Eleven

918 205 431
                                    

       Pagi yang cerah ditambah pemandangan bunga-bunga yang terlihat sangat terawat, membuat senyuman seorang wanita paruh baya tidak hentinya merekah puas. Ia menyirami bunga-bunga tersebut yang memang sengaja ditanamnya di pelataran rumah. Wanita paruh baya itu adalah Maura istri Fahrezi Aditya, pengusaha yang fotonya selalu ada di sampul terdepan majalah bisnis berkat kesuksesan perusahaan yang dikelolanya.

"Waduhh bunganya kalah cantik sama yang nyiram." godaan terlontar begitu saja dari putra sulungnya yang berada di atas motor, lengkap dengan seragam menengah atas serta almamater sekolah yang tidak dikancingnya.

Maura hanya tersenyum tidak menoleh sedikitpun, dia sudah terbiasa dengan rayuan sang putra.

"Pinter ngalusnya, berharap dapet uang jajan tambahan dari mama pasti." sindir pria paruh baya dengan setelan jas formal, bersandar di Bugatti Veyro hitam miliknya.

"Nikmat Tuhan manakah yang harus Ardan dustakan? Punya mama cantik, dan papa tampan yang selalu peka terhadap anak-anaknya," ucap Ardan. "Jadi pa, mana uang jajan tambahan? hehehe..." sambungnya tidak lupa menadahkan tangan.

Fahrezi, sang papa malah mengalihkan pandangan, yang semula menatap Ardan berpindah menatap arloji yang terpasang di pergelangan tangannya. "Gak denger, papa lagi pake arloji."

Mendengar itu Ardan memanyunkan bibir dan menyipitkan mata, melirik tajam ke arah papanya, "dih jahat! udah ah, Ardan mau berangkat sekarang aja. Siapa tau nemu papa baru yang mau kasih uang jajan tambahan ke cogan," canda Ardan. "Assalammualaikum wahai ayahanda dan ibunda."

"Waalaikumsalam... jangan ngebut bawa motornya!" ingat Maura.
"Belajar yang bener kalau gak mau papa pindahin kamu ke taman kanak-kanak yang ada di sebelah sekolah Naya!" ancam Fahrezi.

"Siap captain!" jawab Ardan sambil menutup kaca helm full face-nya lalu melajukan motor sport merah itu ke rumah sebelah, rumah Ale.

Sesampai di rumah sebelah yang gerbangnya sudah terbuka lebar, Ardan memarkirkan motornya tidak jauh dari range rover coklat. Ardan mengernyitkan alis bingung ke arah dua orang yang mengenakan seragam sekolah sama dengan dirinya, berdiri tepat di samping mobil, dan salah satunya dipastikan pemilik range rover itu.

"Loh manekin hidup masih pagi udah sampe sini aja."

"Dendi kesini mau jemput tuan putri dong." jawab Ale sombong, memainkan kedua alisnya naik turun.

"Kan lo bareng gue!" ujar Ardan tidak terima.

"Bosen naik motor, panas, banyak debu. Takut kulit Ale jadi kusam."

"Banyak gaya kembaran mimi peri, biasanya juga bareng gue."

"Suka-suka Ale dong, berangkat yuk Den!"

Dendi yang sejak tadi diam beringsut masuk ke dalam mobil, tepatnya ke kursi kemudi. Diikuti Ale yang duduk di sebelahnya, tidak lupa Ale menjulurkan lidah mengejek Ardan sebelum menutup pintu mobil.

Ardan yang sebal langsung turun dari motornya, ikut menaikki mobil tersebut di kursi belakang. "Ardan ikut pokoknya!"

"Ikut sih ikut, tapi helm tinggalin aja! Lo naik mobil, norak!" teriak Dendi.
Ardan memang masih mengenakan helm di kepalanya karena terburu-buru.

"Pembalap F1 pake helm tuh, norak dong mereka," jawab Ardan cuek, sambil mencari posisi nyaman dengan menyandarkan badannya ke sandaran jok.

"Beda ceritanya, kampret! Lepas itu helm, terus taruh di atas motor lo!" titah Ale.

"Gak mau, kalian mau ninggalin gue kan?!"

"Suudzon aja jadi orang!" sewot Ale memelototi Ardan dari kaca mobil yang di balas pelototan juga oleh Ardan. Jadilah mereka saling melotot satu sama lain lewat kaca itu, membuat Dendi yang berada di balik kemudi berdecak sebal.

Receh CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang