BAB 1

581 42 9
                                    

"Ya, terima kasih. Tentu, aku akan sampai di lokasi syuting lebih pagi lagi besok. Oke... Oke..." Yunho terburu-buru menutup telepon genggamnya. Sutradara drama yang menggunakan naskahnya menelepon bahwa malam ini rating drama mereka naik ke peringkat dua. Jika bisa terus bertahan, drama dengan biaya tak seberapa itu bisa memberi pemasukan lebih tinggi dari ekspektasi awal.

Sayangnya Yunho tidak terlalu berminat membicarakan bisnis di jam dua dini hari begini. Ia sudah datang ke lokasi syuting sejak jam tujuh pagi dan baru bisa melarikan diri jam segini. Ini bukan drama sabun kejar tayang tapi mereka dikejar deadline, karena sewa rumah lokasi syuting yang terbatas.

"Begini ceritanya kalau harus kerja dengan produser pelit." Yunho menggumam, mengeluh pada malam. Jalanan Seoul sudah hilang kepadatannya mungkin berjam-jam lalu. Yunho melihat bis terakhir menuju kawasan apartemennya barusan saja.

Untuk beberapa alasan, Yunho merasa seharusnya mensyukuri hidupnya saat ini. Pekerjaannya sekarang, yah... walaupun bukan secara tepat pekerjaan yang ia impi-impikan–penulis novel misteri, bukan sebuah pekerjaan buruk untuk dipertahankan.

Yunho memelankan laju mobilnya, apartemennya nyaris saja terlewat karena ia menyupir dengan kantuk berat yang ia tahan-tahan. Berbelok masuk dengan cekatan ia memindahkan persneling, dan bersamaan dengan itu sebuah Vespa matic menyalipnya. Untungnya Yunho cukup sigap untuk mengerem laju mobilnya. Ia mendengus.

Orang-orang makin tidak punya tata krama berkendara saja, pikirnya.

Sampai di barisan parkir, Yunho mengabaikan lahan kosong dekat pintu masuk lobi apartemen. Ia tidak ingin keluar dari mobil dan kehilangan kendali lalu mengumpat-umpat pada si pengendara Vespa. Jadi ia memilih barisan parkir yang sedikit lebih jauh dari pintu masuk dan memilih parkir mundur. Dan city car Yunho kemudian mengerem mendadak sekali lagi malam itu. Seekor kucing kecil tiba-tiba saja melompat keluar dari semak-semak mawar. Pagar alami yang berfungsi menghias bagian depan gedung.

"Shit!" tanpa sadar pria itu mengumpat. Buru-buru mematikan mesin dan keluar dari dalam mobil. Berdoa semoga ia tidak menjadi pembunuh kucing malam ini.

Berjalan ia menuju bagian belakang mobilnya perlahan. Dan di sanalah kucing itu, mata bulatnya seakan menyala di kegelapan, tampak waspada dalam ketakutan. Seekor anak kucing kumal yang terluka di bagian bawah matanya, tapi setidaknya kucing itu hidup.

Yunho mendekat hati-hati. Ia berjongkok kemudian bertatapan beberapa lama dengan makhluk itu. Baru kemudian tangannya berani bergerak menyetuh puncak kepala si kucing dan mengelusnya. "Kau tahu, dulu aku pernah dicakar oleh spesiesmu." Yunho menunjuk luka di bawah mata kirinya. Lalu tertawa. Ia memutuskan untuk menggendong kucing itu dan menyimpannya sebentar di jok mobilnya, berdoa dalam hati semoga makhluk kecil itu tidak tiba-tiba buang kotoran di sana. Membereskan parkir mobilnya yang asal-asalan barusan, dan membawa tasnya keluar mobil. Kucing itu ia sembunyikan di balik jas.

Ada peraturan apartemen yang melarang penghuninya untuk memelihara hewan.

Well, Yunho tidak bermaksud memeliharanya, ia hanya terlalu iba jika pergi begitu saja tanpa merawat makhluk ini sama sekali.

Yunho melewati satpam apartemen dengan sapaan santai dan wajah tanpa kecurigaan. Bodoh rasanya ketika ia merasa sedeg-degan ini untuk sebuah pelanggaran kecil macam begini?

Ketika sampai di pintu lift, ada seorang pemuda jangkung yang sepertinya lebih muda dari Yunho. Ia menenteng helm. Jangan bilang ini si pengemudi Vespa tadi.

Pemuda itu menoleh sekejap pada Yunho dengan wajah paling antagonis yang pernah pria itu lihat. "Ada masalah?" Yunho menantang pemuda itu dengan nada arogan.

Pemuda itu hanya mendengus sebagai jawaban, dan memasuki lift yang sudah terbuka. Pria yang lebih tua terlalu sebal untuk menaiki lift yang sama dengan pemuda itu. Tapi bagaimana? Ia membawa makhluk terlarang. Dan berlama-lama di lobi hanya akan memperbesar kemungkinan ketahuan.

Jadi Yunho masuk, tepat sebelum pintu otomatis itu menutup.

Hening yang mencekik bagi Yunho. Pemuda itu punya aura mendominasi yang sialnya tak bisa Yunho tandingi. Rasanya ia makin mengerut saja di sudut lift. Siapa sebenarnya pemuda ini? Seingat Yunho ia punya cukup banyak kenalan di tiap lantai apartemen ini dan tidak pernah melihat pemuda ini sebelumnya.

"Meow." suara kecil dan lemah itu menghancurkan hening di lift itu. Pemuda tinggi di sebelah Yunho menoleh perlahan, kemudian matanya seakan menscanning Yunho dari atas hingga bawah.

"Itu suaramu?" Yunho justru terhipnotis oleh suara bass yang jernih milik pemuda itu.

"Yah... Kurasa aku lapar."

"Itu bunyi kelaparan teraneh yang pernah aku dengar." Pemuda itu berbalik kembali menatap lurus ke depan. Yunho berpikir sebentar lagi penderitaannya berakhir, tapi di luar dugaan pemuda jangkung itu menyodorkan sebotol susu dari kantung belanjaan bermerk supermarket terkenal yang ia tenteng sedari tadi, beserta tas ransel yang tampak berat. Yunho bertanya-tanya apa pekerjaan pemuda itu hingga ia pulang selarut Yunho.

Pasti ia sudah cukup mapan jika mengingat biaya cicilan apartemen ini lumayan menguras gaji Yunho tiap bulannya.

"Anak kucing itu..." ia berhenti sejenak. Yunho menunggu dalam diam yang memuakkan. "Tadinya aku yang akan mengambilnya malam ini. Tadi pagi ia ada di sebuah kardus di depan gerbang apartemen. Aku memindahkan kardus itu ke dekat lobi tapi ia sudah tidak ada."

Yunho menerima sebotol susu itu dengan susah payah. "Thank's"

Ada suara mengeong kedua setelah itu, "Aku akan berpura-pura tidak melihat atau mendengar apapun." Lalu lift itu berdenting. Pintu membuka dan pemuda itu keluar tanpa berbalik melihat ke arah Yunho sedikitpun.

Ini malam yang aneh. Pikir Yunho, ketika kemudian suara mengeong kecil seakan menyetujui pikiran lelaki itu.

.

.

.

.

Written by eReLRa

Time Works Wonders ⏳ HoMin [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang