ada yang menekannya.

"Rain, kamu kenapa?"

"Kamu sakit? Rain? Rain?"

"DIAM!!" Teriak Rain lepas dari kontrol tubuhnya. Salah saorang penjaga kantin atap menatapnya dengan tatapan takut.

"Neng kenapa? Jangan bunuh diri disini ya neng. Nanti dosa loh!" Ucapnya.

Rain menolehkan kepalanya kearah penjaga kantin tersebut. "Maaf pak." Ujarnya lalu melanggeng pergi keluar dari Mall.

***

Rain membetulkan letak tasnya. Ia kini sudah berada di lobby mall sedang menunggu pesanan ojek onlinenya. Sudah 10 menit Rain menunggu, namun tidak datang juga.

Ojek online: maaf dek, cancel aja ya takut kelamaan. Soalnya macet panjang gak tau dari mana posisinya.

Rain berdecak pelan, ia segera bangkit dan berniat untuk menggunakan angkutan umum saja.

"Rain, Rain. Itu aku Rain."

Rain terus melanjutkan jalannya tanpa ingin melihat sekelilingnya.

"Rain! Aku tau kamu bisa dengar aku. Tolong aku, Rain. Aku kecelakaan dan jasadku masih disana. Aku lupa bawa identitas. Ponselku juga hilang ada yang mengambilnya."

"Tolong aku, Rain. Kembalikan aku ke keluargaku."

Rain mengangguk pelan, ia segera berjalan kearah orang-orang yang mulai mengerubungi sesuatu.

"Ini aku, Rain. Namaku Bumi."

"BUMI?!"

*****

Kemungkinan cerita ini akan ada pt.2 nya. Dan aku gak tau kapan akan selesai...

Jangan lupa follow ig : swadebas. Just komen or dm for follback 😄

Selamat berpuasa!!

-swadebas-

ONESHOOTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang