LXVI

748 66 4
                                    

Semuanya menakutkan dan pastilah tunduk

Dengan kejinya takdir yang terus mengutuk

Tapi masih kejamlah tentang apa itu salah paham

Yang mampu cipta lara nestapa kelam

Ridho tetap dalam keadaanya.

Bingung dengan semua yang telah terjadi. Berkali-kali dia berpikir tentang bagaimana penyelesaian. Tapi tetap saja, semua buntu begitu saja.

Dia berjalan, menuju pawon sekedar menghirup udara segar di kebun belakang luar rumah.

Tubuhnya lungkrah, merasakan semua masalah yang menurutnya rumit ini.

Di depannya, berjalan pak Rama dengan menenteng segelas kopi. Dia sepertinya hendak ke depan untuk menikmati kopinya.

"Heh Le, ono opo tho?, kok keto'e sedhih men(Heh Nak, ada apa?, kelihatannya murung)", sapanya pada Ridho.

Dia mencegat Ridho, membuat mereka saling berhenti berjalan.

"Jal, Bapak tak takon(Coba, Bapak mau tanya)".

"Menopo Pak?(Apa Pak?)".

"Piye si Putri?, opo dhe'ne wus mari total, omongke ya Le, rajino anggone ngombe obat sing soko Bapak, ben cepet pulih(Gimana Putri?, apa dia sudah sembuh total, katakan ya, rajinlah minum obat yang dari Bapak, biar cepat pulih)".

Sontak Ridho merasa ada yang janggal dari perkataan itu.

"Mari total?, ngombe obat saking Bapak?, masude Bapak pripun?(Sembuh total?, minum obat dari Bapak?, maksudnya giimana Pak?)".

"La iyo tho Le, Bapak wus ngobati Putri, njur tak kei obat, ono opo tho Le?(Benar kan Nak, Bapak sudah mengobati Putri, lalu ku beri obat, memang kenapa Nak?)".

"Bapak ngobati Putri?(Bapak mengobati Putri?)".

"Iyo, njur?, opo kowe durung rerti yen menawa sing ngobati Putri kuwi Bapak, o iyo, kowe ndek ingi lungo yo, dadi ra rerti(Iya, lalu?, apa kamu belum tahu jika yang mengobati Putri itu Bapak, o benar, kamu kemarin pergi ya, jadi nggak tahu)".

"Nggih Pak, kulo dereng ngertos(Ya Pak, saya belum tahu)".

'Lalu, jika Putri sembuh karena Bapak, bagaimana tentang perkataan kakek itu?', batin Ridho.

Lagi-lagi dia bingung, akan semua yang sudah terjadi, mana yang harus dia percayai sekarang.

Tapi yang dikatakan pak Rama mungkin benar, ayahnya itu adalah seorang tabib, dan perihal menyembuhkan luka Putri, pasti dia bisa melakukannya. Dan juga kakek itu memang misterius, dari tatapannya saja terlihat hawa buruk.

Jadi kesimpulannya, Ridho telah ditipu kakek aneh itu.

"Yo wis Le, kowe wis rerti kan, ojo lali omongke pesene Bapak yo(Ya sudah Nak, kamu sudah tahu, jangan lupa katakan pesan dari Bapak ya)", ucap pak Rama lalu berlalu pergi.

Ridho tak menoleh maupun menjawab apapun, dia diam tercengang dengan kata-kata Bapaknya itu.

Dia baru benar-benar menyadari, bahwa yang dia lakukan selama ini tidaklah benar. Dia gegabah, dan juga ceroboh.

Sesekali dia menghirup udara pagi yang sejuk dengan kencang.

Matanya menatap kosong pada pemandangan gundukan persawahan yang indah dari belakang rumahnya itu.

Mungkin dia perlu sedikit ketenangan. Untuk bagaimana dia dapat mengambil keputusan terbaiknya.

"Seandainya kemarin aku nggak terlalu cemas dengan Putri", dia menghembuskan nafas kencang.

Kemudian membanting sebuah batu yang dipegangnya kencang.

"Arghhh!!!, terkadang semua itu perlu pemikiran yang tenang, jauh dari kecemasan dan ketakutan, aku ini penguasa ketenangan, tapi kenapa aku nggak bisa setenang demikian dalam berpikir".

Kedua tangannya mengudara ke depan, ditembaknya sebuah pohon di depannya dengan bola es.

Sekejap langsung membeku, daunnya yang hijau berubah jadi biru es. Ridho kesal dengan dirinya sendiri. Bisa-bisanya dia membiarkan kesalahpahaman menguasai dirinya.

"Coba, kemarin aku mikir dengan tenang, pastinya aku bakal tahu dan memperhitungkan kalau Bapak bisa nyembuhin Putri. Bapakku seorang tabib, tapi kenapa, aku yang anaknya sendiri ini tak sedikitpun ingat tentang itu".

Cahaya putih berkilau menyerebak ke semua penjuru. Semuanya jadi beku, saat hilangnya cahaya itu membekukan waktu. Ridho menembakan peluru esnya lagi, kali ini ke arah atas, membuat semuanya jadi hujan salju.

"Aku ini apa!, pengendali ketenangan yang nggak bisa ngendaliin ketenangan sendiri!".

Dia berteriak sekencang-kencangnya, marah dengan dirinya sendiri. Jatuhan butir es mendadak berputar membuat badai, itu perlambang kemarahan Ridho.

Mata Ridho sayu, saat angin dari badai itu meniup rambutnya yang berkipat. Ingin dia luapkan keluh kesahnya itu, tapi pada siapa.

Hanya dengan seperti ini, Ridho bisa meluapkan semuanya. Dengan membuat semua penjuru berhawa dingin karena esnya.

Berharap semuanya mengerti dengan keadaannya ini.

MAAF YA, UPDATENYA CUMA DUA, NGGAK SEMPAT NIH, MAAF LOH YA

MAAF YA, UPDATENYA CUMA DUA, NGGAK SEMPAT NIH, MAAF LOH YA

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEGERA TERBIT!

SEGERA TERBIT!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Twins [Season 2] [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang