Sembilan Puluh Dua

63 15 0
                                    

Dan kini aku benar-benar ingin pergi, meninggalkan segala perasaan yang membuatku jatuh dan pada akhirnya merasakan sakit.

Aku sadar, betapa bodohnya aku tetap berjuang meski berkali-kali gagal. Dan mengejarmu meskipun berkali-kali kau hanya memberiku rasa sakit yang sama.

Aku bodoh,
Aku tahu akan hal itu, tapi mengapa aku tetap melanjutkannya? Bahkan hingga sekarang.
Bagaimana dirimu? ‘Apakah kau memiliki perasaan yang sama padaku?’
Itu yang seharusnya ku tanyakan 'kan?
Bukannya bertanya ‘Bagaimana kabarmu hari ini?’ ‘Sudahkah dirimu makan?’

Pada akhirnya perjuanganku berada di titik paling lelah. Aku ingin mengakhiri segalanya.

Mengapa? Bagiku mengakhiri itu sulit sekali, sedangkan bagimu? Saat kau bilang ‘Kita berakhir’, maka detik itu juga pun menjadi detik kita yang terakhir. Bahkan jika kau tak mengatakan apapun, kau sudah menganggap tidak ada apa-apa lagi diantara kita.

Bagaimana? Sakit? Tentu.
Tapi aku sudah terbiasa, saking terbiasanya rasa itu sudah bukan lagi menjadi apa-apa.
Dan aku sudah bosan dengan rasa yang biasa.
Terpaksa, hari itu aku mengatakan padamu bahwa aku ingin mengakhiri segalanya.

Namun apa yang kau lakukan? Setelah aku mengatakan hal itu, kau justru bersikap padaku seolah akulah orang yang paling spesial dalam hidupmu.

Jika dipikir itu lucu,
Saat aku memperjuangkanmu, kau justru mengabaikanku.
Saat aku hendak melepasmu, kau justru menggenggamku lebih erat lagi.

Lalu bagaimana maumu?

Never ChangeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang