IRMA mengetuk pintu itu lagi, sudah kelima kalinya ia mengetuk pintu di rumah yang terletak di Avenue C itu, namun tak ada jawaban atau tanda-tanda yang menyatakan kalau penghuni rumah ada di dalam.
"Kau yakin ini rumahnya?" tanya Alvin ragu.
"Kurasa begitu, dua blok dari sini adalah rumahku, setahuku ini adalah rumah Sarra." Jawabku.
Irma kembali mengetuk pintu rumah, namun kini terdengar suara langkah kaki disambut dengan suara "wait" dari seorang ibu. Pintu terbuka, telihat seorang ibu mengenakan daster biru lusuh dibaliknya, ibu Sarra.
"Eh, Irma, dan teman-teman Sarra ya?" sambutnya seraya menunjuk kami semua, "tapi maaf, Sarra sedang tak ada dirumah."
Aku mengerutkan kening, sedang tak ada dirumah?
"Tante, Sarra sudah tak ada." Kata Irma membuat Ibu Sarra sedikit tersentak, namun kemudian ia tertawa.
"Hahaha, maaf, tante suka lupa kalau Sarra sudah tak ada. Hahaha." Ibu Sarra tertawa lepas.
Aku mencoba mengikuti guyonannya, walaupun di dalam hatiku sakit, aku melihat seorang ibu yang lupa kalau anaknya telah meninggal, seketika aku teringat ibuku, apa yang akan ia lakukan jika aku tiada? Mataku basah, namun bibirku mencoba untuk tersenyum menyembunyikan kesedihan.
"Jika Sarra sudah tak ada, mau apa kalian kesini?" tanya ibu Sarra dengan wajah yang serius.
"Ehm," tatapan ibu Sarra yang tajam membuat Irma sulit untuk berbicara, "kita mau meminjam kamar Sarra, boleh?" tanya Irma ragu setelah melihat ekspresi wajah ibu Sarra yang cukup mengerikan dengan tatapan matanya yang tajam.
"Untuk apa?"
"Ehm, kami sedang mencoba mencari petunjuk yang dapat dijadikan petunjuk kematian Sarra."
Ekspresi ibu Sarra berubah, kini terlukis senyum di wajahnya, mengusir aura seram dari matanya, "oh, mari-mari masuk!" ia membukakan pintu rumahnya lebar-lebar untuk kami. Ia mengantar kami ke lantai dua rumahnya, menuju kamar Sarra.
Ruangan dominan merah muda itu terlihat berantakan, beberapa buku bacaan dibiarkan terbuka di atas kasur, begitu juga dengan sebuah laptop di meja, gorden besar terlihat menjuntai menutupi jendela di sudut kamar, beberapa kertas terlihat berserakan diatas karpet yang menutupi setengah kamar.
"Masuklah, tante siapkan minuman untuk kalian." Ibu Sarra meninggalkan kami yang terdiam di pintu masuk kamar, Irma memimpin masuk disusul Alvin dan terakhir aku.
"Jadi, apa sekarang?" tanya Irma padaku.
"Entah," jawabku sambil berjalan mengelilingi ruangan kamar, "Irma, ibu Sarra agak..."
"Ya, semenjak kematian Sarra, ibunya sedikit terganggu kejiwaannya, tapi tidak parah."
Aku mengangguk, ada rasa kasihan yang mendalam di hatiku, membuatku semakin penasaran motif pembunuhnya.
Tak lama ibu Sarra kembali ke kamar membawa nampan berisi tiga gelas minuman berwarna oranye, ia meletakannya di atas meja, "silakan minum."
Aku mengangguk, menunggu ibu Sarra keluar dari kamar kemudian mengambil segelas minuman itu, namun kemudian aku hampir memuntahkannya.
"Kenapa Rick?" Tanya Alvin panik.
"Asin."
"Really?" tanya Irma sambil tertawa.
"Ya, sepertinya ibu Sarra lupa antara gula dan garam." Kami tertawa, sejenak kami melupakan misi kami. Namun kemudian aku terdiam, di tembok tepat di belakang Irma, aku dapat melihat sebuah goresan tipis, hampir tak terlihat, aku mendekatinya, merabanya, sebuah tulisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
TWENTY-ONE INSTRUCTION (sudah terbit dengan judul The Instruction)
Mystery / ThrillerSUDAH TERBIT DENGAN JUDUL THE INSTRUCTION TWENTY-ONE INST2UCT1ON Follow the clue, find the murderer ---------- Dia hanya meninggalkan petunjuk-petunjuk tak jelas di tempat yang tak tentu, kematiannya menyisakan tanda tanya untukku. Dia Sarra Audrey...